Berita Kilang Pertamina Plaju

Dengan Inovasi Sistem IMTA, Pokdakan di Sungai Gerong Berhasil Efisiensi Pakan dan Turunkan Limbah

Ketidakefisienan sistem pendederan ikan masih menjadi tantangan utama bagi pembudidaya di kawasan perairan Sumatera Selatan.

Editor: Slamet Teguh
Pertamina
Dengan Inovasi Sistem IMTA, Pokdakan di Sungai Gerong Berhasil Efisiensi Pakan dan Turunkan Limbah 

TRIBUNSUMSEL.COM - Ketidakefisienan sistem pendederan ikan masih menjadi tantangan utama bagi pembudidaya di kawasan perairan Sumatera Selatan.

Sistem budidaya konvensional yang digunakan selama ini menunjukkan berbagai keterbatasan, mulai dari waktu pembesaran ikan yang lama, kebutuhan pakan yang tinggi, hingga rendahnya kualitas air yang bahkan tidak memenuhi baku mutu.

Proses budidaya yang diterapkan pembudidaya sebelumnya masih belum efektif dan efisien, karena sebagian masih mengandalkan metode tradisional dan konvensional. Pola budidaya tersebut umumnya dilakukan dengan pendekatan tradisional (ekstensif atau semi-intensif) baik dalam hal pemeliharaan, maupun pengelolaan kualitas air dengan infrastruktur yang minim.

Walaupun metode konvensional ini relatif mudah dijalankan, namun kelemahannya adalah rendahnya produktivitas, tingginya risiko kegagalan, serta ketergantungan pada kondisi alam yang tidak selalu stabil.

Salah satu permasalahan mendasar dalam pengembangan usaha budidaya di Indonesia adalah masih dominannya pola tradisional dengan produktivitas rendah.

Menjawab persoalan tersebut, Kilang Pertamina Plaju memperkenalkan inovasi Integrated Multi-Tropic Aquaculture (IMTA) kepada pembudidaya ikan, sebuah sistem budidaya ikan berkelanjutan yang memanfaatkan pendekatan Bio-Treatment untuk mendaur ulang limbah nutrien ikan menjadi sumber daya bernilai tambah.

Inovasi ini dikembangkan untuk memberikan solusi ekologis sekaligus ekonomis bagi masyarakat pembudidaya dan akan diterapkan melalui programBelida Musi Lestari. Konsep IMTA menekankan bahwa sisa pakan dan feses ikan dari kolam utama tidak harus dianggap sebagai limbah, tetapi dapat dimanfaatkan kembali sebagai media pemeliharaan cacing sutera.

Cacing sutera bertindak sebagai biofilter hidup yang mengkonsumsi bahan organik, sehingga air yang telah mengalami penyaringan biologis dapat dikembalikan ke kolam sebagai air resirkulasi yang lebih bersih.

Konsep IMTA sendiri diadaptasi dari skema bio-filter di Kilang Plaju pada unit Sour Water Striper (SWS) dan PET (Primary Effluent Treatment) serta SET (Secondary Effluent Treatment).

Penerapan sistem IMTA memberikan peningkatan kinerja budidaya yang signifikan. Dari sisi efektivitas waktu, pendederan ikan lele yang sebelumnya membutuhkan tiga bulan kini dapat diselesaikan dalam 2,5 bulan. Ikan gurami yang tetap dipelihara selama lima bulan dapat meningkatkan ukuran panen dari 2,5 ons menjadi 3 ons, sedangkan ikan patin dapat mencapai ukuran 4,5 hingga 5 ons dalam periode yang sama, meningkat dari sebelumnya hanya 2,5 hingga 3 ons.

Efisiensi pakan juga mengalami perbaikan drastis, ditandai dengan turunnya Feed Conversion Ratio (FCR) dari 1,2 menjadi hanya 0,9, yang berarti kebutuhan pakan semakin hemat dan biaya produksi menurun. Selain itu, inovasi ini memungkinkan pembudidaya untuk menghasilkan tiga komoditas sekaligus, yakni ikan konsumsi, cacing sutera sebagai pakan benih ikan bernutrisi tinggi, serta tanaman Indigofera yang memiliki nilai ekonomis sebagai pakan ternak dan ikan.

Dampak lingkungan dari penerapan IMTA terlihat sangat nyata. Hampir seluruh parameter kualitas air menunjukkan perbaikan drastis dan kini berada dalam kisaran yang memenuhi baku mutu. TSS turun dari 265 menjadi 16,2 mg/L, COD berkurang dari 114,7 menjadi 23,8 mg/L, dan BOD turun menjadi hanya 9 mg/L. Kadar amonia yang sebelumnya berada pada tingkat berbahaya turun menjadi 3,797 mg/L, pH meningkat dari kondisi asam 5,86 menjadi lebih netral pada angka 6,85, dan kadar oksigen terlarut meningkat secara signifikan dari 5,97 menjadi 10,97 mg/L.

Nitrat pun menurun dari 82,6 menjadi 8,814 mg/L. Seluruh perbaikan ini menjadikan sistem IMTA jauh lebih aman, stabil, dan ramah lingkungan dibandingkan metode konvensional. Selain itu, integrasi biotreatment cacing sutera memungkinkan penghematan air hingga 60,0525 meter kubik per tahun, serta menghasilkan sludge yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk tanaman Indigofera.

Baca juga: Kilang Pertamina Plaju Ajak Pekerja Perkuat Budaya Tertib dan Rapi Lewat Mindset & Culture Day

Baca juga: Pertamina Patra Niaga Sumbagsel Dukung Kebijakan Gubernur Soal Pengisian Solar di SPBU Palembang

Area Manager Communication, Relations & CSR PT KPI RU III Plaju, Siti Fauzia, menyampaikan bahwa IMTA bukan hanya inovasi teknologi, melainkan solusi ekologis yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat. Ia menegaskan bahwa melalui pendekatan ekonomi sirkular, limbah tidak lagi diperlakukan sebagai beban, tetapi sebagai aset baru yang dapat meningkatkan pendapatan dan keberlanjutan usaha budidaya masyarakat.

Apresiasi juga datang dari Ir. Septi Fitri, M.M., Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Banyuasin yang meyakini inovasi ini dapat meningkatkan pertumbuhan & produksi budidaya ikan di Banyuasin. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved