Polemik Nama Kuto Gawang
Nama Kuto Gawang Ditolak Warga, Alex Noerdin : Ngapo Pulo Makai Namo Kuto Gawang
Secara pribadi, lanjut Alex, ia tidak mendalami persis tentang sejarah Keraton Kuto Gawang tersebut.
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG- Penempatan kawasan dan penggunaan nama Kecamatan Kuto Gawang, kecamatan baru hasil pemekaran Kecamatan Ilir Timur II, juga dipertanyakan Gubernur Sumatera Selatan H Alex Noerdin lantaran memantik protes dari beberapa pihak.
"Ngapo pulo makai namo itu (Kuto Gawang)," kata Alex di wawancarai Tribun Sumsel di Kantor Pemprov Sumsel, Jumat (30/9).
Alex mengatakan jika memang ada kesalahan dalam pemberian nama kecamatan baru itu, bisa dilakukan revisi. Dia juga sempat mendengar bahwa Pemerintah Kota Palembang mendapatkan nama tersebut atas usulan masyarakat.
"Tapi dua sultan (Sultan Mahmud Badaruddin III Raden Muhammad Syafei Prabu dan Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin) tidak setuju, nanti kita rundingkan," ucap Alex.
Secara pribadi, lanjut Alex, ia tidak mendalami persis tentang sejarah Keraton Kuto Gawang tersebut.
Oleh sebab itu Pemprov Sumsel bersama dengan Pemkot Palembang dan pihak lainnya akan duduk bersama membicarakan bagaimana solusinya.
"Kita ajak yang berkompeten (paham sejarah) tentang itu," ujarnya.
Apakah Alex ada usulan nama untuk kecamatan pemekaran tersebut? "Dari kamu (wartawan) dulu, agek aku yang mutuskan," kata Alex, dengan nada bercanda.
Seperti diberitakan sebelumnya, Perda Kecamatan Kuto Gawang, bersamaan dengan pemekaran Kecamatan Jakabaring dari Kecamatan Seberang Ulu I, menuai protes karena dinilai tidak tepat dan melenceng dari sejarah.
Dua Sultan Palembang mendesak dilakukan revisi.
"Jangan merusak sejarah. Ikuti sejarah lama, sejarah yang ada," tegas Sultan Mahmud Badaruddin III Raden Mas Syafei Prabu Diraja.
Menurut dia, wilayah Kecamatan Kuto Gawang yang baru diresmikan dua hari lalu salah kaprah.
Senada dikatakan Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin.
Dia protes keras Kuto Gawang dijadikan nama kecamatan.
Sebagai nama institusi kerajaan, sultan menganggap ini adalah sesuatu yang sakral.
“Cari nama lain banyak. Jangan mengaburkan sejarah," kata Sultan Iskandar.