Peringatan Darurat

Siapa Si Tukang Kayu yang Disinggung Jokowi saat Tanggapi Putusan soal Pilkada

Penulis: Aggi Suzatri
Editor: Weni Wahyuny
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo - Presiden Joko Widodo menanggapi ramainya di media sosial soal si tukang kayu

TRIBUNSUMSEL.COM - Presiden Joko Widodo menanggapi ramainya di media sosial terkait dengan "si tukang kayu".

Hal itu disampaikan Jokowi saat menghadiri Munas ke-XI Partai Golkar di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2024) malam. 

"Ini sehari, dua hari, ini kalau melihat media sosial, media massa, ini sedang riuh, sedang ramai setelah putusan yang terkait dengan pilkada. Setelah saya lihat di media sosial, salah satu yang ramai tetap soal 'si tukang kayu'. Kalau sering buka di media sosial pasti tahu 'tukang kayu' ini siapa," kata Jokowi, Rabu (21/8/2024) malam, dilansir dari Kompas.com. 

Jokowi memang tidak menyebutkan siapa sosok tukang kayu yang ia maksud. 

Namun, warganet kerap mengasosiasikan Jokowi sebagai tukang kayu karena latar belakang Jokowi selaku eks pengusaha mebel. 

Istilah tukang kayu itu sempat muncul di tengah kisruh kepemimpinan Partai Golkar, partai politik dengan lambang pohon beringin, yang dikaitkan dengan cawe-cawe Jokowi.

Jokowi pun mengaku tak masalah dengan sindiran soal tukang kayu tersebut. 

"Kalau sering buka di medsos pasti tahu tukang kayu ini siapa. Padahal kita tahu semuanya, kita tahu semuanya yang membuat keputusan itu adalah MK. Itu adalah wilayah yudikatif," kata Jokowi. 

Namun, wali kota Solo ini menegaskan pula bahwa sebagai kepala lembaga eksekutif, ia tetap harus menghormati DPR sebagai lemabga legislatif, sebagaimana ia menghormati MK sebagai lembaga yudikatif. 

Jokowi pun menyerahkan polemik aturan pilkada ini kepada lembaga berwenang agar dapat berlangsung secara konstitusional. 

"Jadi saya, kami sangat menghormati kewenangan dan keputusan dari masing masing lembaga negara yang kita miliki, mari kita hormati keputusan, beri kepercayaan kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan proses secara konstitusional," kata Jokowi. 

Presiden yang menjabat 2 periode ini menyebut polemik tentang aturan pilkada itu terjadi antara Mahkamah Konstitusi (MK) selaku lembaga yudikatif dan DPR sebagai lembaga legislatif. 

Sehingga tak ada hubungannya dengan kapasitas sebagai Presiden.

"Padahal kita tahu semuanya, kita tahu semuanya, yang membuat keputusan itu adalah MK. Itu adalah wilayah yudikatif. Dan yang saat ini sedang dirapatkan di DPR itu adalah wilayah legislatif. Tapi tetap yang dibicarakan adalah 'si tukang kayu'," kata Jokowi. 

"Ya tidak apa-apa, itu warna-warni sebuah demokrasi. Tapi yang ingin saya sampaikan, bahwa sebagai lembaga eksekutif, saya ini berada di lembaga eksekutif," sambung Jokowi. 

Baca juga: Tanggapan Presiden Jokowi Soal DPR RI Tolak Putusan MK Soal Pilkada, Itu Biasa Terjadi

Jokowi mengaku menghormati apa pun keputusan lembaga yudikatif dan legislatif.

Ia berharap kepada masyarakat untuk ikut mengikuti apa pun keputusan dari lembaga tersebut. 

"Mari kita menghormati keputusan, beri kepercayaan bagi pihak-pihak yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan proses secara konstitusional," pungkasnya.

Sebelumnya,  Presiden Joko Widodo menyebut hal biasa terjadi di Konstitusi Indonesia soal DPR RI tolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait polemik syarat pencalonan kepala daerah.

Menurut Jokowi, pemerintah akan menghormati kewenangan dari masing-masing lembaga negara tersebut.

"Kita hormati kewenangan dan keputusan dari masing-masing lembaga negara," ujar Jokowi dalam video pernyataan yang diunggah di YouTube resmi Sekretariat Presiden pada Rabu (21/8/2024) sore.

"Itu proses konsitusional yang biasa terjadi di lembaga-lembaga negara yang kita miliki," kata dia.

