Berita Palembang

Ratu Dewa Minta BKPSDM Cari Formulasi Bagi Honorer di Pemkot Palembang yang Tak Masuk Database BKN

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

HONORER - Walikota Palembang, Ratu Dewa Minta BKPSDM Cari Formulasi Bagi Honorer di Pemkot Palembang yang Tak Masuk Database BKN, Selasa (12/8/2025).

TRIBUNSUMSEL. COM, PALEMBANG - Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang terus berupaya untuk memperjuangkan sejumlah honorer yang tidak lulus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), khususnya yang tidak terdata dalam database Badan Kepegawaian Nasional (BKN), dengan opsi mengalihkan menjadi tenaga kerja outsourcing.

Walikota Palembang Ratu Dewa menyatakan, telah menugaskan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Palembang melakukan kajian formulasi pengalihan tersebut.

"Kalau memungkinkan, hasil kajian itu akan segera kami usulkan. Dalam waktu dekat, tindak lanjutnya akan segera dilakukan," katanya. 

Menurut Dewa, saat honorer non-database masih tetap bekerja dan belum dirumahkan.

Namun, mengacu pada Surat Keputusan Kemenpan RB Nomor 16 Tahun 2025, pegawai honorer atau non-ASN yang tidak terdata di BKN tidak dapat diangkat sebagai PPPK paruh waktu pada tahun ini.

"Sementara ini semua pegawai honorer yang tidak terdata di BKN tidak dapat diangkat sebagai PPPK paruh waktu pada tahun ini," ujarnya.

Sekedar informasi di Pemerintah Kota Palembang sendiri terdapat 1.778 tenaga R4 atau tenaga kerja non-ASN.

Pihak BKPSDM sendiri belum menyampaikan secara resmi jumlah tenaga kerja non- ASN, baik yang sudah masuk database BKN atau belum. 

Baca juga: Walikota Setujui 1.793 Tenaga Honorer di Lubuklinggau Diusulkan Menjadi PPPK Paruh Waktu

Baca juga: Ribuan Honorer R3 dan R4 di Lubuklinggau Bakal Diusulkan Jadi PPPK Paruh Waktu, Disetujui Wali Kota

Ahli kebijakan publik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Muhammad Husni Tamrin mengatakan, rencana pemerintah meluncurkan skema PPPK paruh waktu sebagai solusi untuk menata pegawai honorer, tetapi pada prakteknya berpotensi menimbulkan sejumlah masalah. 

"Termasuk di Sumsel. Ia bekerja seperti saringan berpori sempit yang sudah tercatat di database BKN melaju, yang tidak mesti bertahun-tahun mengabdi-terancam tersisih," kata Husni, Selasa (12/8/2025).

Menurutnya, ini menciptakan dilema kebijakan klasik, sehingga tata kelola diperbaiki, namun keadilan dan kesinambungan layanan publik berisiko tergadaikan. 

"Dampak jangka panjangnya nyata, dan kita bisa lihat dengan tiga lensa, " ucapnya. 

Pertama dikatakannya dalam hal layanan, kehilangan tenaga berpengalaman tanpa transisi menurunkan mutu di titik yang paling dekat dengan warga.

"Sekolah, puskesmas, administrasi kelurahan bisa melemah, jika tenaga berpengalaman tiba-tiba hilang tanpa transisi, " ujarnya.

Lensa kedua dalam hal fiskal, dimana outsourcing tanpa standar hanya memindahkan biaya dari gaji ke fee, plus biaya tersembunyi dari turnover. 

"Beban fiskal tidak otomatis turun, outsourcing tanpa standar sering memindahkan biaya, bukan menyelesaikannya, sambil menambah turnover, " paparnya. 

Ketiga yaitu legitimasi, dengan kebijakan yang “membisukan” masa kerja akan menggerus kepercayaan, bahkan ketika niatnya penataan. 

Hal ini mengakibatkan munculnya potensi sengketa dan erosi moral kerja karena pekerja “non-database” merasa dihapus dari sejarahnya sendiri. 

"Ini bukan hanya soal angka, tetapi legitimasi kebijakan di mata publik. Ini bukan sekadar administrasi, ini tentang menjaga kualitas layanan publik sambil tetap adil kepada orang-orang yang membuatnya bekerja, " tandasnya. 

Ia menyarankan kepada pemerintah, apa yang mestinya dilakukan, yaitu dalam 30 hari dengan mengumumkan peta honorer yang transparan, siapa, di mana, berapa lama, dibiayai dari mana, agar publik melihat logika keputusan. 

Kemudian, dalam tiga bulan ke depan, maksimalkan alokasi PPPK Paruh Waktu bagi yang sudah terdata, sembari menetapkan moratorium PHK mendadak pada layanan esensial. 

"Lakukan audit cepat dan terbuka atas seluruh honorer—peta siapa, di mana, berapa lama, dibiayai dari mana—yang disajikan sebagai dashboard publik, " jelasnya. 

Selanjutnya, ditambahkab Husni dengan membuka kanal keberatan berbatas waktu bagi yang punya bukti masa kerja konsisten. Sedangkan, untuk yang belum terakomodasi, terapkan transisi “hybrid”: outsourcing beretika (SLA tegas, upah sesuai UMP/UMK, jaminan sosial, pengakuan masa kerja), penempatan di BLUD/BUMD untuk fungsi penunjang, dan coaching clinic agar siap ikut seleksi reguler berikutnya. 

Lalu kunci secara struktural melalui perencanaan formasi multi-tahun berbasis beban kerja dan proyeksi pensiun, plus Perkada standar tenaga penunjang.

"Ukurannya sederhana, layanan publik tetap jalan, fiskal terkendali, dan pengabdian lama tidak dihapus satu klik. Itu barulah penataan, bukan sekadar pemindahan masalah, dan hormat pada mereka yang selama ini membuat negara hadir setiap hari, " pungkasnya Husni. 

 

 

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com

Berita Terkini