Kunci Jawaban

Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 11 Kurikulum Merdeka Halaman 40, Saat Ayah Meninggal Dunia

rtikel berikut memuat Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 11 Kurikulum Merdeka Halaman 40, Saat Ayah Meninggal Dunia. 

Penulis: Vanda Rosetiati | Editor: Vanda Rosetiati
GRAFIS TRIBUN SUMSEL/VANDA
ILUSTRASI KUNCI JAWABAN - Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 11 Kurikulum Merdeka Halaman 40. Soal pada buku Bahasa Indonesia Tingkat Lanjut: Cakap Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI (Edisi Revisi) ditulis Rahmah Purwahida, Maman.(KemendikbudRistek 2024). 

TRIBUNSUMSEL.COM - Artikel berikut memuat Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 11 Kurikulum Merdeka Halaman 40, Saat Ayah Meninggal Dunia. 

Kunci Jawaban untuk soal pada buku Bahasa Indonesia Tingkat Lanjut: Cakap Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI (Edisi Revisi) ditulis Rahmah Purwahida, Maman.

Buku diterbitkan Penerbit Pusat Kurikulum dan Perbukuan KemendikbudRistek 2024. (Kunci jawaban kelas 11 kurikulum merdeka lainnya silakan klik di sini)

Pada halaman 40 memuat soal Latihan Bab II Mengapresiasi Prosa Bagian A Membaca Teks Prosa. 

Selengkapnya soal dan kunci jawaban  Bahasa Indonesia Kelas 11 Kurikulum Merdeka halaman 40diolah dari Buku Panduan Guru dan disempurnakan aplikasi kecerdasan buatan atau AI. 

__________

Bahasa Indonesia Kelas 11 Kurikulum Merdeka Halaman 40 

LATIHAN

Untuk mengasah kemampuan kalian, berlatihlah membaca apresiatif teks cerpen berikut.

1. Bacalah teks cerpen "Saat Ayah Meninggal Dunia" karya Djenar Maesa Ayu.

2. Bagian mana yang kalian hargai sebagai kelebihan atau kekuatan teks?

3. Apa yang menarik perhatian kalian setelah selesai membaca teks?

4. Apa yang paling berkesan bagi kalian setelah selesai membaca teks?

5. Bagaimana perasaan kalian setelah selesai membaca teks?


KUNCI JAWABAN:

1. Teks cerpen "Saat Ayah Meninggal Dunia" karya Djenar Maesa Ayu. 

Saat Ayah Meninggal Dunia
Karya: Djenar Maesa Ayu

Saya bertemu dengannya beberapa saat setelah ayah meninggal dunia. Saat pagi hari lebih menyerupai malam hari. Saat gurat senja lebih menyerupai lukisan nestapa. Saat kelopak bunga lebih menyerupai kelopak mata luka. Saat rintik hujan lebih menyerupai jarum kepedihan. Kehidupan mendadak lebih menyerupai kematian. Seperti ada yang merenggut paksa lalu menghempaskan saya ke lubang yang lebih kelam daripada kelir malam. Dan induk dari segala
sunyi menyambangi.

Saat itu tamu-tamu, baik saudara maupun kerabat dekat ayah sudah mulai berdatangan. Teman-teman saya pun datang dan itu membuat saya heran. Dari mana mereka mendapat kabar? Saya sama sekali belum sempat memberi kabar. Dan peristiwa itu terjadi saat saya masih berumur sebelas tahun, sekitar tahun delapan puluhan. Tidak seperti zaman sekarang di mana kita bisa tahu
segala hal mulai dari pensil alis merek apa yang seseorang kenakan hari ini, makanan apa yang mereka konsumsi malam tadi, dan segala hal remeh-temeh lewat sosial media, zaman itu telepon genggam pun kami tak punya. Satu-satunya alat komunikasi di rumah kami hanyalah telepon warna jingga yang tak henti-hentinya berdering tanpa bisa saya mute atau reject, kecuali dengan cara
mengangkat gagang telepon lalu menutup kembali atau dengan cara mencabut kabelnya. Tapi otak saya tengah enggan berpikir.

Keheranan saya begitu saja menguap di antara lantunan para tamu yang tengah berdzikir. Ucapan belasungkawa yang tak berhenti mengalir. Sedusedan. Pertanyaan-pertanyaan. Yang semua terdengar bagai suara ledakan kembang api yang selalu saya benci. Melengking dengan notasi tinggi sebelum menggelegar, bergetar di langit hitam yang mendadak warna-warni. Saya selalu benci dengan keindahan sejenis itu. Keindahan yang congkak, pekak, begitu memaksa untuk diakui. Dan saya membenci semua suara yang saya dengar saat itu. Selain satu suara, dari mulutnya yang tak sekali pun berkata-kata. (Kutipan dari buku Bahasa Indonesia Tingkat Lanjut: Cakap Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI (Edisi Revisi) ditulis Rahmah Purwahida, Maman.)


2. Kelebihan atau kekuatan teks ini terletak pada gaya bahasanya yang puitis dan penuh metafora. Penulis mampu menggambarkan kesedihan dan kehilangan dengan bahasa yang indah namun juga menyayat hati. 

Selain itu, penggambaran suasana duka dibuat sangat kuat sehingga pembaca dapat ikut merasakan kesepian tokoh.

3. Hal yang menarik perhatian adalah munculnya sosok misterius "ia" yang hadir tanpa kata-kata, tetapi memberi ketulusan dan rasa tenang pada tokoh utama. 

Kehadiran sosok ini menghadirkan nuansa surealis dan membuka ruang tafsir: apakah itu imajinasi, roh ibu, atau simbol lain dari rasa kehilangan.

4. Hal paling berkesan adalah penggambaran tokoh utama yang lebih sakit hati menghadapi kehidupan sosial setelah kematian ayah dibanding menghadapi kematian itu sendiri. 

Rasa kecewa pada simpati yang palsu dan kebutuhan akan ketulusan membuat cerita ini menyentuh dan mendalam.

5. Setelah membaca teks, saya merasa sedih, haru, sekaligus terhenyak. Cerita ini membuat saya merenung tentang arti kehilangan, kesepian, dan pentingnya ketulusan dalam memberi simpati. 

Ada perasaan empati terhadap anak yang harus menghadapi duka besar sekaligus kesendirian pada usia yang sangat muda.

====

*) Disclaimer:
Artikel ini hanya ditujukan kepada orang tua untuk memandu proses belajar anak.
Sebelum melihat kunci jawaban, siswa harus terlebih dahulu menjawabnya sendiri, setelah itu gunakan artikel ini untuk mengoreksi hasil pekerjaan siswa.

Demikian Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 11 Kurikulum Merdeka Halaman 40, Saat Ayah Meninggal Dunia.

Baca juga: Kunci Jawaban Informatika Kelas 11 Kurikulum Merdeka Halaman 33, Bab 2: Aktivitas SAP-K11-05-U

Baca juga: Kunci Jawaban Agama Islam Kelas 11 Semester 1 Halaman 94 Kurikulum Merdeka, Penilaian Pengetahuan

Baca berita dan artikel lainnya langsung dari google news

Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved