Ditambahkan Husni, ini bisa dijelaskan secara teoritik dengan pendekatan kartelisme partai politik. Dalam konteks Pilkada Muba, dukungan terhadap kandidat dengan kekuatan finansial besar, seperti Lucianty dan Toha, menunjukkan bagaimana partai-partai, lebih memprioritaskan keuntungan materi dan stabilitas internal, daripada elektabilitas atau kompetensi dan kapabilitas calon dalam memerintah.
"Bahkan rekam jejak tidak lagi penting. Fenomena ini menunjukkan bahwa partai-partai di Muba mungkin beroperasi lebih sebagai kartel politik daripada sebagai institusi demokratis yang benar-benar mewakili kepentingan rakyat (Katz & Mair, 1995)," tandasnya.
Kartelisme dalam partai politik dijelaskan Husni, menggambarkan bagaimana partai-partai politik berkolaborasi untuk mengamankan akses ke sumber daya negara, sering kali dengan mengorbankan kepentingan publik dan ideologi.
"Sebagai suatu strategi tetap sah, karena tidak ada peraturan yang dilanggar. Tetapi jika dibiarkan, akan sangat membahayakan masa depan demokrasi, " pungkasnya.
(*)