Diberitakan sebelumnya, Panitia Kerja (Panja) revisi UU Pilkada Baleg DPR RI baru saja menolak menjalankan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 soal syarat usia minimum calon kepala daerah.

 Dalam putusan itu, MK menegaskan bahwa titik hitung usia minimal calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon oleh KPU.

Namun, Baleg DPR pilih mengikuti putusan kontroversial Mahkamah Agung (MA) yang dibuat hanya dalam tempo 3 hari, yakni titik hitung usia minimal calon kepala daerah dihitung sejak tanggal pelantikan. 

Dalam jalannya rapat, Rabu (21/8/2024), keputusan ini juga diambil hanya dalam hitungan menit. Mayoritas fraksi, selain PDI-P, menganggap bahwa putusan MA dan MK sebagai dua opsi yang sama-sama bisa diambil salah satunya. Mereka menilai, DPR bebas mengambil putusan mana untuk diadopsi dalam revisi UU Pilkada sebagai pilihan politik masing-masing fraksi. 

Suasana rapat paripurna yang akan mengesahkan RUU Pilkada, Kamis (22/8/2024) namun batal karena tak memenuhi kuorum. ((KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA))

Mahfud MD Sampaikan Surat Terbuka

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan surat terbuka kepada para pimpinan partai politik dan anggota DPR. 

Hal ini tak lepas dari sikap Baleg DPR yang mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat pencalonan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.

Surat terbuka itu disampaikan Mahfud MD melalui akun resmi Instagramnya, pada Kamis (22/8/2024) pagi.

Mahfud MD menilai bahwa putusan MK merupakan tafsir resmi konstitusi yang selevel undang-undang.

Pun sah-sah saja untuk mendapatkan kekuasaan, namun perlu berpegang pada demokrasi dan konstitusi yang mengatur permainan politik.

"Yth. Pimpinan Parpol dan para anggota DPR.
Putusan MK adalah tafsir resmi konstitusi yang setingkat UU. Berpolitik dan bersiasat untuk mendapat bagian dalam kekuasaan itu boleh dan itu memang bagian dari tujuan kita membangun negara merdeka," ujar Mahdud MD.

Ia prihatin bahwa perebutan kekuasaan dengan melanggar konstitusi akan sangat terancam bagi masa depan Indonesia.

Baca juga: Rapat Paripurna DPR RI Tak Penuhi Kuorum, Pengesahan Revisi UU Pilkada Ditunda

Para politikus, kata Mahfud, saling berebut kue-kue kekuasaan dengan melanggar konstitusi. 

"Tetapi ada prinsip demokrasi dan konstitusi yang mengatur permainan politik. Adalah sangat berbahaya bagi masa depan Indonesia jika melalui demokrasi prosedural (konspirasi dengan menang-menangan jumlah kekuatan hanya dengan koalisi taktis) siapa pun merebut kue-kue kekuasaan dengan melanggar konstitusi," tulisnya.

Mahfud mempersilahkan bagi para politisi untuk mengambil kekuasaan asal tetap dalam koridor konstitusi.

"Silahkan ambil dan bagi-bagi kue kekuasaan. Sesuai konstitusi Anda berhak melakukan dan mendapat itu. Tetapi tetaplah dalam koridor konstitusi agar Indonesia selamat. 

Berbuatlah tapi "Jangan pernah lelah mencintai Indonesia"," tandas Mahfud MD.

Heboh Tagar Peringatan Darurat

Bersamaan itu, tagar #KawalPutusanMK mulai trending di sejumlah media sosial sejak Rabu, (21/8/2024) sore.

Postingan tagar #KawalPutusanMK ini telah dikumandangkan ribuan netizen hingga sejumlah aktivis di media sosial X juga Instagram.

Gambar Garuda Biru ini awalnya dibagikan akun kolaborasi @narasinewsroom, @najwashihab, @matanajwa, dan @narasi.tv.

Postingan tagar #KawalPutusanMK ini telah dikumandangkan ribuan netizen hingga sejumlah aktivis di media sosial X juga Instagram.
Adapun gambar tersebut menampilkan gambar garuda dengan latar warna biru dongker dan di atasnya tertulis 'Peringatan Darurat'.

Lantas apa arti Peringatan Darurat' itu?

