Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Thalia Amanda Putri
TRIBUNSUMSEL.COM - Inilah sosok Sumiati selaku kepala SMA Makassar yang didemo siswa imbas dinilai otoriter.
Baca juga: Kisah Cinta Rudi Rela Rujuk dengan Dona Meski Pernah Pilih Pria Lain, Ikhlas Rawat Eks TKI Sakit
Sosok Sumiati merupakan kepala sekolah menengah pertama (SMA) negeri 17 Jalan Sunu, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Sumiati diketahui menjadi sorotan lantaran didemo oleh para siswa SMA imbas aksinya dinilai otoriter selama menjabat.
Saat itu para siswa SMA 17 Makassar melakukan demo di lapangan sekolah usai pelaksanaan upacara bendera.
Bahkan dalam kesempatan itu beberapa siswa terlihat membawa spanduk bertuliskan "Kami Menolak Kepsek Otoriter" dan "Usut Tuntas, Persetan Reputasi".
Tak hanya itu mereka juga menyampaikan surat petisi pemberhentian untuk Kepsek SMA 17 Makassar, Sumiati.
Petisi itu pun dibacakan oleh salah satu perwakilan siswa SMA 17 Makassar bernisial F.
"Kami yang bertanda tangan di bawah ini siswa-siswi SMA Negeri 17 Makassar dengan ini menggugat pemberhentian jabatan Kepala Sekolah atas nama Sumiati, S.Pd, M.Pd agar segera dilakukan," kata F.
F mengungkapkan petisi ini mereka lakukan atas dasar beberapa keluhan dan keresahan yang dirasakan selama Sumiati menjadi Kepsek SMA 17 Makassar.
"Berperilaku semena-mena terhadap guru lainnya yang diperlihatkan langsung di depan para siswa-siswi. Seringkali mengeluarkan kebijakan secara sepihak tanpa mempertimbangkan aspirasi guru dan siswa/siswi terlebih dahulu," ujarnya.
Dalam petisinya Sumiati dianggap melanggar Pasal 26 ayat 1 pada UU ITE dengan memaksa penyitaan dan pengecekan handphone bagi para siswa bermasalah yang tidak ada sama sekali hubungannya dengan permasalahan yang dilakukan.
Contohnya, kata F, siswa yang terlambat diwajibkan mengumpulkan handphone. Dia mengatakan Sumiati juga mengatakan hal yang tidak selayaknya tenaga pendidik ungkapkan kepada siswanya.
"Seperti melakukan body shamming, penuduhan, dan pengancaman," tuturnya.
Kemudian, lanjut F, mempersulit perizinan pelaksanaan program kerja OSIS/MPK maupun ekstrakurikuler lainnya secara berlebihan bahkan menuntut kegiatan selalu berjalan sempurna tanpa ada kontribusi yang mendukung dari pihak sekolah.