TRIBUNSUMSEL.COM - Nasib malang dialami Haji Jamaluddin, seorang lansia asal Petobong, Pinrang, Sulawesi Selatan.
Sudah hidup seorang diri, Jamaluddin juga harus menerima kenyataan pahit jika rumah kayu ulinnya di Kampung Rea Timur, Polewali Mandar, Sulawesi Barat kini dibagi dua.
Separuh lainnya hilang bukan karena bencana alam, melainkan karena proses hukum dan perebutan warisan.
Padahal, rumah tersebut satu-satunya bangunan yang dibangun Jamaluddin bersama almarhumah istrinya, Sitti Ani dari hasil keringat mereka sendiri.
Baca juga: Kisah Pilu Bayi di Asahan Tertahan di RS Gegara Uang Rp6,4 Juta, Sang Ibu Meninggal Usai Persalinan
Pasangan tanpa anak ini membangun rumah impian dengan kayu ulin terbaik dan ukiran Jepara sebagai simbol kasih dan ketekunan mereka.
Mereka rela lebih dari tiga dekade merantau dan bertambak udang di Tarakan, Kalimantan Utara, demi membangun rumah tersebut.
Diketahui, Jamaluddin dan Sitti Ani tidak memiliki anak selama puluhan tahun menikah.
Namun setelah Sitti Ani meninggal, datang gugatan dari keponakan-keponakan pihak istri.
Gugatan waris diajukan meski Haji Jamaluddin masih hidup dan tinggal di rumah itu.
“Saya bangun bersama istri dari hasil jerih payah saya selama bertahun-tahun mengelola tambak di Kalimantan. Saat saya belum mati justru sudah berusaha direbut para pihak yang tidak punya jerih payah apa pun di dalamnya,” jelas Jamaluddin, dilansir dari Kompas.com.
Secara hukum Islam, suami merupakan ahli waris utama jika istri meninggal tanpa anak.
Namun, pengadilan agama memutuskan rumah dan lahan harus dibagi dua.
Padahal, menurut sejumlah warga, gugatan serupa sempat ditolak oleh ketua pengadilan agama sebelumnya.
Keputusan tersebut berkekuatan hukum tetap (inkrah) setelah tembus hingga Mahkamah Agung.
Baca juga: SOSOK Marpuah Pelaku Love Scamming Tipu Staf Media Presiden Prabowo, Ngaku Laki dan Kerja Pilot
Isu dugaan “kongkalikong” mencuat di tengah masyarakat, namun belum dapat dibuktikan.
“Rumah ini dibangun oleh tangan Jamaluddin sendiri, kenapa harus dibelah asat dia masih hidup?” ucap seorang warga yang turut menyaksikan proses eksekusi.
Eksekusi berlangsung ricuh. Warga yang menolak eksekusi sempat terlibat aksi dorong dengan aparat.
Sejumlah orang ditangkap karena membawa senjata tajam. Tiang-tiang rumah dipotong satu per satu dengan gergaji mesin.