Berita OKI

Tahun 2024 Ada 34 Orang Positif HIV di OKI, Dinkes Gencar Lakukan Skrining

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ilir menargetkan standar pelayanan masyarakat penyakit HIV dan Aids dengan melakukan skrining kepada 12.210 masyarakat yang beresiko selama tahun 2024 lalu.

TRIBUNSUMSEL.COM KAYUAGUNG -- Sebanyak 34 orang positif Human Immunodeficiency Virus (HIV) berdasarkan hasil skrining yang dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel. 

Selain itu ada juga 23 orang beresiko HIV dan 11 orangnya adalah Aids. 

Diketahui, Dinkes OKI menargetkan standar pelayanan masyarakat penyakit HIV dan Aids dengan melakukan skrining kepada 12.210 masyarakat yang beresiko selama tahun 2024.

Dikatakan Kepala Dinas Kesehatan OKI, Iwan Setiawan melalui Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Mukti Ulli Artha dari jumlah target yang sudah tercapai didominasi 8.772 orang ibu hamil.

Sedangkan sisanya berasal dari populasi kunci waria (WSL), wanita pekerja seks (WSP), pasien infeksi menular seksual (IMS) dan warga binaan pemasyarakatan (WBP).

"Alhamdulillah target sudah tercapai 100 persen, karena sejak tahun 2024 sistem pelaporan sudah dilakukan online," kata Ulli diwawancarai Tribunsumsel.com pada Sabtu (18/1/2025) pagi.

Menurutnya, skrining yang dominasi ibu hamil tersebut dikarenakan ibu hamil wajib dites sejak trimester pertama kehamilan atau paling tidak minimal 1 kali dilakukan.

"Tujuannya pencegahan penularan untuk ibu ke anak, ketika bayi yang dilahirkan tidak tertular oleh ibunya. Selain itu, dikhawatirkan juga dapat menularkan ke petugas medis," ungkapnya.

Dijelaskannya skrining menyasar ibu hamil, pekerja di tempat hiburan malam (THM), serta masyarakat umum yang menjalani pemeriksaan di puskesmas dan rumah sakit.

"Kalau ibu hamil wajib melakukan pemeriksaan HIV/AIDS. Begitu juga para pekerja THM dan masyarakat umum yang mengeluhkan gangguan saluran kencing. Mereka biasanya langsung diarahkan untuk melakukan rapid test," ungkap Ulli.

Skrining sebagai langkah preventif, mendeteksi dini penderita HIV/AIDS dan memberikan pengobatan agar penularan bisa dihentikan.

Di mana pemeriksaan sudah bisa dilakukan di semua fasilitas kesehatan yakni di 32 puskesmas, 2 rumah sakit dan di klinik lapas Kayuagung. 

"Kalau ingin mengetahui status HIV, segera periksakan diri. Layanan pemeriksaan tersedia di seluruh puskesmas dan bila terdeteksi, penderita akan dirujuk ke rumah sakit guna mendapat pengobatan," sebutnya.

Berdasarkan pemetaan di lapangan, daerah di OKI yang paling banyak tempat lokalisasi adalah seperti di Kecamatan Lempuing Jaya, Lempuing dan Kayuagung.

Tetapi kebanyakan juga di Kecamatan Air Sugihan, tapi bukan warga asli setempat atau warga datangan.

Melihat kondisi di lapangan itulah, makanya petugas medis melakukan pemetaan untuk dilakukan target screening," paparnya.

Dari data yang di skrining, dikatakan hanya terdapat 34 orang positif HIV, diantaranya 23 orang beresiko HIV dan 11 orangnya adalah Aids. 

"Usia rentan usia 5 - 14 tahun ada 1 orang, 15 - 19 tahun ada 0, 20 - 24 ada 6 orang, 25 - 29 ada 9, dan sisanya. Terdiri 21 orang laki-laki dan 21 orang perempuan," urainya.

Sementara itu penggiat HIV/AIDS OKI, Amrina Rosyada menyatakan peningkatan pemahaman para pemangku kepentingan, media dan masyarakat terkait penyakit yang perlu terus ditingkatkan.

"Saat ini kita masih menghadapi kondisi publik yang belum mampu menempatkan dirinya dan penderita HIV/AIDS dalam struktur masyarakat kita. Hal ini merupakan masalah yang kita hadapi saat ini," kata ketua Lembaga Sosial Masyarakat Sahabat Pelangi ini.

Di pengalaman puluhan tahun mengedukasi dan membina para penderita HIV/AIDS untuk jumlah pengidap AIDS di OKI kurang dari 50 jiwa dan jumlah ini tidak bisa diakumulasi dalam satu tahun.

"Kalau angkanya sudah belasan ribu itu sudah kejadian luar biasa. Lalu jumlahnya tidak bisa diakumulasi dalam setahun karena bisa bertambah atau berkurang," bebernya.

Dia mengajak masyarakat untuk menghilangkan stigma negatif terhadap pasien HIV/AIDS.

Karena stigma menjadi penghambat utama dalam upaya pencegahan dan pengobatan bagi penyintasnya.

"HIV/AIDS masalah kesehatan yang dapat ditangani jika pasien mendapatkan akses pengobatan dan dukungan yang tepat," ujar dia.

Dia menjelaskan stigma sering membuat pasien enggan memeriksakan diri atau menjalani pengobatan.

Karena itu, edukasi yang menyentuh semua lapisan masyarakat dinilai penting untuk menekan angka penularan HIV/AIDS termasuk dukungan media.

"Saya mengajak warga memahami penderita HIV/AIDS membutuhkan dukungan, bukan diskriminasi. Dengan pendekatan yang inklusif, stigma dapat dihilangkan, sehingga upaya pencegahan dan pengobatan bisa berjalan lebih efektif," tukasnya.

 

Baca artikel menarik lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel

Berita Terkini