Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Linda Trisnawati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) telah menetapkan empat tersangka dalam kasus pembangunan Pasar Cinde Palembang.
Keempat tersangka tersebut ialah mantan Gubernur Sumsel, Alex Noerdin, Direktur PT Magna Beatum, Raimar Yosnaidi, Ketua Panitia Pengadaan proyek Pasar Cinde tahun 2018, Eddy Hermanto, dan Aldrin.
Menanggapi hal tersebut Gubernur Sumsel, Herman Deru turut prihatin atas penetapan empat tersangka tersebut.
Namun menurutnya, penegak hukum tentunya sudah sangat paham, dengan mendalami dulu prosesnya.
"Proses hukum tetap berjalan, namun harapannya penyelesaian kasus ini bisa dilakukan secepat mungkin supaya tidak menghambat pembangunan Pasar Cinde yang sudah dinanti-nantikan masyarakat," kata Deru saat diwawancarai di Kantor Gubernur Sumsel, Kamis (3/7/2025).
Menurutnya, jangan sampai polemik ini malah mengganggu kelanjutan pembangunan Pasar Cinde yang memang sangat diharapkan masyarakat.
Sebagaimana diketahui proyek revitalisasi Pasar Cinde tetap menjadi prioritas pemerintah.
Ia berharap pada tahun 2026 pembangunan pasar tersebut dapat kembali dianggarkan dan dilanjutkan, seiring rampungnya proses hukum yang tengah berjalan.
"Harapannya proses hukum segera selesai dan Pasar Cinde yang legend ini bisa segera dibangun dan akan dianggarkan tahun depan," katanya.
Baca juga: Ada Upaya Peran Pengganti Untuk Jadi Tersangka di Kasus Pasar Cinde Palembang, Kompensasinya Rp 17 M
Baca juga: Sosok Alex Noerdin Eks Gubernur Sumsel Kembali jadi Tersangka, Kali Ini Kasus Korupsi Pasar Cinde
Tetapkan 4 Orang Tersangka
Mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin alias AN ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi kegiatan pekerjaan kerjasama mitra bangun guna serah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah di kawasan Pasar Cinde Palembang, Rabu (2/7/2025), malam..
Selain Alex Noerdin, penyidik Pidsus Kejati Sumsel juga menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni Raiman Yousnaidi alias RY selaku Kepala Cabang PT Magna Beatum (MB), Eddy Hermanto alias EH sebagai Ketua Panitia Pengadaan Badan Usaha Mitra Kerjasama Bangun Guna Serah dan Aldrin Tando alias AT menjabat sebagai Direktur PT MB.
Saat menggelar perkara 4 tersangka, Aspidsus Kejati Sumsel Umaryadi didampingi Kasi Penkum Vanny Yulia Eka Sari mengatakan, keempat tersangka sebelumnya telah diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Pidsus Kejati Sumsel.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan telah ditemukan cukup alat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam dugaan perkara yang dimaksud. Sehingga penyidik meningkatkan status dari saksi menjadi tersangka,” kata Umaryadi
Lanjut Umaryadi, penetapan tersangka EY berdasarkan surat penetapan tersangka Nomor : TAP-14/L.6.5/Fd.1/07/2025 tertanggal 2 Juli 2025, lalu tersangka AN berdasarkan surat surat penetapan tersangka Nomor : TAP-15/L.6.5/Fd.1/07/2025 tertanggal 2 Juli 2025, tersangka EH Nomor : TAP-16/L.6.5/Fd.1/07/2025 tertanggal 2 Juli 2025 dan tersangka AT dengan Nomor : TAP-14/L.6.5/Fd.1/07/2025 tertanggal 2 Juli 2025.
“Selanjutnya tersangka AY dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan di Rutan Klas I A Pakjo Palembang, sedangkan AN dan EH merupakan terpidana kasus lainnya. Sementara untuk AT tidak menghadiri panggilan penyidik lantaran masih berada di luar negeri. Namun telah dilakukan pencekalan,” tegas Umaryadi.
Lebih jauh Umaryadi mengatakan, modus operandinya, bermula adanya rencana pemanfaatan aset milik Pemprov Sumsel untuk pembangunan fasilitas pendukung Asian Games 2018.
Kemudian disetujui untuk Pasar Cinde dilakukan pengembangan dengan mekanisme Bagun Guna Serah (BGS).
“Bahwa dalam pelaksanaan proses pengadaan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya dan Mitra Bangun Guna Serah (BGS) tidak memenuhi kualifikasi panitia pengadaan. Kemudian dilakukan penandatanganan kontrak yang mana kontrak tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegasnya.
Akibat kontrak tersebut mengakibatkan hilangnya bangunan cagar budaya pasar cinde.
Serta terdapat juga aliran dana dari mitra kerjasama ke pejabat terkait pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
“Ditemukan Fakta dari bukti elektronik (chatting handphone) yaitu adanya usaha untuk menghalang-halangi proses Penyidikan yaitu ada yang bersedia pasang badan dengan kompensasi sejumlah uang senilai kurang lebih Rp 17 miiliar serta ada upaya mencarikan pemeran pengganti untuk menjadi tersangka. Tidak menutup kemungkinan para Tersangka dikenakan Pasal Penghalangan Penyidikan (Obstruction Of Justice),” ungkapnya sambil mengatakan hingga kini saksi sudah diperiksa kurang lebih 74 saksi.
Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan tentu saja akan terus mendalami alat bukti terkait keterlibatan pihak lain yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya, serta akan segera melakukan tindakan hukum lain yang diperlukan sehubungan dengan penyidikan dimaksud.
Lebih jauh Umaryadi mengatakan, perbuatan tersangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana;
Subsidair :
Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Para Saksi yang sudah diperiksa sampai saat ini berjumlah 74 orang,” tutupnya.
Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News
Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com