Melansir dari Banjarmasinopost.co.id, Gerakan unggah 'Peringatan Darurat' itu mengacu pada ajakan untuk sama-sama mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Narasi yang beredar di media sosial ramai membahas soal putusan MK pada Selasa (20/8/2024) kemarin, yang berbunyi partai politik (parpol) yang tidak memiliki kursi di DPRD tetap bisa mengusung calon kepala daerah.
 
Kemudian pada hari ini, Rabu (21/8/2024), DPR memutuskan akan menggelar rapat dalam membahas revisi Undang-undang (UU) Pilkada. 

Beberapa pihak merasa revisi UU Pilkada dilakukan untuk menganulir putusan MK.

DPR RI dinilai mengabaikan hasil putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat calon kepala daerah. 

Baca juga: Momen Para Artis Ikut Demo Tolak RUU Pilkada di Gedung DPR RI, Diteriaki Luar Biasa Karena Bergabung

Badan Legislasi DPR RI untuk revisi UU Pilkada mendesain pembangkangan atas dua putusan MK kemarin.

Pertama, mengembalikan ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20 persen kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah pileg sebelumnya, suatu beleid yang dengan tegas sudah diputus MK bertentangan dengan UUD 1945.

Kedua, mengembalikan batas usia minimal calon kepala daerah terhitung sejak pelantikan, meskipun MK kemarin menegaskan bahwa titik hitung harus diambil pada penetapan pasangan calon oleh KPU.

MK sendiri sudah berulang kali menegaskan bahwa putusan Mahkamah berlaku final dan mengikat. 

Pada putusan terkait usia calon kepala daerah, majelis hakim konstitusi sudah mewanti-wanti konsekuensi untuk calon kepala daerah yang diproses dengan pembangkangan semacam itu.

Sehingga gambar atau foto "Peringatan Darurat" menggambarkan kekecewaan masyarakat atas sistem yang ada saat ini.

Pengesahan Revisi UU Pilkada Ditunda

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membatalkan agenda rapat paripurna dengan agenda pengesahan revisi Undang-Undang Pilkada, Kamis (22/8/2024).
  
Sehingga pengesahan revisi Undang-Undang Pilkada ditunda karena tidak memenuhi kuorum. 
 
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

"Sesuai dengan tatib yang ada di DPR bahwa rapat-rapat paripurna itu harus memenuhi aturan tata tertib, setelah diskors sampai 20 menit tadi peserta rapat tidak memenuhi kuorum," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, dilansir dari Kompas.com.

"Sehingga rapat tidak bisa dilakukan," ujar Dasco melanjutkan.

Ia menuturkan, akibat kuorum tidak terpenuhi, pengesahan revisi UU Pilkada pun urung dilaksanakan.

"Pelaksanaan revisi UU Pilkada otomatis tidak bisa disahkan," ujar politikus Partai Gerindra itu. 
Sedianya, DPR akan mengesahkan revisi UU Pilkada pada Kamis hari ini.
 
DPR dan pemerintah telah sepakat untuk membawa revisi UU Pilkada pada rapat kerja Badan Legislasi DPR pada Rabu (22/8/2024) kemarin.

Pada intinya, revisi ini menganulir putusan Mahkamah Konstitusi terkait ambang batas pencalonan Pilkada hingga syarat usia calon kepala daerah.

Pertama, Baleg mengakali Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta pemilu.

Baleg mengakalinya dengan membuat pelonggaran threshold itu hanya berlaku buat partai politik yang tak punya kursi DPRD.

Threshold 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pileg tetap diberlakukan bagi partai-partai politik yang memiliki kursi parlemen.

Baleg juga mengakali Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 soal usia calon kepala daerah. 

Baleg tetap berpegang pada putusan Mahkamah Agung, bahwa usia dihitung saat pelantikan, bukan saat pencalonan sebagaimana yang ditetapkan MK.
 
Revisi UU Pilkada tersebut setidaknya berimplikasi terhadap dua hal. 

Pertama, putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, dapat maju sebagai calon gubernur/wakil gubernur karena memenuhi syarat usia yang diatur dalam revisi UU Pilkada.

Kedua, PDI-P terancam tidak mendapatkan tiket untuk mencalonkan gubernur dan wakil gubernur Jakarta karena perolehan kursi di DPRD Jakarta tidak cukup, sedangkan partai politik lain sudah mendeklarasikan dukungan ke pasangan Ridwan Kamil-Suswono.

(*)

Baca berita lainnya di Google News

Bergabung dan baca berita menarik lainnya di saluran WhatsApp Tribunsumsel.com

 

Berita Terkini