Guru Ngaku Diperlakukan Seperti ART
Seorang guru, Salsabila Syafwani, mengatakan, cara-cara kepala yayasan yang juga kepala sekolah memperlakukan para guru seperti asisten rumah tangga (ART) membuat ia bersama rekan guru lainnya menjadi resah.
"Kami kan dikontrak sebagai staf pendidik, tapi terkadang kami tuh diberikan jobdesk di luar tugas kami sebagai guru, jadi kadang masalahnya di situ aja sih," kata Salsabila saat diwawancara Senin (16/6/2025).
Anisa Dwi Zahra, guru lainnya, menjelaskan, dia bersama guru-guru lainnya diperlakukan mirip pembantu rumah tangga.
"Saya pernah disuruh belanja kebutuhan rumah tangga, nganter jemput anak beliau. Jadi banyak job desk yang tidak sesuai dengan tugas kami, jadi kita tuh disuruh jalani job desk kayak ART-nya mereka," jelas Anisa, Senin (16/6/2025).
Bahkan kata Anisa, dirinya sempat diminta membeli ayam goreng untuk anak pemilik yayasan dan lokasinya pun cukup jauh.
"Saya pernah disuruh membeli ayam goreng jauh-jauh ke Jatiasih, padahal ayam goreng di sekitar sini (Bekasi Utara) kan juga ada, Saya sudah komplain, kenapa beli jauh-jauh, terus dari pihak yayasan tidak tahu alasannya apa, akhirnya ya saya jalanin aja," tuturnya.
Meskipun kerap diberikan uang tambahan, namun Anisa tetap keberatan dengan perlakuan kepala yayasan tersebut.
"Dapat uang bensin, tapi keberatan karena jauh sih, jarak dari sini ke tempat ayamnya itu kan lumayan jauh," ucapnya dengan wajah cemberut.
Tenaga pelajar lainnya, Raihan Tri Wahyudi, menegaskan setiap hari sebelum bekerja, ia selalu diminta ke rumah pemilik yayasan terlebih dahulu untuk mengantar anaknya sekolah.
"Setiap hari sebelum bekerja, harus ke rumah beliau (pemilik yayasan) untuk mengantar anak-anaknya berangkat sekolah," ucapnya.
Raihan mengatakan dirinya berat hati menolak permintaan pemilik yayasan karena menyadari dirinya berstatus karyawan.
"Untuk biaya tambahan saya cuma dapat gaji selama kerja di kantor sebagai staff education tapi saya bekerja kebanyakan di rumah beliau (pemilik yayasan) mengantar anak-anaknya ke sekolah, ke tempat les, dan belanja itu saya," tutur Raihan.
Kompak Resign Massal
Salsabila menjelaskan resign massal yang dilakukan tujuh orang guru itu dibuktikan dengan lembaran kertas yang ditandatangani di atas materak oleh seluruh guru dan kepala yayasan sekaligus diduga menjabat kepala sekolah.