Istri Dede Yusuf: Saat Ini sedang Terjadi Krisis Pembatik

Popularitas batik yang kian hari kian tersohor, ternyata berbanding terbalik dengan jumlah regenerasi pembatik yang menurun drastis.

Editor: Weni Wahyuny
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Perajin batik tulis di sanggar batik Katura, Desa Trusmi, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (25/9/2013). Lama pembuatan batik sekitar 100 hari dengan harga jual batik tulis halus berkisar Rp 3 juta hingga Rp 15 juta. 

TRIBUNSUMSEL.COM – Popularitas batik yang kian hari kian tersohor, ternyata berbanding terbalik dengan jumlah regenerasi pembatik yang menurun drastis.

Ketua Umum Yayasan Batik di Jawa Barat, Sendy Dede Yusuf, mengatakan bahwa betul saat ini sedang terjadi krisis pembatik, khususnya batik tulis.

"Saat ini sudah mulai krisis, anak-anak dan cucu-cucunya pembatik itu tidak mau membatik lagi, mereka lebih banyak memilih bekerja jadi buruh pabrik, atau mencari pekerjaan di kota. Jadi yang mau meneruskan sudah sangat sedikit sekali. Padahal batik sekarang sudah jadi kebutuhan sandang.  Ini tantangan untuk kita semua,  mereka harus bisa diberi pemahaman bahwa mereka sebenarnya bisa sukses menjadi pengusaha batik," ucapnya pada Kompas Female pada peluncuran buku Batik Pesisir Selatan Jawa Barat di Galleries Lafayette dan Yayasan Batik Jawa Barat.  

Masalah minimnya regenerasi pembatik, menurut Sendy, bukan hanya tugas pemerintah tetapi juga tugas dari masyarakat untuk menyadarkan betapa pentingnya hal ini.

Lebih lanjut, istri dari Dede Yusuf ini menyarankan untuk menyertakan pengetahuan soal batik pada  kurikulum sekolah, yakni dalam muatan lokal.

"Memang sudah ada beberapa sekolah yang menerapkan hal ini, terutama jurusan SMK sudah ada.  SD atau SMP dapat kita berikan bantuan seperti kompor dan lain sebagainya, yang nantinya sekolah yang akan mengajarkan kecintaan anak-anak pada batik," terangnya.

Sendy sangat mengharapkan pemerintah khususnya kementrian pendidikan dan kebudayaan dapat menjadikan batik sebagai muatan lokal di sekolah.

Kemudian, melanjuti Sendy, seorang pengusaha batik dan bordir dari Jawa Barat, Ledie, yang sekarang telah mempekerjakan sekitar 25 perajin, menyatakan bahwa betul saat ini terjadi krisis regenerasi batik.

Menurut Ledie, ini  bukan sekedar disebabkan oleh faktor keuangan tetapi lebih kepada faktor kerumitan dalam pembuatan batik ataupun bordir tradisional. Ledie juga mengakui bahwa gaji yang diberikan kepada para perajinnya sudah sangat lumayan.

Apresiasi dan penghargaan yang diberikan Ledy tak hanya sebatas pada perajin yang sudah menghasilkan, tapi juga pada karyawan yang baru belajar membatik dan belum menghasilkan.  

Namun demikian, Ledy mengakui bahwa sangat sulit untuk menarik minat generasi muda untuk membatik. "Anak-anak sekarang kan  maunya yang mudah dan serba cepat, instan," ujar pemiliki merek batik Wonderful tersebut.

Sumber: Kompas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved