Tak Ada Pilihan, Dokter Ini Operasi Perutnya Sendiri dari Usus Buntu Agar Tetap Hidup
Tapi, ada seorang dokter yang mengoperasi perutnya sendiri. Apa yang dia pikirkan hingga mengoperasi perutnya sendiri?
TRIBUNSUMSEL.COM - Operasi adalah hal yang ditakutkan oleh banyak orang. Jika disuruh memilih, orang tidak ingin dioperasi, kecuali kalau keadaan memaksa dan mengharuskan.
Dilansir Elitereaders, Selas (10/11/2015) operasi tentu dilakukan oleh dokter yang sudah ahli karena akan membuka tubuh dan organ-organnya.
Tapi, ada seorang dokter yang mengoperasi perutnya sendiri. Apa yang dia pikirkan hingga mengoperasi perutnya sendiri?
5 November 1960, sebuah tim ekspedisi yang terdiri dari 11 ilmuwan dan satu dokter terdampar di kawasan paling terpencil di Rusia.
Mereka telah melakukan perjalanan panjang selama 36 hari melalui laut dari Rusia. Setidaknya kapal baru akan kembali satu tahun lagi.
Di tengah-tengah misinya, seorang dokter Rusia, Leonid Rogozov tiba-tiba mengalami sakit perut luar biasa.
Pada 29 April 1961 pagi, tubuhnya menggigil di balik dinginnya salju.
Perutnya sakit, mual, demam dan lemas. Kondisinya terus memburuk semakin malam.
Keesokan harinya, upaya membawa dokter ini ke rumah sakit pun gagal ditempuh lantaran badai salju parah di sekitar stasiun Novolazarevskaya.
Belum lagi jarak yang harus dilewati untuk ke rumah sakit lebih dari 1.600 km.
Saat itu, pilihan Rogozov hanya dua. Meninggal karena risiko komplikasi usus buntu atau bertahan hidup dengan menjalani operasi sendiri.
Upaya terakhir akhirnya dilakukan. Pukul 02.00 waktu setempat, dia meminta bantuan dari supir dan meteorologi untuk memegang cermin agar dia bisa melihat bagian dalam perutnya.
Sambil berbaring dan tubuh condong ke depan, Rogozov mulai melakukan operasinya.
Dimulai dengan pemberian anestesi lokal menggunakan larutan novocaine 0,5%.
Setelah itu dia mulai membedah perutnya, membuat sayatan 10-12 cm dari dinding perut, dan membuka peritoneum (ruang di dalam perut bagian bawah).