Anak Bunuh Ayah dan Nenek di Jaksel

Ini Kata Reza Indragiri Terkait Kasus Anak Bunuh Ayah dan Nenek di Jaksel Gegara Dapat Bisikan Gaib

Editor: Moch Krisna
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Potret Reza Indragiri, Pakar Psikologi Forensik Soroti Pelecehan Vina Cirebon Oleh Para Terpidana, Ragu Lihat Hasil Visum

TRIBUNSUMSEL.COM -- Kasus pembunuhan yang dilakukan remaja berinisial MAS 14 tahun kepada ayah dan neneknya di Jakarta Selatan turut jadi sorotan pakar psikologi forensik.

Adapun salah satunya terkait pengakuan MAS nekat menikam ayah dan neneknya lantaran mendengar bisikan gaib.

Melansir dari Tribunjakarta.com, Senin (2/12/2024) Reza Indragiri Amriel menyebut penyidik tidak boleh mudah percaya dengan keterangan pelaku MAS.

Perlu dicek benar atau tidaknya klaim tentang gejala abnormalitas kejiwaan itu. 

Pelaku, kata Reza, terkadang memanfaatkan Pasal 44 Ayat 1 KUHP untuk lepas dari jeratan hukum. 

Pasal tersebut berbunyi, "barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana," tulisnya. 

Nasib MAS, remaja 14 tahun yang bunuh ayah dan neneknya kini ditetapkan sebagai tersangka. (Tribunnews.com)

Namun, penyidik kadang melewatkan Pasal 44 Ayat 2 KUHP yang berbunyi, "Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan," tulisnya. 

Reza melanjutkan pelaku bisa saja berlagak sebagai orang yang memang mengalami gangguan kejiwaan sehingga aparat penegak hukum terkadang memberikan keputusan yang salah. 

"Ingat, setiap pesakitan pada dasarnya ingin lolos dari jerat hukum sehingga ada kemungkinan mereka bersiasat sakit jiwa. Trik ini lah yang memang patut diwaspadai," kata Reza pada Senin (2/12/2024).

Bahkan, menurut Reza, jika ada pelaku pidana yang berbuat demikian, hal itu layak dijadikan sebagai aspek pemberat jika sekiranya terdakwa divonis bersalah. 

Masalahnya kini, ketika dihadapkan dengan anak berhadapan dengan hukum (ABH), kalangan klinis seperti enggan membangun dugaan bahwa anak bisa memeragakan malingering (berpura-pura sakit).

”Mereka (kalangan klinis) masih menganggap ABH masih sangat belia dan polos-polos saja, seolah mustahil mereka mengelabui hukum,” katanya.

Pengakuan MA

Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Gogo Galesung seusai melakukan olah tempat kejadian perkara di rumah korban yang berada di salah satu perumahan di Jakarta Selatan, Sabtu (30/11/2024), menjelaskan, sebelum membunuh, MA (14) merasa gelisah karena mendengar bisikan yang membuatnya tidak bisa tidur.

”Dia (MA) tidak bisa tidur karena mendengar bisikan-bisikan yang membuatnya resah,” katanya.

Bisikan itulah yang mendorongnya untuk turun ke lantai dasar guna mengambil sebilah pisau dapur.

Lalu ia kembali ke lantai dua, tepatnya di kamar tidur orangtuanya. Lalu, MA menikam ayahnya, APW (40), dan ibunya, AP (40), pada saat mereka sedang tidur.

Mendengar kejadian tersebut, RM (69), nenek pelaku, keluar dari kamar dan tak lama, pelaku pun langsung menikam neneknya.

”Itulah sebabnya, sang ayah dan nenek pelaku ditemukan meninggal di lantai dasar,” katanya. 

 AP selamat karena tusukan pelaku kemungkinan tidak mengenai organ vital.

”Ibunya sempat berteriak dan meminta tolong kepada tetangga,” ucap Gogo.

Hal ini berkesesuaian dengan keterangan saksi yang menyatakan bahwa AP keluar rumah untuk meminta pertolongan.

Sejumlah barang bukti disita, seperti pisau dapur yang digunakan MA untuk menikam ayah, ibu, dan neneknya serta pakaian dan seprai yang berlumuran darah.

Gogo menyebut, berdasarkan pengakuan MA, pembunuhan dilakukan saat semua penghuni rumah sedang tidur.

Kapolres Jakarta Selatan Komisaris Ade Rahmat Idnal mengatakan, selama menjalani pemeriksaan, MA selalu menangis menyesali perbuatannya.

Meskipun demikian, proses hukum terhadapnya tetap berjalan, termasuk untuk memeriksa kondisi kejiwaan MA. 

Dalam keterangan yang disampaikan para saksi, MA merupakan anak yang santun dan penurut, bahkan jauh dari kata temperamental.

Karena itu, untuk mengetahui motif MA melakukan perbuatan pidana, sejumlah pemeriksaan harus dilakukan, termasuk pemeriksaan kejiwaan.

Selain memeriksa MA, ucap Ade, penyidik juga berencana meminta keterangan sejumlah pihak, termasuk ibu pelaku yang juga menjadi korban dalam peristiwa ini.

”Jika kondisinya sudah membaik, tentu ibu pelaku yang juga korban akan diperiksa untuk dimintai keterangan,” kata Ade.  (Kompas.id)

(*)

Berita Terkini