KontraS Ungkap Kesalahan Densus 88 Polri Saat Tangkap Siyono Lalu Meninggal Dunia

atasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri diduga kuat melakukan berbagai pelanggaran saat menangkap seorang

Tribunnews.com/Eri Komar Sinaga
Staf Divisi Hak Sipil dan Politik Komisi Untuk Orang Hilan dan Tindak Kekerasan (Kontras) Satrio Wirataru memberikan keterangan pers terkait kematian terduga teroris, Siyono, Jakarta, Sabtu (26/3/2016). 

TRIBUNSUMSEL.COM-Datasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri diduga kuat melakukan berbagai pelanggaran saat menangkap seorang terduga teroris, Siyono.

Siyono adalah warga Klaten yang ditangkap Densus 88 pada 8 Maret 2016.

Staf Divisi Hak Sipil dan Politik Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Satrio Wirataru mengatakan Densus menangkap Siyono tanpa dibekali surat perintah penangkapan.

Menurut Wiro, Densus hanya mengatakan ada urusan utang piutang sehingga harus membawa Siyono dari kediamannya.

"Bahkan yang menangkap mereka tidak tahu siapa dan tiba-tiba ada serombongan personel bersenjata laras panjang untuk menggeledah. Disita satu sepeda motor dan majalah TK (taman kanak-kanak)," kata Satria di kantornya, Jakarta, Sabtu (25/3/2016).

Keluarga Siyono bukan main kagetnya katika keesokan harinya mendapat kabar dari seserong yang mengaku polisi.

Polisi tersebut menyampaikan kabar jika Siyono sudah meninggal dunia dan keluarga diminta mengambil jenazah di Jakarta.

"Untuk nge-print surat penangkapan saja tidak diberikan ke keluarga. Ini ada semangat dari Densus 88 tidak dibarengi semangat akuntabiilitas. Ini sangat berbahaya," kata Satria.

Satria menduga kuat Densus memanfaatkan kondisi keluarga Siyono yang buta huruf.

Ayah Siyono, Marso, diminta polisi menandatangani surat tidak akan menuntut terkait kematian Siyono.

"Orang tua Siyono diintimidasi Pihak Polres dan juga kades. Saat itu orang tua diminta menandatangani surat pertanggungnjawaban dan diminta mengikhlaskan," beber Satria.

Kesalahan lain yang dilakukan Densus adalah saat menangkap Siyono, dia hanya dikawal satu orang.

Menurut Satria, satu orang pengawal adalah aneh mengingat Densus mengidentifikasi Siyono adalah terduga teroris.

"Padahal SOP mengawal itu dua orang untuk tahanan biasa. Kalau teroris SOP tentu lebih tinggi," tukas Satria.

Satria kembali mengingatkan maladministrasi yang dilakukan Densus pada Desember 2015 saat Densus menangkap dua terduga teroris oleh di Solo, Jawa Tengah bernisial AP dan NS.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved