Berita Viral
Alasan Muhamad Anugrah Ajukan Uji Materi UU Perkawinan, Merasa Hak Konstitusi Dirugikan
Muhammad Anugrah Firmansyah mengajukan uji materi Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi.
Ringkasan Berita:
- Mengajukan uji materi Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi, Muhammad Anugrah Firmansyah.
- Ia menilai ketentuan multitafsir dan menimbulkan ketidakpastian hukum terkait pencatatan perkawinan antaragama.
- Karena tidak bisa menikah dengan pasangannya yang berbeda agama, dia merasa dirugikan secara konstitusional
- Permohonan ini diajukan dengan pendekatan baru, menyoroti ketidakjelasan norma dan fakta hukum baru berupa SEMA 2/2023 yang melarang pencatatan nikah beda agama.
TRIBUNSUMSEL.COM - Memohon uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) ke Mahkamah Konstitusi (MK), sosok Muhamad Anugrah Firmansyah
Uji materi adalah proses pengujian peraturan perundang-undangan terhadap peraturan yang lebih tinggi untuk memastikan kesesuaiannya dengan konstitusi dan hak asasi manusia.
Dia bertindak sebagai pemohon prinsipal.
Pemohon prinsipal adalah adalah pihak utama yang mengajukan suatu permohonan atau gugatan, yang bisa berupa perorangan atau badan hukum, yang memberikan kuasa kepada advokat atau perwakilan untuk bertindak atas namanya.
Pihak ini memegang kepentingan materiil dan dapat hadir dalam persidangan untuk mengikuti proses hukum yang sedang berjalan.
Mengajukan Permohonan Uji Materiil Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ega, sapaan akrab Muhamad Anugrah Firmansyah,.
Dia merasa hak konstituti sebagai pemohon telah dirugikan oleh berlakunya ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu yang menimbulkan ketidakjelasan dan multitafsir mengenai pencatatan perkawinan antaragama yang berakibat pada ketidakpastian hukum.
Ketentuan a quo dimaknai sebagai larangan pencatatan perkawinan bagi pasangan yang memiliki agama dan kepercayaan berbeda bahwa seolah-olah hanya perkawinan seagama saja yang dapat dicatatkan.
Penafsiran demikian berimplikasi langsung pada tertutupnya akses pencatatan perkawinan antaragama.
Kerugian konstitusional Pemohon bersifat spesifik dan aktual akibat ketentuan a quo, menyebabkan Pemohon tidak dapat melangsungkan perkawinan dengan pasangan yang memiliki agama berbeda.
Kerugian yang dialami Pemohon semakin nyata setelah diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2023 yang pada pokoknya berisi larangan bagi pengadilan untuk mengabulkan pencatatan perkawinan antaragama.
Profil Muhamad Anugrah Firmansyah
Adalah seorang pria asal Bandung, Jawa Barat, Muhamad Anugrah Firmansyah .
Dia memeluk agama islam. Selama kurang lebih dua tahun dia sudah menjalin kekasih dengan pacarnya yang beragama Kristen Protestan.
Mereka berdua berencana untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.
Proses pengujian UU Perkawinan yang dimohonkan Ega ini juga telah mendapat restu dari pasangan, keluarga, dan juga kerabat.
"Ya intinya dari teman, pasangan, dan keluarga, semoga lancar, sukses," tuturnya.
Besar harapan Ega jika permohonannya dikabulkan dapat membuka jalan mulus baginya bersama pasangan menuju pernikahan.
Seperti dilansir dari Linkedin, pria itu mempunyai lisensi dan sertifikasi Pendidikan Khusus Profesi Advokat dari PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia).
Sehingga, dia bisa beracara di persidangan. Termasuk sebagai pemohon prinsipal di sidang uji materi MK.
Dia juga menempuh pendidikan S1 di Faklutas Hukum Universitas Pasundan pada 2015-2019.
Dia menulis tugas akhir tentang AKIBAT HUKUM INDONESIA SEBAGAI PESERTA KONVENSI MENGENAI PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN (CEDAW) 1979 DALAM PERLINDUNGAN HAK PEKERJA PEREMPUAN DARI DISKRIMINASI GENDER.
Alasan Pengajuan Uji Materi
Dia menyadari objek permohonan pengujian pasal a quo sudah pernah dilakukan pengujiannya di hadapan Mahkamah Konstitusi sebagaimana Putusan Nomor 68/PUU-XII/2014 dan Putusan Nomor 24/PUU-XX/2022.
Namun, terdapat dasar pengujian dan alasan konstitusional yang berbeda dari permohonan sebelumnya. Perbedaan tersebut dapat Pemohon uraikan sebagai berikut.
Perbedaan pendekatan dan sudut pandang. Pemohon sebelumnya berfokus pada keabsahan perkawinan beda agama berdasarkan perbedaan tafsir agama dalam kerangka hak kebebasan beragama.
Adapun permohonan a quo menggunakan pendekatan yang berbeda, yaitu berfokus pada ketidakjelasan norma yang menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga bertentangan dengan asas negara hukum dan asas kepastian hukum.
Perbedaan dasar pengujian atau batu uji. Adanya fakta hukum baru atau Novum.
Permohonan a quo diajukan setelah terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2023.
Pemohon mendalilkan adanya kerugian konstitusional yang bersifat aktual dan potensial berkelanjutan yang berbeda dari permohonan sebelumnya.
Dia menjelaskan Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai suku, budaya, bahasa, agama dan kepercayaan yang hidup berdampingan, sebagaimana tercemin dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kemajemukan tersebut bukan hanya sebagai realitas sosiologis, tetapi juga merupakan bagian dari identitas konstitusional Bangsa Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Indonesia memiliki lebih dari 1.200 suku bangsa, 694 bahasa, dan 6 agama yang diakui negara, serta 154 aliran agama penghayat kepercayaan.
“Realitas kemajemukan tersebut membentuk interaksi sosial antarwarga negara di berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam hubungan personal yang kemudian berlanjut pada ikatan perkawinan. Pada titik inilah perkawinan antaragama muncul sebagai sebuah keniscayaan, sebuah konsekuensi logis dan alamiah dari kehidupan bermasyarakat yang majemuk,” kata dia.
Berdasarkan Data Indonesian Conference on Religion and Peace atau ICRP mencatat sebanyak 1.655 pasangan yang melangsungkan perkawinan antaragama dalam periode 2005 hingga Juli 2023.
Selanjutnya, hasil penelitian Noryamin Aini, Ariane Utomo, dan Peter McDonald tahun 2019 dalam jurnal Interreligious Marriage in Indonesia dengan menggunakan sensus penduduk BPS tahun 2010 terhadap 40 juta pasangan suami-istri yang tinggal bersama atau co- resident married couples. Dari total tersebut, peneliti menemukan sebanyak 228.778 pasangan memiliki agama yang berbeda dengan pasangannya.
Dengan demikian, keberadaan warga negara yang hidup dengan pasangan yang berbeda agama adalah realitas sosial masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, keberagaman dan kemajemukan masyarakat Indonesia harus dijadikan dasar pertimbangan bagi negara untuk memastikan adanya kepastian hukum dan perlindungan hak konstitusional setiap warga negara.
Dalam petitumnya, pemohon memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa dan mengadili permohonan a quo untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut.
Menerima dan mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
Menyatakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak punya kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa ketentuan a quo tidak dijadikan dasar hukum oleh pengadilan untuk menolak permohonan penetapan pencatatan perkawinan antarumat yang berbeda agama dan kepercayaan.
Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat dan menganggap Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat, mohon agar Majelis Hakim Konstitusi dapat memberikan tafsir konstitusional dengan menyatakan konstitusional bersyarat atau conditionally constitutional, diartikan bahwa ketentuan a quo tidak dijadikan dasar hukum oleh pengadilan untuk menolak permohonan penetapan pencatatan perkawinan antar umat yang berbeda agama dan kepercayaan.
“Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia. Atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya, ex aequo et bono. Demikian pokok-pokok permohonan disampaikan. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih,” tambahnya.
SEMA 2/2023 Tidak Kompatibel dengan Kebhinekaan Indonesia
SEMA 2/2023 ini berkaitan tentang 'Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan'.
Pada pokoknya, SEMA itu memerintahkan pengadilan untuk tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan.
Peneliti Setara Institute, Achmad Fanani Rosyidi menegaskan SEMA itu tidak kompatibel dengan dengan kebhinekaan Indonesia dan bangunan negara Pancasila.
"Fakta objektif keberagamaan identitas warga negara, termasuk dari segi agama, seharusnya semakin mendorong perangkat penyelenggaraan negara pada cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk memberikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan yang lebih baik bagi seluruh warga negara dengan identitas yang beragam tersebut," kata Achmad dalam keterangannya.
SEMA itu juga disebut merupakan kemunduran dan menutup ruang bagi progresivitas dunia peradilan dalam menjamin hak-hak warga negara dari latar belakang yang beraneka ragam.
Dalam pandangan Setara Institute, kewajiban negara dalam perkawinan antarwarga negara bukanlah memberi pembatasan atau restriksi, akan tapi menghormati dan melindungi pilihan masing-masing warga negara.
"Kewajiban negara hanyalah mencatat perkawinan warga negara tersebut dan memberikan keadilan dalam layanan administrasi terkait," pungkas Achmad.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Profil Muhamad Anugrah, Pemuda Bandung Uji Materi UU Perkawinan demi Cinta Beda Agama, .
| VIDEO ART Tewas Terduduk di Rumah Majikan di Jepara, Baru 2 Minggu Kerja, Polisi Selidiki Kematian |
|
|---|
| Nasib Polisi Luwu Utara jadikan Abdul Muis & Rasnal Tersangka, Propam: Oknum yang Salah Diproses |
|
|---|
| 'Seperti Mimpi', Curhat Abdul Muis Bertemu Prabowo Dapat Rehabilitasi, Sempat Ngaku Tak Punya Uang |
|
|---|
| Jamaah Tersentuh, Atalia Praratya Menangis di Kajian, Curhat soal Ujian Hidup & Cara Bertahan |
|
|---|
| Respon Andi Sudirman usai Prabowo Berikan Rehabilitasi Untuk 2 Guru SMAN 1 Luwu Utara, Tuai Kritikan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/sumsel/foto/bank/originals/Muhammad-Anugrah-Firmansyah-ajukan-uji-materi-UU-Perkawinan.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.