TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -- Gema riuh aktivitas para perajin rotan di Jalan Belabak, Ratu Sianum, 3 Ilir, Palembang, kini jarang terdengar.
Dulu hampir di sepanjang jalan menuju 3 Ilir ini dihiasi tumpukan kursi rotan siap pakai, kini tinggal hitungan jari jumlahnya.
Para perajin rotan, yang dulunya menjadi denyut nadi perekonomian lokal dan penjaga warisan budaya, kini berada di ambang kepunahan.
Pertanyaan besar menggantung, akankah warisan berharga ini bertahan, ataukah hanya akan menjadi kisah masa lalu?
Dulu, sentra kerajinan rotan di kawasan 3 Ilir Palembang begitu ramai.
Kursi, meja, lemari, hingga pernak-pernik dekorasi rumah dari rotan Palembang terkenal dengan kualitas dan keunikannya.
Namun, seiring berjalannya waktu, gempuran produk-produk pabrikan dan minimnya regenerasi membuat industri ini terancam punah.
Banyak perajin terpaksa banting setir, meninggalkan pekerjaan yang telah mereka geluti turun-temurun demi menyambung hidup.
"Dulu, pembeli datang silih berganti. Sekarang, untuk satu bulan saja bisa dihitung jari," keluh Ikhsan Abdul Gani (60).
Ikhsan Abdulgani, salah satu perajin rotan senior yang sudah bertahan sejak 1989, mengungkapkan keprihatinan mendalam atas lesunya bisnis kerajinan rotan yang sudah puluhan tahun digelutinya.
Saat ditemui pada Rabu (21/5/2025), Ikhsan tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.
Sejak awal tahun 2025, penjualan rotan Eka Jaya milik Ikhsan merosot tajam hingga 65 persen.
Biasanya bisa memproduksi banyak, kini hanya 2 hingga 3 set per bulan.
"Pemesanan lesu. Daya beli warga menurun," keluh Ikhsan.
Padahal, produknya dahulu laku keras. Kini sedikit paling ke perkebunan sawit di Prabumulih dan Sekayu.