Sepanjang 2018 Kejari Prabumulih Selamatkan Rp 315 Juta Uang Negara

Upaya Kejaksaan Negeri (Kejari) kota Prabumulih untuk menekan tindak pidana korupsi dan kerugian negara, perlu mendapat apresiasi.

Penulis: Edison | Editor: Kharisma Tri Saputra
TRIBUNSUMSEL.COM/EDISON
Kasi Pidsus Kejari Prabumulih, Budi Harahap SH MH 

Laporan wartawan Tribunsumsel.com, Edison Bastari

TRIBUNSUMSEL.COM, PRABUMULIH - Upaya Kejaksaan Negeri (Kejari) kota Prabumulih untuk menekan tindak pidana korupsi dan kerugian negara, perlu mendapat apresiasi.

Pasalnya, sepanjang 2018 Kejari Prabumulih berhasil mengembalikan uang kerugian negara sekitar Rp 315 juta dan melakukan pendampingan pengerjaan proyek pembangunan sebanyak 66 paket.

"Kami tentunya akan terus berupaya menekan kerugian negara yang telah terjadi maupun melakukan upaya pencegahan baik melalui sosialisasi maupun pendampingan melalui Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) proyek pemerintah," ungkap Kajari Prabumulih, M Husein Admaja SH MH didampingi Kasi Intel, Hamdan SH dan Kasi Pidsus, Budi Harahap SH MH kepada wartawan belum lama ini.

Kasi Pidsus, Budi Harahap SH MH mengatakan, pengembalian uang negara yang berhasil diselamatkan berjumlah Rp 315 juta tersebut berasal dari kasus lama dimana pihaknya melakukan penyitaan aset.

"Pengembalian kerugian negara itu terkait kasus lama suami-istri tahanan kota dimana ada tenggat waktu dan dikembalikan sebesar Rp 315 juta, ada putusan pidana 6 bulan dan jika tidak dilaksanakan akan kena denda lagi Rp 400 juta," katanya.

Sementara Kasi Intel, Hamdan menambahkan, untuk antisipasi tindak pidana dan penyimpangan proyek pembangunan pihaknya juga melakukan pendampingan program pembangunan pemerintah.

Dimana pada 2018 mengalami peningkatan menjadi 66 paket dari 2017 yang hanya 23 paket.

"Pendampingan TP4D dilakukan untuk mengantisipasi agar pembangunan tidak menyimpang dan sesuai dengan ketentuan," ujarnya.

Hamdan menjelaskan, dalam pendampingan sendiri sedikit kendala dihadapi yakni masalah pemohon yang idealnya melakukan pendampingan sejak awal namun ada yang justru dari pertengahan pelaksanaan, serta Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang tidak aktif dalam koordinasi.

"Selain kendala anggota, kita kendala pemohon yang melakukan pendampingan setelah pertengahan proyek jalan padahal seharusnya dari awal."

"Pemohon dalam hal ini PPTK tidak aktif berkoordinasi, mereka kesannya mengerti tapi tidak mau mengajak ketika turun lapangan," jelasnya.

Langkah dilakukan Kejaksaan menurut Hamdan yakni pihaknya aktif menghubungi dan jemput bola terkait pelaksana maupun pemohon pendampingan.

"Karena tentu jadi beban moral dan kita harus bekerja profesional, kita tentu tidak mau lembaga hanya dijadikan tempat berlindung sementara pekerjaan tidak baik," lanjutnya seraya mengatakan tahun ini dinas Perumahan dan Pemukiman mengajukan 23 item PL untuk pendampingan.

Disinggung apakah efektif dengan adanya T4PD proyek pembangunan, Hamdan menuturkan, tujuan pendampingan selain menghindari tindakan menyimpang dalam proyek pembangunan juga untuk mengatasi tindakan kriminalisasi terhadap pemerintah dan penyerapan anggaran.

"Tentu efektif karena tujuan untuk tidak takut dikriminalisi, sehingga mereka tidak takut bekerja, kalau mereka takut tentu anggaran menjadi tidak terserap, itu yang diantisipasi juga," bebernya.(eds)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved