Swara Irma
Rajawali Terbang Tinggi
Manalah bisa membuat anak mandiri bila digelayuti kecemasan semacam itu. Akhirnya aku ngobrol dengan Weny, jarang kami berbicara panjang
"Mimaaa, pak Rektor rindu anaknyo, suruhlah balik dulu Manda tu, kasian Ubaknyo oi!’
Pesan itu muncul di WA, whatsap, dari Weny, sobatku. Wah, dalam hati aku mbatin, ini si Ijul mulai lagi, tak menyampaikan pesan sendiri, malah mencari penyambung lidah.
Kujawab bahwa Manda sedang ke Bandung, dia baru 3 hari di Jakarta, rencananya ia mau magang atau mencari pengalaman. Manda sudah lulus sarjana hukum dan belum bekerja tetap.
Persoalannya, temanku yang namanya Ijul itu selalu khawatir bila anaknya jauh darinya, padahal Manda sedang menginap di rumah kami. Aku sudah seperti ibunya. Ia sudah sarjana, sebetulnya dia ingin mulai berdikari, baik secara mental maupun finansial, namun selalu terbelah hatinya oleh pikiran ‘Kasihan Papa'.
Manalah bisa membuat anak mandiri bila digelayuti kecemasan semacam itu. Akhirnya aku ngobrol dengan Weny, jarang kami berbicara panjang lebar soal anak, karena masing masing sibuk saja.
Kami membahas, jika menyayangi anak, sebaiknya kita beri kesempatan untuk menjauh, agar sang anak dapat menemukan diri sendiri. Kebetulan aku baru saja menginap di apartemen Mandy, anakku yang sulung, usianya 26 tahun, terkesima aku melihat caranya mengatur rumah tanpa meminta bantuanku sedikitpun.
Ia ingin membuat kejutan dengan mengundangku ketika semua sudah beres dan nyaman, dan berhasil!, sungguh terharu dan bangga aku dalam melihat upayanya yang gigih.
Pertama kali Mandy ingin mandiri, akupun merasa agak berat karena kami masih tinggal di kota yang sama. Dimulai dua tahun lampau, saat ia baru bekerja di SCTV sembari kuliah dengan gaji pas pas an. Mulanya aku agak cemas memikirkan bagaimana ia bisa hidup sendiri, akhirnya kurelakan ia keluar rumah untuk belajar berdikari.
Lantas Weny bercerita soal Fira, anaknya yang ingin kuliah diluar Palembang, pasca sarjana nanti. Ibunya rada berat hati, karena tak biasa berpisah, sang anak berkata, ‘Bu, burung tak kan bisa terbang jika sayapnya tak bisa terkepak dan tak dilatih terbang’.
Anak yang bijak dengan perkataan yang menohok. Kami terkekeh, lalu aku balik bertanya pada Weny, ‘Kito ni mbesakke anak mangko mandiri, tapi amun dandak ngelepaske, laju makmano?? ‘
‘Biarkelah oi anak tu nak terbang, jauh dari kito. Biarkela budak budak tu tau tantangan idup ni, biarkela gek numbur, dijulakke wong, kecewo, sakit hati, patah hati, itu proses yang kito dak pacak halangi. Malah kasian amun dak pernah ngalami dewek, biarke be, mangko pacak kuat dan tangguh’
Anakku sudah mandiri satu, jadi aku bisa berbagi saran. Lebih cepat mereka mandiri, lebih baik. Aku mulai berpenghasilan sejak umur 21 tahun, dengan menjadi atlit bowling dan mengajar bahasa Inggris semasa kuliah di UI dulu.
Aku masih tinggal dengan orang tua, baru betul-betul mandiri setelah bersuami. Masih kalah dengan anakku Mandy dan sobatku Weny, yang beranjak meninggalkan rumah dan mampu mandiri sebelum menikah.
Di satu sisi, sebagai orang tua, kita kerap mengatasnamakan kasih sayang agar anak tetap berada di dekat kita, tanpa menyadari bahwa itu mungkin sikap yang egois.
Di sisi lain, kita paham bahwa tak mungkin seorang anak dapat menemukan jati dirinya selama ia berada di dekat orang tuanya. Terus diurus, dan dilindungi. Dengan begitu mereka tak akan pernah bisa merasakan hakekat perjuangan dan jatuh bangun kehidupan.Karena nyaman dalam naungan orang tua.