Bahkan juga tertinggal dari kekuatan Koalisi Perubahan, pendukung Anies Baswedan.
“Peta koalisi kini berbalik 180 derajat. PDIP yang sepuluh tahun memimpin koalisi pemerintahan, kini harus berpuas diri di posisi buncit dengan kekuatan partai pendukung Ganjar sebesar 25 persen.
Di bawah Koalisi Perubahan yang mengusung Anies sebesar 28 persen, dan kini gabungan empat partai Senayan pendukung Prabowo mampu membentuk kekuatan terbesar 46 persen,” beber Umam.
Meski sinyal dukungan Jokowi ke Prabowo kian menguat, lanjut Umam, orang nomor satu di Indonesia itu tak akan terang-terangan menunjukkan preferensi politiknya ke publik.
Sebab, bagaimanapun, Jokowi masih kader PDIP, partai yang mengusung Ganjar Pranowo sebagai bakal capres.
Umam menduga, Jokowi akan menghindari kemungkinan untuk berhadap-hadapan langsung dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, sehingga dukungan untuk Prabowo ditunjukkan samar-samar.
Lanjutnya, ada potensi Jokowi akan mencoba mencitrakan diri berada di tengah antara Prabowo dan Ganjar, atau bahkan mendukung Ganjar sekalipun sebagai bentuk sikap tegak lurus pada partai.
“Namun, semua sel-sel politik pendukungnya akan dibiarkan atau bahkan diarahkan untuk berkumpul mendukung Prabowo Subianto,” tutur dosen Universitas Paramadina itu.
Jokowi Bantah Ikut Campur
Presiden Jokowi dengat tegas membantah ikut campur tangan dalam koalisi empat partai politik pendukung Prabowo Subianto.
Menurut Presiden urusan koalisi dan dukungan capres-cawapres merupakan ranah partai politik.
"Ya itu urusannya partai-partai lah. Urusannya Golkar, urusannya PAN, urusannya Gerindra, urusannya PKB. Itu urusannya partai-partai," katanya di Istana Negara, Jakarta, Senin, (14/8/2023).
Presiden Jokowi mengatakan Golkar dan PAN tidak berkomunikasi dengannya sebelum menyatakan dukungan kepada Prabowo.
Karena kata Jokowi soal dukung mendukung di Pilpres 2024 bukan urusan Presiden.
"Ndak, ndak. Itu urusan mereka. Urusan koalisi, urusan kerja sama. Saya bukan ketua partai. Saya Presiden," katanya.