Berita Viral

Sosok Iptu Muhammad Idris, Kapolsek Baito yang Disebut Arahkan Kades Soal Uang Damai Kasus Supriyani

Penulis: Laily Fajrianty
Editor: Moch Krisna
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapolsek Baito yang arahkan Kepala Desa Wonua Raya terkait dugaan permintaan uang damai Rp50 juta.

TRIBUNSUMSEL.COM - Inilah sosok Kapolsek Baito yang arahkan Kepala Desa Wonua Raya terkait dugaan permintaan uang damai Rp50 juta.

Dihadapan Propam Polda Sultra, Kades Rokiman diminta memberikan klarifikasi, terkait dugaan permintaan uang damai Rp50 juta.

Uang damai Rp50 juta disebut-sebut atas permintaan Polsek Baito.

Adanya permintaan uang damai, agar Supriyani diduga memukili anak muridnya, tidak ditetapkan tersangka.

Lantas siapakah soso kapolsek Baito ini ?

Kapolsek Baito bernama Iptu Muhammad Idris.

Ia menjadi sorotan setelah pengakuan Kades Wonua Raya yang mengaku diarahkan Kapolsek soal uang damai kasus Supriyani, guru honorer di Konawe Selatan (Konsel).

Baca juga: Nasib 6 Polisi Terseret Kasus Guru Supriyani Dilaporkan Aniaya Siswa, Buntut Uang Damai Rp50 juta

Sebelumnya, pengakuan Rokiman Kepala Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) ini saat menjalani pemeriksaan Polda Sultra, pada Kamis (31/10/2024) kemarin.

Adanya permintaan uang damai, agar Supriyani diduga memukili anak muridnya, tidak ditetapkan tersangka.

Video diterima TribunnewsSultra.com, berdurasi 7 menit 11 detik, pada Jumat (1/11/2024), terlihat Rokiman mengenakkan baju batik.

(tenga) Guru Supriyani yang dilaporkan dugaan penganiayaan anak polisi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara diduga menjadi korban pemerasan. Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, mengatakan Kapolsek Baito meminta uang Rp2 juta untuk penangguhan penahanan. (tribunnewssultra.com)

Tampak, ia didampingi kuasa hukum menjelaskan soal informasi uang Rp50 juta di hadapan penyidik Propam, yang mengenakka baju putih.

Penyidik bertanya soal uang Rp50 juta di kasus Supriyani. Di mana ada dua video, namun pengakuan yang berbeda.

"Video penjelasan pak desa, soal permintaan sejumlah uang penydik Polsek Baito."

"Kami meminta penjelasan video yang mana sebenarnya sesuai," ungkap penyidik.

Kades Wonua Raya pun blak-blakan di hadapan propam, terkait 2 video karena berbeda pernyataan.

Menurutnya, pernyataan yang sesuai fakta yakni saat ia memakai baju putih.

Sementara video pernyataan saat ia mengenakan jaket, Rokhiman mengaku diintimidasi atau diarahkan Kapolsek Baito.

"Video yang pakai jaket, saya diarahkan dimana saya tersudut. Yang mengarahkan Kapolsek Baito," ungkapnya.

Ia menceritakan, dirinya sudah dicari pihak polsek, setelah kapolres dan kajari Konsel berkunjung ke rumah camat Baito, sebagai upaya mediasi.

Saat itu, dirinya diundang Camat Baito dalam pertemuan. Kemudian dia menuju depan kantor camat dan bertemu beberapa kepala desa.

"Tetiba datang Kapolsek Baito dan mengatakan 'nah ini pak desa yang selama ini saya cari, susah sekali," jelasnya.

Saat itu Kapolsek Baito meminta bantuan ke Kades Wonua Raya.

"Coba dibantu dulu saya," ucapnya.

Disitu Kapolsek Baito mengarahkan kades untuk menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai seperti video beredar.

"Kapolsek minta saya menyampaikan dana Rp50 juta inisiatif pemerintah desa."

"Untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi," kata Rokhiman.

"Sebenarnya tidak seperti itu, permintaan uang Rp50 juta yang menyampaikan pak Kanit Reskrim," jelas sang kades.

Respon Kapolsek Baito

Sebelumnya, Kapolsek Baito, Iptu Muhammad Idris, yang ditemui TribunnewsSultra.com, enggan berkomentar terkait viralnya uang damai Rp50 juta di kasus guru Supriyani tersebut.

Baik saat ditemui di pelataran Pengadilan Negeri atau PN Andoolo, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara, pada Senin (28/10/2024).

"Kalau mengenai itu (uang) saya tidak berkomentar," kata Iptu Idris sembari mengatupkan kedua jari jemari tangannya.

Sebagaimana diketahui, kasus Supriyani guru honorer di Konsel tengah jadi sorotan lantaran dilaporkan orangtua murid soal dugaan penganiayaan siswanya anak polisi.

Atas kasus tersebut, kini Supriyani ditetapkan sebagai tersangka namun tidak ditahan.

Kesaksian Orang Tua Siswa

Sidang kasus guru Supriyani di Pengadilan negeri Andolo, Konawe Selatan, Sulaweso Tenggara, Rabu (30/10/2024) menghadirkan sejumlah saksi dari pihak pelapor.

Kali ini Aipda Wibowo Hasyim selaku orang tua dari siswa memberikan kesaksian didepan majelis hakim.

Kanit Intelkam Polsek Baito tersebut sempat mengaku lupa kapan dirinya diperiksa penyidik kepolisian terkait kasus guru Supriyani.

“Waktunya saya tidak ingat karena sudah cukup lama, di bulan Mei,” kata Aipda Wibowo Hasyim dalam persidangan melansir dari Tribunnews.com.

Ternyata Aipda Wibowo Hasyim diperiksa penyidik pada 18 Juni 2024 sekira pukul 10.45 WITA.

Aipda WH pun lantas menciritakan awal mula kasus guru Supriyani ditangani Polsek Baito hingga kini masuk ke pengadilan.

Ia mengaku baru mengetahui anaknya menjadi korban dugaan penganiayaan ketika memandikan anaknya ketika hendak melaksanakan salat Jumat pada 26 April 2024.

“Saya mandi berdua. Setelah selesai saya panggil anak saya D, panggilannya kalau di rumah Mas,” jelasnya.

 VIDEO Kondisi Ekonomi Guru Supriyani, Bergaji Rp300 Ribu Diminta Uang Damai Rp50 Juta (youtube/Tribun Sumsel)
“Ayok mas, mari. Ini sudah mau salat Jumat,” ujarnya menirukan perkataannya saat itu.

Anaknya lantas balik bertanya, "Papa sudah?" 

“Papa sama adek sudah,” jawab Aipda WH kepada anaknya itu.

Selanjutnya, dia kembali memanggil D.

“Saya panggil kembali, nah pada saat saya panggil itu, dihampirilah oleh ibunya. Ibunya menyampaikan oh iya Pak, itu kemarin ibu lihat ada bekas merah kehitaman di pahanya,” ujarnya.

“Ibu tanya, katanya jatuh sama Papa,” kata Aipda WH menirukan kata-kata istrinya.

Dari informasi tersebut, katanya, dia pun kembali memanggil sang anak.

“Berdasarkan keterangan itu saya panggillah Mas. Coba sini Mas, papa lihat,” jelasnya.

“Nah setelah saya panggil, saya lihat, saya panggillah ibunya,” ujarnya.

Setelah melihat luka pada paha korban, Aipda WH menyangsikan jika luka tersebut akibat terjatuh saat bersamanya.

“Bu coba perhatikan luka seperti ini, wajarkah kalau dikatakan jatuh,” katanya.

Dia pun meminta sang istri untuk kembali menanyakan perihal penyebab luka tersebut.

“Coba tanya anakmu yang sebenar-benarnya karena bapak curiga anak ini tidak jatuh,” jelasnya.

Selanjutnya, sang istri yang kembali menanyakan hal tersebut kepada D, anaknya.

“Setelah itu ibunya lah yang menanyakan,” ujarnya.

“Setelah ibunya menanyakan, ibunya menyampaikan yang bersangkutan dipukul oleh ibu Supriyani,” katanya menambahkan.

