Berita Palembang

PPATK Ungkap Serangan Fajar Pemilu 2024 Beralih ke Digital, Ini Respon Bawaslu Sumsel

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PPATK mengungkap serangan fajar saat masa Pemilu 2024 nanti tak lagi bagi-bagi uang melainkan lewat pengisian dompet digital direspon Bawaslu Sumsel.

Sedangkan untuk dompet digital, Plt. Deputi Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan PPATK Syahril Ramadhan mengatakan, pihaknya telah menggandeng pihak pelapor yang mengeluarkan uang elektronik.

"Jadi, sekarang orang bisa saja tidak menggunakan cash, tapi pakai GoPay, OVO, dan Dana. Jangan sampai uang elektronik ini dimanfaatkan untuk penggunaan dana pemilu secara ilegal," kata Syahril.

Syahril juga menyebut harus diwaspadai aliran dana pemilu dari tindakan ilegal melalui transaksi kripto. Saat ini perdagangan aset kripto dapat dijadikan sebagai tempat berputarnya dana pemilu yang ilegal.

"Kita melibatkan perusahaan yang memperdagangkan aset kripto. Aset kripto ini bisa digunakan untuk transfer. Oleh karena itu kita melakukan pengawasan," katanya.

Ia mengatakan, PPATK telah membuat Tim Kerja Analisis Kolaboratif, yang mana diantaranya menggandeng Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP).

"LPP ini harus kita libatkan juga karena mereka membuat ketentuan pedoman terkait Rekening Dana Khusus Kampanye (RKDK) dan pemantauannya," ujar Syahril.

Menurut Syahril, mengusut aliran dana politik yang ilegal melalui aset kripto akan mudah karena lebih terbuka. "Memang analisis kami, aset kripto ini lebih mudah dibanding lainnya karena kan lebih terbuka. Kalau bank kan lebih rahasia," katanya.

Dalam hal ini, kata Syahril, PPATK akan menganalisis guna mencegah adanya tindakan ilegal dalam dana pemilu.

"Aset kripto ini memiliki indikator-indikator terkait hal tertentu. Kita akan analisis. Pihak PPATK akan lakukan tindakan pencegahan. Salah satunya adalah kalau itu tindakan pidana, itu bisa diproses ada indikasi akan melakukan pendanaan," ujarnya.

Baca berita lainnya langsung dar google news

Silakan gabung di Grup WA TribunSumsel

Berita Terkini