Enggan Mengemis, Bocah 12 Tahun Penderita Leukimia Pilih Jualan Pempek Buat Hidupi Keluarganya

Bocah yatim sejak usia empat tahun itu, sangat sederhana. Boleh disebut, hidupnya penuh kekurangan.

Facebook

TRIBUNSUMSEL.COM-"Kalau hari ini tidak jualan pempek, kami mau makan apa."
Kalimat itu keluar dari mulut Bayu Pranata (12), warga Jalan Pahlawan12, Kelurahan Kacangpedang RT 07 RW 03, KotaPangkalpinang, Rabu (7/9/2016).

Bocah yatim sejak usia empat tahun itu, sangat sederhana. Boleh disebut, hidupnya penuh kekurangan.

Namun, kegigihan dan semangatnya menjalani hidup tak bisa dipandang biasa-biasa saja. Divonis menderita penyakit leukimia sejak usia tiga tahun, tak membuat siswa kelas satu SMP Islam Terpadu (IT) NU Pangkalpinang itu terpuruk dan putus asa.

Justru, cara Bayu memaknai hidup sangat menginspirasi. Bagi dia, tak ada kata menyerah selama nyawa masih dikandung badan.

"Saya tidak mau diberi cuma-cuma, bukan hak saya. Kalau mau membantu, beli saja pempek punya mamak," ucap Bayu, saat ditemui di rumah kontrakan yang ditempati bersama ibunya, Venti Dahlia (45) dan adik serta kakak perempuannya.

Di kontrakan sederhana dengan satu kamar dan dapur seadanya itu, Bayu sekeluarga hidup bahagia. Tak pernah sekalipun dia mengeluh, apalagi protes kepada Tuhan lantaran dilahirkan dalam impitan ekonomi.

Di ruang tamu, tanpa kursi dan barang berharga lainnya, Bayu kerap melantunkan salawat Nabi Muhammad Saw menjelang tidur untuk adik bungsunya, Nazila (7). Tampak, kondisi dapur disesaki sejumlah barang, termasuk perabotan ibunya membuat pempek.

Sudah sepuluh tahun, mereka hidup berimpitan di rumah dengan biaya sewa Rp 500 ribu per bulan itu. Sebuah poster bergambar Syeh Abdul Qadir Jailani menjadi penghias tempat Bayu biasa meletakkan tas dan baju di ruang tamu. Ia adalah pengagum ulama dan ahli tasawuf tersebut.

"Cita-cita saya mau jadi ustaz. Sekitar dua tahun lalu, saya pernah bermimpi dibawa orang berjubah putih ke atas awan, mengajak keliling seperti di atas burung besar," kata Bayu.

Hari-hari Bayu sangat sibuk dan nyaris tidak ada waktu bermain, seperti anak sebayanya. Menjelang Subuh, dia sudah bangun.

Jika ada pelajaran sekolah yang perlu dipahami, dia menyempatkan ‎diri belajar. Pukul 06.00, bocah kurus berkulit sawo matang itu mengayuh sepeda ke sekolahnya, di sekitar Masjid Jamik Pangkalpinang.

Sepeda pemberian seorang dermawan itu, sangat membantu Bayu menempuh jarak sekitar empat kilometer dari rumah.

Usai jam sekolah, dia belajar mengaji di sekolah yang berakhir pukul 13.30 WIB.

Selanjutnya, Bayu bergegas pulang ke rumah, lalu istirahat sebentar.

"Setelah belajar mengaji di dekat rumah, saya siap-siap mau jualan pempek punya mamak. Dari rumah jalan kaki, ke arah SMPN 2 Kacangpedang. Kalau kebetulan ketemu Magrib, saya salat di Masjid Baitul Hikmah dekat sekolah itu," ujarnya.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved