Seperempat Miliar dari BPJS Kesehatan Kembalikan Semangat Hidup Rezkiana
Rezkiana merupakan pasien transplantasi ginjal pertama di Palembang yang dibiayai oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG- Sore itu Jumat (16/9/2016) Rezkiana (29) bersama ibunya Maimunah (53) baru saja kembali ke rumahnya di Jalan DI Panjaitan Plaju Palembang.
Ayahnya Abas (54) menyambut keduanya dengan senyuman. "Bagaimana dapat obatnya,"tanya Abas.
Anggukan kepala Rezkiana mengisyaratkan bahwa apa yang ditanya ayahnya telah ia dapatkan.
Rezkiana dan ibunya baru saja pulang dari rumah sakit untuk mengambil obat. Ia harus mengonsumsi obat khusus agar ginjal yang terpasang di tubuhnya dapat berfungsi normal.
Rezkiana merupakan pasien operasi transplantasi ginjal pertama di rumah sakit Palembang yang dibiayai oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
BPJS menanggung biaya operasi hingga seperempat miliar atau Rp 250 Juta. Sisanya Rezkiana mendapatkan bantuan dari pihak Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Mohammad Hoesin Palembang.
Keluarga Rezkiana bukanlah keluarga berada. Rumah yang mereka tempati hanya berukuran sekitar 4x4 meter. Hanya ada satu kamar yang juga berfungsi sebagai ruang keluarga.
Penghasilan ayah Rezki sebagai penjual kopi hanya cukup digunakan untuk makan sehari-hari. Sedangkan ibunya tidak bisa lagi bekerja keras usai ginjalnya didonorkan.
Sebelum mendapatkan bantuan dari BPJS Kesehatan, Rezkiana sempat menyerah dengan gagal ginjal yang ia alami. Terutama saat harus bolak-balik rumah sakit untuk cuci darah.
Lima bulan menjalani cuci darah tanpa mengubah kondisi fisiknya membuat ia sampai pada titik jenuh.
Ia pun berucap pada ibunya untuk tidak lagi mau cuci darah dan pasrah menerima takdir yang akan dialami.
"Cuci darah tidak membuat saya baik. Saya sudah menyerah saat itu," ujarnya bercerita.
Mendengar ucapan anaknya, air mata Maimunah langsung menetes. Sekuat tenaga ia membujuk anaknya untuk tidak menyerah. Bahkan dirinya rela jika harus memberikan ginjal untuk anaknya tersebut.
"Semua orang pasti akan meninggal. Tapi selagi mau berusaha harapan sembuh masih ada," ujar Maimunah meyakinkan anaknya.
Saat berada di rumah sakit untuk cuci darah, Maimunah memberanikan diri menemui dr Suprapti yang merawat anaknya. Ia menceritakan bahwa anaknya sudah menyerah dan tak mau lagi cuci darah.
Ia juga tidak tega melihat kondisi anaknya setiap kali menjalani cuci darah.
Saat itu pula dokter menyarankan untuk operasi transplantasi ginjal menggunakan BPJS Kesehatan. Terpenting ada orang yang mau mendonorkan ginjal.
"Saya siap donorkan ginjal saya," ujar Maimunah kepada dokter tersebut.
Dokter tidak percaya, dan kembali bertanya "Demi apa kamu (Maimunah) mau mendonorkan ginjal,"
"Demi anak aku, aku sayang sama anak aku," ujar Maimunah.
Dokter pun yakin dan meyanggupi keinginan Maimunah untuk mendonorkan ginjalnya.
Hanya saja ada satu hal yang masih menjadi pikiran Maimunah.
"Bagaimana dengan biayanya. Saya tidak punya uang," tanyanya kepada dokter
Maimunah hanya mendapat jawaban singkat dari sang dokter. Bahwa dirinya tak perlu memikirkan biaya.
Belakangan baru ia diberi tahu ternyata biaya operasi transplantasi ginjal anaknya ditanggung oleh BPJS Kesehatan dan biaya tambahannya dibantu oleh pihak rumah sakit yang saat itu sedang proses persiapan membuka pelayanan operasi transplantasi ginjal.
Ternyata donor ginjal yang akan ia lakukan tak sepenuhnya diterima Rezkiana. Ia tak mau membuat ibunya ikut-ikutan mengalami kesusahan. Cukuplah dia yang menderita jangan ibunya.
"Perhitungan saya lebih baik satu orang yang sakit jangan dua-duanya," terang Rezkiana.
Setelah diyakinkan oleh dokter bahwa pendonor akan tetap hidup seperti biasa barulah Rezkiana mau menerima ginjal ibunya.
Rezkiana usai menjalani operasi transplantasi ginjal yang dibiayai oleh BPJS Kesehatan
Pegang Kartu KIS
Awal tahun 2016 menjadi awal keceriaan bagi Rezkiana. Hidup seperti sediakala layaknya orang normal akhirnya terwujud.
Operasi transplantasi ginjal yang ia jalani berjalan lancar. Ibunya yang menjadi pendonor juga dalam keadaan sehat.
Hingga delapan bulan sejak operasi kini berat badan Rezkiana kembali seperti semula. Ia pun sudah tak lagi membatasi diri untuk minum.
"Dulu hanya seperempat gelas perhari sekarang sudah boleh delapan gelas," ucapnya sumringah
Meski tak bisa lepas dari obat namun Rezkiana sangat bersyukur tak lagi harus cuci darah. Semangat hidupnya yang sempat hilang kini sudah kembali. Apalagi melihat kondisi ibunya yang tidak mengalami dampak besar setelah kehilangan satu ginjalnya.
Keceriaan Rezkiana terlihat saat Tribun Sumsel mengunjungi kediamannya.
Ia yang tinggal berempat bersama seorang adiknya tampak sangat akrab satu sama lain. Sambil menonton televisi Rezkiana tampak bergurau dengan ibunya. Abas ayahnya sesekali menimpali percakapan keduanya.
Suasana bahagia itu diharapkan Abas tetap terus terjaga. Ia tidak mau lagi ada diantara keluarganya yang mengalami sakit.
"Cukuplah melihat Rezkiana sehat kembali. Saya sudah bersyukur," jelasnya
Diceritakan Abas, saat mengetahui putrinya didiagnosa mengalami gagal ginjal dirinya sangat terpukul. Selain tidak tahu apa yang harus dilakukan, ia juga memikirkan biaya pengobatan yang tidak sedikit.
Rezkiana dirawat di rumah sakit sejak bulan Agustus 2015. Sejak itu pula dirinya tidak bisa tidur nyenyak. Memikirkan nasib anaknya.
Apalagi dokter menyarankan agar Rezkiana harus melakukan cuci darah dua kali seminggu.
Beruntung Abas dan anggota keluarganya memegang Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan.
"Awal pertama diluncurkan, kami sekeluarga sudah diberi KIS," ujarnya
Selama anaknya menjalani proses cuci darah Abas cukup membawa KIS dan anaknya langsung mendapatkan penanganan dari rumah sakit.
"Alhamdulilah selama Rezki cuci darah tidak ada masalah dengan KIS. Lancar saja," tambahnya.
Demikian pula saat dokter memutuskan untuk melakukan operasi transplantasi ginjal. Ia tidak menyangka jika ada yang menanggung semua biayanya.
Ia hanya diminta oleh pihak rumah sakit untuk mendatangi kantor BPJS Kesehatan Palembang untuk mengurus beberapa berkas. Bahkan pihak rumah sakit turut serta membantu mengurusnya.
"Perasaan sewaktu mengurus itu (BPJS Kesehatan) masih ada yang belum selesai. Tapi Rezki sudah menjalani operasi. Dan sampai sekarang tidak ada sepeserpun biaya yang kami keluarkan," lanjutnya.
Ia sangat berterima kasih kepada BPJS Kesehatan serta pihak rumah sakit yang telah mengembalikan anaknya seperti sediakala.
"Bisa berkumpul lagi seperti ini rasanya sudah sangat bersyukur. Banyak terimakasih kepada semua pihak yang membantu operasi anak saya," ujarnya.
Dirut RSMH Palembang, Dr Mohammad Syahrir , Sp.P MPH mengatakan, pelayanan pengobatan transplantasi ginjal bagi penderita gagal ginjal menjadi jalan terbaik. Pasalnya dengan pengobatan ini tingkat kehidupan pasien bisa menjadi normal kembali.
“Pasien gagal ginjal bisa melakukan transplantasi ginjal di RSMH, sehingga tidak perlu dirujuk ke Jakarata atau ke luar negeri lagi,” jelasnya
Diakuinya, pengobatan transplantasi ginjal ini akan bisa dicover bagi pengguna kartu layanan kesehatan BPJS Kesehatan.
Lanjut ia, tarif satu kali pengobatan transplantasi ginjal ini bisa memakan biaya sebesar Rp 300 hingga Rp 400 juta. “
Peserta BPJS ditanggung sebesar Rp 250 juta.
Sebelumnya, pengobatan transplantasi ginjal akan dilakukan di pulau jawa, dimana pasien akan dirujuk terlebih dahulu.
Tentu ini akan membuat pasien memerlukan biaya lebih untuk hidup di sana, sehingga ketika RSMH sudah membuka layani transplantasi ini diharapkan masyarkat tak kesulitan lagi menjalani pengobatan.
“ Pasien dari Lampung, Jambi , hingga bengkulu semua bisa langsung ke RSMH untuk mendapatkan pengobatan tranplantasi ginjal ini pastinya ini akang sangat membantu sekali,” urainya.
Sambung ia, dengan semakin banyak kasus penderita gagal ginjal akibat dari kencing manis dan hipertensi, membuat pengobatan transplantasi ginjal menjadi jalan yang terbaik dan sangat tepat.
Ketua Penefri Sumsel, Dr Ian Effendi SpPS KGH Finasim yang juga spesilais ginjal RSMH Palembang mengatakan dari tahun 2007 pihaknya sudah mengecek pasien gagal ginjal kronik.
Berdasarkan data yang didapat, ada sekitar 160-200 pasien dari jumlah penduduk di Palembang.
Maka itu pihaknya berharap, adanya transplatasi ginjal ini dapat meminimalisir penderita gagal ginjal kronik.
"Kendalanya ada pada pendonor. Sampai saat ini kita menganut donor hidup, bisa dari keluarganya atau orang lain. Tetap saja golongan darahnya harus sama, jika tidak maka terjadi reaksi penolakan dari tubuh," jelasnya