Kuasa hukum juga menyatakan adanya kekeliruan Penyidik dalam mengkualifikasi PT BMI maupun PT SBS sebagai BUMN. Hal ini tentu saja tidak tepat dan keliru, sesuai Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
Sementara itu, proses akuisisi saham dilakukan oleh PT BMI, yang nota bene sebanyak 70.000 lembar saham atau 99,86 persen dimiliki oleh PTBA.
“Mengingat Penyertaan Modal yang terjadi di dalam pendirian PT BMI adalah penyertaan modal yang dilakukan oleh PTBA atau dalam kata lain todak langsung dilakukan oleh negara, maka mengacu pada definisi Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 19 tahun 2003, PT BMI tidak dapat dikualifikasikan sebagai BUMN,” jelas Soesilo.
Langkah akuisisi juga dilakukan dengan pertimbangan bahwa sebagai perusahaan
pertambangan, PTBA harus mengeluarkan biaya produksi yang berkontribusi terbesar berasal dari biaya transportasi dan biaya jasa kontraktor pertambangan.
"Agar PTBA dapat melakukan penghematan biaya produksi, maka memiliki perusahaan jasa kontraktor pertambangan adalah merupakan pilihan yang tepat. Dengan dimilikinya jasa kontraktor pertambangan oleh PTBA, diharapkan mampu menekan ketergantungan PTBA kepada perusahaan jasa kontraktor pertambangan, dan pada akhirnya PTBA dapat melakukan penghematan biaya operasional yang cukup signifikan," tuturnya.
Dalam melaksanakan aksi korporasinya, PTBA sebagai perusahaan tercatat di bursa juga patuh pada aturan pasar modal. Akuisisi PT SBS, kata kuasa hukum, tidak melanggar keputusan
Bapepam LK No. S614 Tahun 2011, Peraturan Nomor : IX.E.2 Tentang Transaksi Material dan telah memenuhi Ketentuan Peraturan : X.K.1 Tentang Keterbukaan Informasi.
Jika mengacu Laporan Keuangan PTBA per tanggal 31 Desember 2013, ekuitas perseroan tercatat sebesar Rp 7,5 triliun.
Sementara nilai transaksi akuisisi (saham eksisting) dan investasi dengan cara mengambil bagian atas penerbitan saham baru di PT SBS nilainya adalah sebesar kurang lebih Rp 48 miliar, yang notabene nilainya tidak mencapai 20 persen dari ekuitas, dan berdasarkan ketentuan Transaksi Material, tidak diperlukan adanya Jasa Penilai Independen maupun persetujuan lewat RUPS.
PTBA juga telah memenuhi ketentuan peraturan Nomor : X.K.1 : Keterbukaan Informasi, dengan menyampaikan Laporan Tentang Pengambilalihan PT SBS oleh Entitas Anak Perusahaan PT BMI
kepada OJK pada tanggal 29 Januari 2015, yaitu 1 hari setelah dilakukannya akuisisi PT SBS oleh PT BMI selaku anak perusahaan PTBA.
"Jadi anggapan Penuntut Umum yang menyatakan perusahaan telah mengabaikan peraturan perundang-undangan maupun peraturan internal PTBA, serta tidak menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam proses akuisisi PT SBS, itu tidak benar. Direksi saat itu telah memenuhi seluruh kaidah hukum dan prinsip tata kelola dalam mengakuisisi PT SBS," katanya.
Masih dalam konteks kasus ini, Soesilo juga menilai proses perhitungan kerugian negara yang menjadi landasan tuntutan penyidik itu salah, karena bukan dilakukan dan diumumkan oleh lembaga negara yang berwenang, dalam hal ini BPKP (Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan)/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Perhitungan kerugian negara yang melandasi kasus ini dihitung oleh Kantor Akuntan Publik Drs Chaeroni dan Rekan dengan total Kerugian Keuangan Negara kurang lebih sekitar Rp 162.000.000.000,00 (seratus enam puluh dua miliar rupiah).
Perlu diingat bahwa berdasarkan Surat Edaran Mahkama Agung No. 4 Tahun 2016 (SEMA 4/2016) yang berbunyi : “Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional sedangkan instansi lainnya seperti BPKP/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara, namun tidak berwenang menyatakan atau
mendeclare adanya kerugian keuangan negara.
Dalam hal tertentu hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara.
“Dengan demikian, pernyataan adanya kerugian keuangan negara oleh Kantor Akuntan Publik Drs Chaeroni dan Rekan sebagaimana tercantum dalam Laporan Akuntan Publik Atas Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam
Proses Akuisisi PT SBS Oleh PTBA melalui Anak Perusahaan PT BIM adalah tidak sah karena instansi tersebut berdasarkan SEMA 4/2016 tidak memiliki kewenangan untuk menyatakan kerugian keuangan negara,” tutupnya.
Baca berita lainnya langsung dari google news