TRIBUNSUMSEL.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan Daftar Calon Sementara (DCS) anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten kota pada Pemilu 2024.
Dari DCS yang telah diumumkan KPU pada 19 Agustus 2023 lalu, terdeteksi ada sejumlah mantan narapidana (napi) kasus korupsi yang maju calon legislatif (caleg alias nyaleg).
Hal ini ditemukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) yang memperoleh data dari masukan masyarakat atas daftar nama-nama bakal caleg yang telah diumumkan di DCS.
Baca juga: Nama-nama Caleg Sementara Anggota DPRD Provinsi Sumsel Pemilu 2024, Lengkap Per Dapil Seluruh Partai
Melansir Tribunnews.com, Senin (28/8/2023), peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengungkap sejauh ini pihaknya menemukan 15 nama bakal caleg Pemilu 2024 di DCS KPU yang ternyata pernah jadi napi korupsi.
Menurut Kurnia, jumlah tersebut kemungkinan masih bisa bertambah karena diyakini masyarakat belum sepenuhnya memberikan informasi.
"Penting diingat, yang ICW lansir baru klaster DPR RI dan DPD, bukan tidak mungkin ada banyak nama mantan terpidana korupsi sedang mencalonkan diri sebagai anggota DPRD, baik level kota, kabupaten, maupun provinsi," kata Kurnia.
Untuk itu, ICW berharap KPU segera mengumumkan kepada masyarakat terkait status hukum para bakal caleg tersebut.
Menurut ICW, pengumuman nama-nama caleg eks narapidana korupsi tersebut dirasa sangat penting sebagai informasi tambahan bagi masyarakat.
Kurnia menilai KPU terkesan menutupi informasi ini.
Sebab, dia menyebut, hingga kini penyelenggara Pemilu itu tidak kunjung mengumumkan status hukum para bakal caleg eks kasus korupsi.
"Ketiadaan pengumuman status terpidana korupsi dalam DCS tentu akan menyulitkan masyarakat untuk berpartisipasi memberikan masukan dan tanggapan terhadap DCS secara maksimal," kata Kurnia.
Terlebih, sambung dia, informasi mengenai daftar riwayat hidup para bakal caleg juga tidak disampaikan melalui laman KPU.
Menurut Kurnia, jika pada akhirnya para mantan terpidana korupsi tersebut lolos dan ditetapkan dalam daftar calon tetap (DCT), maka probabilitas masyarakat memilih calon yang bersih dan berintegritas akan semakin kecil.
"Padahal, hasil survei jajak pendapat yang dipublikasikan oleh Litbang Kompas menunjukan bahwa sebanyak 90,9 persen responden tidak setuju mantan napi korupsi maju sebagai caleg dalam pemilu," ungkap Kurnia.
Dia menjelaskan, kondisi berbeda dengan Pemilu 2019 silam.
Saat itu, KPU justru sangat progresif karena mengumumkan daftar nama caleg yang berstatus sebagai mantan terpidana korupsi.
Kurnia menyebut, langkah KPU saat ini merupakan sebuah kemunduran, tidak memiliki komitmen antikorupsi dan semakin menunjukan tidak adanya itikad baik untuk menegakkan prinsip pelaksanaan pemilu yang terbuka dan akuntabel.
Padahal prinsip pelaksanaan pemilu yang terbuka dan akuntabel tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Ketidakberanian KPU untuk merilis daftar caleg eks koruptor juga dinilai semakin menambah rentetan kontroversi sejak awal penyelenggaraan tahapan pemilu.
"Atas sejumlah persoalan ini Indonesia Corruption Watch mendesak agar KPU RI segera mengumumkan nama bacaleg, baik tingkat DPRD kota/kabupaten/provinsi, DPR RI, dan DPD RI yang berstatus sebagai mantan koruptor," tegas Kurnia.
Adapun 15 caleg mantan terpidana kasus korupsi yang dihimpun ICW dari masukan masyarakat antara lain:
1. Abdillah, bacaleg DPR RI, dari Partai NasDem, Dapil Sumatera Utara I, nomor urut 5, kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran dan penyelewengan dana APBD.
2. Abdullah Puteh, bacaleg DPR RI, dari Partai NasDem, Dapil Aceh II, nomor urut 1, kasus korupsi pembelian 2 unit helikopter saat menjadi Gubernur Aceh.
3. Susno Duadji, bacaleg DPR RI, dari PKB, nomor urut 2, korupsi pengamanan Pilkada Jabar 2009 dan korupsi penanganan PT Salmah Arowana Lestari.
4. Nurdin Halid, bacaleg DPR RI, dari Partai Golkar, Dapil Sulsel II, nomor urut 2, korupsi distribusi minyak goreng Bulog.
5. Rahudman Harahap, bacaleg DPR RI, dari Partai NasDem, Dapil Sumut I, nomor urut 4, korupsi dana tunjangan aparat desa saat dirinya menjadi Sekda Tapanuli Selatan.
6. Al Amin Nasution, bacaleg DPR RI, dari PDIP, Dapil Jawa Tengah VII, nomor urut 1, kasus menerima suap dari Sekda Bintan, Kepri, Azirwan untuk memuluskan proses alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan.
7. Rokhmin Dahuri, bacaleg DPR RI, dari PDIP, Dapil Jabar VIII, nomor urut 1, korupsi dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan.
8. Budi Antoni Aljufri, bacaleg DPR RI, dari Partai NasDem, Dapil Sumatera Selatan II, nomor urut 9, korupsi dalam perkara suap Ketua Mahkamah Konstitusi, mantan Bupati Empat Lawang.
9. Eep Hidayat, bacaleg DPR RI, dari Partai NasDem, Dapil Jawa Barat IX, nomor urut 1, korupsi dalam perkara biaya pungut pajak bumi dan bangunan Kabupaten Subang, mantan Bupati Subang.
10. Ismeth Abdullah, bacaleg DPD, Dapil Kepulauan Riau, nomor urut 8, korupsi dalam perkara pengadaan mobil kebakaran, mantan Gubernur Kepulauan Riau.
11. Patrice Rio Capella, bacaleg DPD, Dapil Bengkulu, nomor urut 10, kasus menerima gratifikasi dalam proses penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal sejumlah BUMD di Sumut oleh Kejaksaan.
12. Dody Rondonuwu, bacaleg DPD, Dapil Kalimantan Timur, nomor urut 7, kasus korupsi dana asuransi 25 orang anggota DPRD Kota Bontang periode 2000-2004 (saat itu Dody masih menjadi anggota DPRD Kota Bontang).
13. Emir Moeis, bacaleg DPD, Dapil Kaltim, nomor urut 8, kasus suap proyek pembangunan PLTU di Tarahan, Lampung, 2004.
14. Irman Gusman, bacaleg DPD, Dapil Sumbar, nomor urut 7, kasus suap dalam impor gula oleh Perum Bulog.
15. Cinde Laras Yulianto, bacaleg DPD, Dapil Yogyakarta, nomor urut 3, kasus korupsi dana purna tugas Rp 3 miliar.
Sementara itu, Ketua KPU Hasyim Asy'ari saat dikonfirmasi membenarkan data-data tersebut terdapat dalam DCS DPR RI Pemilu 2024.
"Iya benar data-data tersebut terdapat dalam DCS DPR Pemilu 2024," kata Hasyim, Minggu (27/8/2023), dilansir dari Kompas.com.
Sebagai informasi, data bakal caleg yang berstatus sebagai mantan terpidana sebenarnya termonitor dalam Sistem Informasi Pencalonan (Silon).
Pasalnya terdapat menu isian bagi bakal caleg yang berstatus mantan terpidana pada saat mengisi dokumen persyaratan.
Salah satu dokumen persyaratan yang diperlukan tersebut adalah surat pernyataan bakal calon dan surat keterangan pengadilan negeri serta putusan pengadilan bagi yang berstatus eks terpidana dengan ancaman hukuman lima tahun atau lebih. (*)
Baca berita menarik lainnya klik TribunSumsel.com