"Fajri itu sosok yang baik, gampang bergaul atau sosialisasi dengan warga sekitar dan pekerja keras, karena dia bekerja di biro jasa," sambungnya.
Namun demikian, hal tersebut mulai berubah saat Fajri mengalami putus cinta dan musibah kecelakaan yang menimpanya.
Pasca kecelakaan, Fajri mengalami luka yang cukup serius di bagian kaki. Akan tetapi, ia enggan untuk mengambil tindakan penyembuhan lewat penanganan medis rumah sakit ataupun klinik.
Sebelum menjalani perawatan di rumah sakit, Fajri kerap merintih kesakitan.
Tetangga sekitar rumahnya selalu mendengar Fajri menangis memecahkan keheningan malam.
Suara penderitaan yang datang dari rasa sakit dan ketidakberdayaan itu selalu terdengar.
Pukul 03.00 WIB, rintihan pria obesitas dengan berat kurang lebih 300 kilogram itu menembus tembok-tembok rumah sampai ke telinga tetanngganya.
Tidak mudah menghilangkan rasa sakit pria yang hanya hidup dengan ibunya yang juga tidak benar-benar sehat.
Fajri enggan berobat ke rumah sakit khawatir merepotkan tetangga karena berat badannya.
Trauma masa lalu saat ditinggal ayah tercinta, membuat Fajri menolak ajakan untuk berobat ke rumah sakit.
"Sebagai tetangga, saya sudah sering bujuk dia buat berobat, karena kasihan liat kondisinya begitu. Tapi katanya Fajri trauma ke rumah sakit, karena ayahnya dulu meninggal," ungkapnya.
Muhammad Fajri pun akhirnya dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Menteng Pulo, Tebet, Jakarta Selatan, siang tadi sekira pukul 14.00 WIB.
Baca berita lainnya di google news