Kasus Korupsi Adik Jusuf Kalla
Resmi Tersangka Korupsi PLTU, Inilah Peran Halim Kalla Adik Jusuf Kalla Rugikan Negara Rp1,35 T
proyek ini gagal dimanfaatkan sejak 2016 meski telah diaddendum sebanyak 10 kali hingga 2018.
TRIBUNSUMSEL.COM - Pengusaha Halim Kalla, adik dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, resmi jadi tersangka dugaan korupsi Proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat.
Tak sendiri, Halim Kalla jadi tersangka bersama pihak lainnya, salah satunya mantan Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar.
Penetapan tersangka diumumkan oleh Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
“Tersangka FM sebagai Direktur PLN saat itu, pihak swasta HK (Direktur PT BRN), RR (Dirut PT BRN), dan HYL (Dirut PT Praba),” kata Kakortas Tipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo.
PLTU 1 Kalbar berkapasitas 2x50 megawatt di Kabupaten Mengkawah, Kalimantan Barat, diketahui dimulai pada 2008 dengan pendanaan dari kredit komersial Bank BRI dan BCA melalui skema Export Credit Agency (ECA).
Namun, proyek ini gagal dimanfaatkan sejak 2016 meski telah diaddendum sebanyak 10 kali hingga 2018.
“Proyek PLTU diduga melawan hukum penyalahgunaan wewenang sehingga pekerjaan mengalami kegagalan alias mangkrak sejak 2016,” kata Cahyono.
Addendum adalah tambahan klausul dalam kontrak yang dibuat secara terpisah namun tetap menjadi bagian sah dari perjanjian pokok.
Peran Halim Kalla
Proyek PLTU senilai Rp1,254 triliun diduga bermasalah sejak awal.
Penyelidikan pun dilakukan sejak 2021 dan dilimpahkan ke Bareskrim Polri pada 2024.
Dirtindak Kortas Tipidkor Polri, Brigjen Totok Suharyanto, membeberkan peran Halim Kalla dalam perkara ini.
"FM selaku dirut PLN telah melakukan pemufakatan untuk memenangkan salah satu calon dengan tersangka HK dan tersangka RR selaku pihak PT BRN dengan tujuan untuk memenangkan lelang PLTU 1 Kalimantan Barat," katanya kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
Kerugian Negara
PLTU yang berlokasi di Desa Jungkat, Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah itu, sejatinya menjadi bagian dari penguatan infrastruktur energi nasional.
Namun, proyek yang dimulai sejak 2008 justru mangkrak sejak 2016 dan dinyatakan “total loss” oleh BPK.
Ditaksir, kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi proyek PLTU Kalbar ini, mencapai Rp 1 triliun.
“Kalau kursnya sekarang Rp16.600 per dolar AS, berarti kerugian negara kurang lebih Rp1,350 triliun,” jelas Cahyono.
Kronologi
Diberitakan sebelumnya, PLTU Kalbar-1 dilelang pada 2008 dengan pendanaan dari PT PLN (Persero), bersumber dari kredit komersial Bank BRI dan BCA melalui skema Export Credit Agency (ECA).
Selanjutnya, pemenang lelang ditetapkan sebagai konsorsium Kerja Sama Operasi (KSO) BRN, yang dipimpin Halim Kalla.
Tetapi, konsorsium dinilai tidak memenuhi sejumlah persyaratan prakualifikasi dan teknis.
Mereka tak memiliki pengalaman membangun pembangkit tenaga uap minimal 25 MW, tidak menyerahkan laporan keuangan audited tahun 2007, dan tidak menyampaikan dokumen SIUJKA.
“Penetapan pemenang lelang dilakukan meski konsorsium tidak memenuhi syarat teknis dan administratif. Ini menjadi titik awal rangkaian pelanggaran yang berujung pada kerugian negara,” kata Cahyono.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsorsium adalah himpunan beberapa pengusaha yang mengadakan usaha bersama; kumpulan pedagang dan industriawan; perkongsian.
Adapun kontrak pekerjaan senilai USD 80 juta dan Rp507 miliar ditandatangani pada 11 Juni 2009 antara RR dan Fahmi Mochtar.
Seluruh pekerjaan kemudian dialihkan kepada pihak ketiga, yakni PT PI dan QJPSE, perusahaan energi asal Tiongkok.
“Seluruh pekerjaan dialihkan ke pihak ketiga tanpa dasar hukum yang jelas. Proyek mangkrak, tapi uang sudah mengalir,” tambah Cahyono.
Pembangunan PLTU gagal dimanfaatkan sejak 2016, meski kontrak telah direvisi sepuluh kali hingga 2018.
Menurut laporan investigatif BPK RI, proyek ini menimbulkan indikasi kerugian negara sebesar USD 62,410 juta dan Rp323,2 miliar.
Polri menyebut kasus ini sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum dalam pengadaan barang dan jasa.
Dugaan Aliran Dana Suap
Kemudian, Polri mendalami dugaan aliran dana dari konsorsium BRN melalui PT PI kepada sejumlah pihak yang diduga menerima suap.
Cahyono menyebut, ada beberapa pihak yang menerima aliran uang.
"Untuk mendalami dan menyempurnakan kami perlu alat bukti tambahan," ucapnya.
Sosok Halim Kalla
Halim Kalla, adik mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla ini, lahir di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, pada 1 Oktober 1957.
Tahun ini, ia memasuki usia 68 tahun.
Pada tahun 2006, Halim Kalla pernah menjadi pengusaha satu-satunya yang berani memperkenalkan Digital Cinema System (DCS) di Indonesia.
DCS itu menjadi revolusi teknologi dalam pembuatan, peredaran, dan penayangan film di bioskop.
Halim Kalla juga pernah menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tahun 2009.
Dikutip dari situs resmi KPU RI, Halim pernah menjabat sebagai Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan II periode 2009-2014.
Pria yang menamatkan pendidikan tinggi di State Univ. of New York at Buffalo, USA, ini juga merupakan Direktur Utama Intim Wira Energi Wisma Nusantara Jakarta.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul topik Kasus Korupsi PLTU Kalbar
Baca berita lainnya di Google News
Bergabung dan baca berita menarik lainnya di saluran WhatsApp Tribunsumsel.com
Cara Daftar Program Magang Kemenaker 2025 di Perusahaan BNI, BTN dan KAI Bagi Fresh Graduate |
![]() |
---|
Urutan Doa Rosario Katolik Hari Selasa 7 Oktober 2025 Peristiwa Sedih, Lengkap Tata Caranya |
![]() |
---|
Ngaku Jaksa dari Kejagung, Pria Ini Ditangkap di OKI Saat Hendak Temui Bupati |
![]() |
---|
Chord Gitar Alamak Rizky Febian feat Adrian Khalif, Viral dan Trending Youtube |
![]() |
---|
Berdamai dengan Sahara, Yai Mim Adukan Kelakuan Ketua RT ke Dedi Mulyadi : Ini yang Ngusir Saya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.