Atas jawaban tersebut, Aipda WH kembali memastikannya kepada sang anak, termasuk dugaan penyebab lainnya.

“Nah setelah itu saya tanya kembali, Mas kalau berbohong, tidak baik,” jelasnya.

Dia pun mengonfirmasi nama-nama lain, demikian pula apakah terjatuh di sekolah, yang dijawab ‘tidak’ oleh sang anak.

“Saya ulang kembali, saya tanyakan nama-nama lain siapa tahu mas dipukul sama ini, mas jatuh di sekolah, jawabannya tidak,” ujarnya.
 
Berdasarkan keterangan itu, sang istri atas inisiatifnya kembali bertanya terkait siapa-siapa saja yang menyaksikan jika memang benar D dipukul oleh ibu guru.

“Selanjutnya atas keterangan itu, inisiatif istri saya, Mas ini ditanya. Kalau memang betul Mas ini dipukul sama bu guru, siapa yang melihat kejadian itu,” katanya.

Sang anak pun menyampaikan sejumlah nama teman sekelasnya.

“Disampaikanlah nama-nama yang melihat peristiwa itu. Teman yang dalam satu kelasnya,” jelasnya.

“Terkonfirmasi bahwa betul mereka ini melihat. Melihat ibu guru melakukan pemukulan terhadap lanjut dia.

Setelah itu, Aipda WH berkoordinasi dengan Kapolsek Baito selaku pimpinannya atas kasus tersebut.

“Setelah itu yang kami lakukan saya berkoordinasi dengan Kapolsek dalam hal ini pimpinan saya,” katanya.

“Saya berkoordinasi, izin komandan saya meminta petunjuk,” lanjutnya.

Dia pun diarahkan datang ke kantor dan selanjutnya menemui Kapolsek Baito.

“Diarahkan untuk ke kantor. Kami datang ke kantor, kami sampaikan. Pak Kapolsek lihat, kebetulan pada saat itu ada Kanitreskrim,” jelasnya.

Selanjutnya, Kapolsek Baito disebutkan meminta untuk melakukan konfirmasi dengan guru Supriyani.

“Disampaikanlah sama Pak Kapolsek, coba konfirmasi sama yang bersangkutan (Supriyani-red),” ujar Aipda WH.

“Karena saya ditanya Pak Bowo maunya bagaimana. Saya sampaikan 'mohon izin komandan saya ikut petunjuk',” lanjutnya.

Selanjutnya, guru Supriyani pun dihubungi untuk memintanya datang ke Markas Polsek Baito.

“Pada saat itu dikonfirmasi sama yang bersangkutan, yang bersangkutan datang. Bu Supriyani datang ke Polsek ditanya,” katanya.

Dalam klarifikasi itu, sang guru honorer, tak mengakui telah memukul D, anak Aipda WH.

Aipda WH pun menyebutkan guru Supriyani membantah melakukan perbuatan tersebut dengan nada tinggi.

“Dengan nada agak tinggi dia menyampaikan. Di mana saya pukul kamu, kapan. Saya tidak pernah pukul kamu. Begitu,” jelasnya.

Aipda WH pun meminta guru Supriyani agar tak membentak anaknya.

“Nah saya sampaikan kepada bu gurunya. Lho bu kita ini mau konfirmasi, jangan bentak-bentak anak saya,” ujarnya.

“Setelah seperti itu dia masih dengan nada tinggi disampaikan bahwa dia tidak pernah melakukan pemukulan,” katanya menambahkan.

“Selanjutnya, beliau pulang. ‘Kalau tidak percaya silakan buktikan...’ Itu kata-kata yang memuncak dari mulutnya Bu Supriyani,” lanjutnya.

Sehingga pada saat itu, atas inisiatif selaku orang tua, sang istri atau ibu dari D, membuat laporan kepolisian pada hari itu juga.

Setelah membuat laporan resmi tersebut, Kanit Reskrim Polsek Baito pun menanyakan kasus tersebut kepada D.

“Setelah membuat laporan itu Kanitreskrim menanyakan kepada Mas. Bertanya, betulkah itu (pemukulan) terjadi,” jelas Aipda HW.

