TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Kota Palembang yang dikenal sebagai salah satu kota tertua di Indonesia kembali menunjukkan komitmennya dalam menjaga warisan budaya.
Ketua Kampung Budaya Tematik Dinas Kebudayaan Kota Palembang, Dr. Hendra Sudrajat, S.H., M.H., Adv., menegaskan bahwa program Kampung Budaya Tematik harus berlanjut bahkan diperluas cakupannya, karena menyangkut masa depan identitas kultural masyarakat Palembang.
Menurut Dr. Hendra, di tahun 2025 ini terdapat empat titik Kampung Budaya Tematik yang telah berjalan, yakni Kampung Tolerasi, Kampung Aer, Kampung Bebaso, dan Kampung Dulmuluk.
Keempat kampung tersebut tidak sekadar menjadi ruang aktivitas budaya, tetapi juga menghadirkan ruang pembelajaran bagi masyarakat lintas generasi.
Menurutnya, melestarikan budaya bukanlah pilihan, melainkan amanat konstitusi.
"Konstitusi kita dengan jelas menegaskan bahwa kebudayaan bangsa harus dijaga, dipelihara, dan diwariskan. Kampung Budaya Tematik menjadi salah satu instrumen nyata yang menjembatani amanat konstitusi itu dengan praktik sosial masyarakat,” ujar Dr. Hendra, yang juga Managing Director Firma Hukum Hendrajat.
Wakil Rektor I Universitas Kader Bangsa ini, menambahkan bahwa program kampung budaya tematik, bukan hanya menghidupkan kembali tradisi, tetapi juga memberi nilai tambah bagi ekonomi kreatif serta pariwisata budaya Palembang.
Melalui kegiatan seni, pertunjukan rakyat, kuliner khas, hingga lomba permainan tradisional, masyarakat dan wisatawan dapat melihat Palembang dari perspektif yang lebih utuh, sebagai kota yang menyimpan sejarah, tradisi, dan identitas Melayu-Sriwijaya yang kuat.
Dr. Hendra menjelaskan, pada tahun 2026 mendatang dirinya sebagai Akademisi dan Praktisi Hukum akan terus mendorong lahirnya sejumlah kampung budaya baru yang lebih inovatif dan memiliki basis sejarah kuat, di antaranya, pertama Kampung Simbur Cahaya yang menghadirkan kembali konstitusi lokal Palembang yang pernah berlaku pada masa lalu, sehingga masyarakat menyadari bahwa sejak dahulu Palembang memiliki tata aturan hukum yang maju.
Kedua Kampung Pesirah, menggali nilai demokrasi dalam tradisi pemerintahan pesirah di Sumatera Selatan, di mana prinsip musyawarah dan kepemimpinan lokal dijunjung tinggi.
Ketiga Kampung Sapaan, kelanjutan dari Kampung Bebaso, yang berfokus pada pelestarian ungkapan sapaan khas Melayu Palembang, seperti “Napi Kabar” yang berarti “Apa Kabar?”.
Melalui kampung ini, bahasa sapaan khas Palembang diharapkan kembali hidup dalam percakapan sehari-hari. Keempat Kampung Songket dengan mengedukasi masyarakat mengenai ragam motif, makna filosofis, serta teknik tenun tradisional songket Palembang yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia.
Lebih lanjut Ketua Umum Yayasan Pendidikan Hendrajat Dumantara ini, ingin masyarakat Palembang mengenal tidak hanya seni pertunjukan, tetapi juga konstitusi lokal, demokrasi pesirah, bahasa sapaan, hingga kekayaan kain songket kita. Dengan demikian, Kampung Budaya Tematik benar-benar menjadi ruang pembelajaran yang holistik: dari aspek hukum, sosial, seni, hingga ekonomi kreatif,” tambah Dr. Hendra, yang juga dikenal sebagai penemu Teori Konstitusi Nusantara.
Dalam pandangan Dr. Hendra, kehadiran Kampung Budaya Tematik bukan hanya pelestarian budaya, tetapi juga investasi sosial jangka panjang. Melalui kegiatan ini, generasi muda Palembang dapat belajar mengenai jati diri leluhur, sementara bagi wisatawan, kampung budaya bisa menjadi daya tarik baru.
Palembang harus berani tampil sebagai kota budaya. Jika Yogyakarta punya kampung batik dan Bali punya desa adat, maka Palembang juga harus punya ikon kampung budaya yang khas dan autentik,” ujarnya penuh semangat.