Seputar Islam

Bayar Hutang atau Sedekah, Mana yang Didahulukan, Penjelasan Beberapa Ulama Dilengkapi Dalil Hadits

Penulis: Lisma Noviani
Editor: Lisma Noviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BAYAR UTANG ATAU SEDEKAH -- Ilustrasi orang bersedekah, berikut penjelasan tentang Bayar Hutang atau Sedekah, Mana yang Didahulukan, pendapat ulama.
BAYAR UTANG ATAU SEDEKAH -- Ilustrasi orang bersedekah, berikut penjelasan tentang Bayar Hutang atau Sedekah, Mana yang Didahulukan, pendapat ulama.

TRIBUNSUMSEL.COM  — Sering menjadi pertanyaan masyarakat muslim di Indonesia, mana yang didahulukan, bayang hutang dulu atau sedekah? Berikut penjelasannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, dikutip dari laman nu.or,id,

“Sedekah yang paling baik adalah melakukan sedekah dalam kondisi tercukupi, mulailah dari orang yang wajib kamu nafkahi,” (HR. Bukhari).

Berkaitan dengan hadits di atas, Imam Bukhari menjelaskan secara khusus tentang mana yang didahulukan antara bersedekah dengan membayar utang pada orang lain:

“Bab menjelaskan tidak dianjurkannya sedekah kecuali dalam kondisi tercukupi. Barangsiapa yang bersedekah, sedangkan dia dalam keadaan membutuhkan atau keluarganya membutuhkan atau ia memiliki tanggungan utang, maka utang lebih berhak untuk dibayar.

Dayekh Badruddin al-‘Aini mengartikan perkataan Imam Bukhari di atas dalam salah satu karyanya ‘Umdah al -Qari Syarh Shahih al-Bukhari: “Maksud dari perkataan (Imam Bukhari) di atas bahwa syarat bersedekah adalah sekiranya dirinya atau keluarganya tidak dalam keadaan butuh dan tidak memiliki utang.

Jika ia memiliki utang, maka hal yang seharusnya dilakukan adalah membayar utangnya. Karena membayar utang lebih baik untuk dilakukan (baginya) daripada bersedekah, memerdekakan budak, dan menghibahkan (harta), sebab hal yang wajib itu (harus) didahulukan sebelum melakukan kesunnahan.

Dan tidak diperkenankan bagi seseorang untuk menyengsarakan dirinya dan keluarganya sedangkan ia menghidupi (membuat nyaman) orang lain. Seharusnya ia menghidupi orang lain setelah menghidupi dirinya dan keluarganya, sebab dirinya dan keluarganya lebih wajib untuk diperhatikan daripadan orang lain,” (Syekh Badruddin al-‘Aini, Umdah al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari, juz 13, hal. 327).

 Lebih jauh lagi, menurut pandangan para ulama fiqih mazhab Syafi’i, bersedekah ketika masih memiliki tanggungan utang adalah menyalahi kesunnahan, bahkan tindakan tersebut bisa menjadi haram ketika utang hanya bisa lunas dari harta tersebut atau utang tidak mungkin akan terlunasi dari harta yang lain, seandainya ia bersedekah dengan harta itu.

 Masih dari laman nu.or.id,  berbeda halnya ketika masih diharapkan lunasnya utang dari harta yang lain, maka boleh baginya untuk bersedekah, selama tagihan utangnya belum jatuh tempo pembayaran. Beliau (Syekh Khatib asy-Syirbini) melanjutkan:

“Diwajibkannya mendahulukan membayar utang, sebab membayar utang adalah hal yang wajib, maka harus didahulukan dari perkara yang sunnah. Sedangkan jika utangnya bisa lunas dari harta yang lain, maka tidak masalah bersedekah dengan harta tersebut, kecuali ketika akan berakibat pada diakhirkannya pembayaran, sedangkan wajib baginya untuk membayar utang sesegera mungkin dengan adanya tagihan (dari orang yang memberi utang) atau hal lainnya, maka dalam keadaan demikian wajib baginya untuk segera melunasi utangnya dan haram untuk mensedekahkan harta yang akan digunakan untuk membayar utang.

Namun menurut pandangan Imam al-Adzra’i, ketika harta yang disedekahkan tidak mungkin dialokasikan untuk pembayaran utang, misalnya ketika barang yang disedekahkan adalah hal-hal remeh yang tidak begitu signifikan untuk dijadikan sebagai komponen pembayaran utang yang menjadi tanggungannya, maka dalam hal ini bersedekah tetap dianjurkan. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam kitab Nihayah al-Muhtaj:

“Keharaman ini tidaklah bersifat mutlak. Sebab tidak akan mungkin ada ulama’ yang berpandangan bahwa orang yang memiliki tanggungan, ketika ia bersedekah roti atau harta yang serupa, sekiranya ketika harta tersebut tetap maka ia tidak akan menyerahkan harta tersebut untuk pembayaran utangnya (karena terlalu sedikit), (tidak ada ulama yang berpandangan) bahwa menyedekahkan roti tersebut tidak disunnahkan.  (Syekh Syamsuddin ar-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, Juz 6, Hal. 174) 

Dari pendapat para ahli dan ulama, dapat disimpulkan bersedekah merupakan sebuah larangan ketika utang yang menjadi tanggungannya telah jatuh tempo atau tidak diharapkan adanya harta lain yang dapat melunasi utangnya.

Sedangkan bersedekah pada harta-harta remeh yang tidak terlalu signifikan dalam pembayaran utangnya tetap dianjurkan, menurut pandangan Imam al-Adzra’i. Seseorang mesti bijak dalam mengelola keuangan yang ia miliki.

Bersedekah juga tidak melulu dengan uang tapi bisa juga dengan tenaga dan pikiran. Gemar bersedekah bagian dari orang yang takwa.

Bersedekah memang hal yang dianjurkan, tapi menjadi tidak baik tatkala dilakukan dalam keadaan terlilit utang atau tersandera oleh kebutuhan lain yang lebih urgen, seperti menafkahi dirinya dan keluarganya.

Itulah penjelasan tentang Bayar Hutang atau Sedekah, Mana yang Didahulukan, Penjelasan Beberapa Ulama Dilengkapi Dalil Hadits. (lis/berbagai sumber)

Baca juga: Arti Mitsaqan Ghalizan, Istilah Arab Tentang Makna Pernikahan Bukan Sekadar Akad di Depan Penghulu

Baca juga: Arti Man Yuridillahu Bihi Khairan Yusib Minhu Hadis tentang Ada Kebaikan dan Hikmah di Balik Musibah

Baca juga: Arti Yuridullahu Bikumul Yusra Wa La Yuridu Bikumul Usra, Maksud Allah Menghendaki Kemudahan Bagimu

Baca juga: Setiap Anak Dilahirkan dalam Fitrahnya, Kullu Mauludin Yuladu Alal Fitrah, Peran Ortu Mendidik Anak

Berita Terkini