“Dia bilang Mas, iya,” ujarnya mengutip pernyataan anaknya.

Selanjutnya, D kembali ditanyakan mengenai benda yang dipakai untuk memukulnya.

“Terus ditanya kembali itu masih ada kita pakai apa,” kata Aipda HW mengutip pertanyaan Kanit Reskrim kepada anaknya.

“Mas menjawab pakai sapu. Masih ingat, masih. Kalau memang masih ingat coba tunjukkan om,” lanjutnya.

Berdasarkan pengakuan tersebut, kata Aipda HW, petugas kemudian mendatangi sekolah.

Diketahui, Markas Polsek Baito dan SD Negeri tempat anaknya bersekolah lokasinya saling berhadapan, hanya terpisah jalan.

Gerbang antara dua bangunan tersebut bahkan nyaris saling berhadap-hadapan.

Menurut Aipda HW, dirinya bersama istri pun ikut mendampingi ke sekolah.

“Sehingga pada saat itu ditunjukkanlah. Ke sekolah, kebetulan kami orangtua pada saat itu ikut mendampingi. Hanya kami prosesnya di halaman sekolah,” jelasnya.

“Dia bilang Bang, biar saya dengan Mas (D) saja,” lanjutnya mengutip pernyataan petugas.

“Ditunjukkan lah, ada sapu ijuk gagang besi itu yang diambil, digunakan untuk pemukulan,” ujarnya.

“Selanjutnya, kami mengantarkan D, saya bersama ibunya untuk melakukan visum di Puskesmas,” kata Aipda HW.

Diketahui peristiwa dugaan penganiayaan tersebut terjadi di ruang kelas pada Rabu, 24 April 2024.

Guru Supriyani pun membantah bila dirinya melakukan penganiayaan.

Jaksa Tampilkan Bukti Sapu Ijuk

Dalam sidang terseut, jaksa pun menghadirkan sejumlah bukti.

Tampak sosok berseragam kejaksaan membawa sapu ijuk.

Sapu ijuk dibawa masuk gedung PN Andoolo melalui pintu masuk belakang berhadapan Ruang Kartika.

Ruangan tersebut selama ini menjadi lokasi guru Supriyani menjalani sidang.

Sapu ijuk sepanjang sekira 1,5 meter tampak berwarna hijau muda.

Terdapat label berwarna merah di sisi atas maupun bawah gagang sapu.

Sehari sebelumnya, sapu ijuk tersebut juga terlihat dihadirkan di persidangan.

Nampak seseorang mengenakan seragam kejaksaan, mengeluarkannya dari ruang sidang.

Kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan, menyoroti sapu ijuk panjang disebut alat memukul korban pada bagian paha.

Dia menyebut sempitnya ruang untuk menganyunkan gagang sapu panjang itu ke paha korban hingga menimbulkan luka lurus.

“Tadi coba kita lihat. Anak itu, katanya di depannya ada meja, di belakangnya ada kursi, terus ada tembok,” katanya.

“Katanya dia dipukul dengan gagang sapu yang panjang itu dari belakang,” jelasnya.

Meski demikian, kata Andri, saksi korban mengaku tidak melihat cara guru Supriyani mengayunkan dan memukulnya karena dari belakang.

“Cara pegangnya dia tidak tahu, katanya karena tidak lihat Ibu Supri caranya memukul dari belakang.

Jarak antara kursi, meja, dan tembok di belakangnya pun saling berdekatan dan berhimpitan.

“Yang jadi pertanyaan kita bagainana memukul, ada kursi di belakang,” ujar Andri.

Diketahui guru Supriyani telah menjalani sidang perdana agenda pembacaan dakwaan dengan tuduhan penganiayaan anak SD kelas 1 yang juga anak polisi, pada Kamis (24/10/2024).

Kemudian sidang kedua agenda pembacaan eksepsi serta pemeriksaan saksi pada Senin (28/10/2024).

Selanjutnya, sidang ketiga digelar Selasa (29/10/2024) beragenda pemeriksaan 8 saksi, termasuk saksi korban.

(*)

Baca berita lainnya di Google News

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

 

Berita Terkini