TRIBUNSUMSEL.COM, KAYUAGUNG -- Korban asusila oknum pengajar di pondok pesantre di Desa Tugu Jaya, Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) bertambah.
Diduga ada belasan peserta didik Ponpes di OKI menjadi korban asusila oknum pengajar Ponpes dan satu di antaranya tertular penyakit kelamin dari pelaku.
Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Kepolisian Resor Ogan Komering Ilir (OKI) kembali menerima laporan baru korban pencabulan oknum pengajar pondok tersebut.
Korban DT (14) seorang remaja pria warga Kecamatan Lempuing saat ini sedang menjalani visum setelah selesai dilakukan BAP (Berita Acara Pemeriksaan).
"Benar laporan tersebut sudah masuk dan akan segera ditindaklanjuti," kata Kapolres OKI, AKBP Dili Yanto melalui Kasat Reskrim, AKP Jatrat Tunggal RWP pada Sabtu (3/6/2023) pagi.
Lebih lanjut Jatrat menyebut jika pelaku berinisial Bi (31) sudah diamankan beberapa waktu lalu dan disangkakan pasal 82 Ayat 1 dan Junto 76 E Undang-undang perlindungan anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
"Selain mengamankan pelaku, didapati juga barang bukti berupa handbody, satu helai kaus putih, sarung milik pelaku dan korban," bebernya.
Baca juga: Gubernur Sumsel Tinjau Jalan Rusak di Cengal Ogan Komering Ilir, Bukan Karena Kurang Perhatian
Kuasa hukum korban, Aulia Aziz Al Haqqi mengatakan berkat gencarnya membuka layanan pengaduan bagi korban pencabulan, kini korban pun berani untuk melapor.
"Setelah kemarin kita memperoleh laporan dari keluarga korban DT. Hari ini kami segera mendatangi SPKT membuat laporan dan telah diterima pihak kepolisian," ucapnya.
Aziz menambahkan, somasi juga dilayangkan kepada pihak ponpes yang berisi permintaan pertanggungjawaban secara moril dan materil untuk diberikan ke korban dan keluarganya.
"Selain laporan, kami juga layangkan somasi yang isinya klien kami merasa keberatan dan tidak terima anaknya menjadi korban kekerasan seksual,"
"Lebih ironisnya lagi ini terjadi di dalam ponpes yang mana pelaku ini kan seharusnya sebagai pengajar dapat memberikan contoh teladan yang baik, memberikan pendidikan yang berlandaskan dengan nilai-nilai agama," ungkapnya, pelaku malah justru beperilaku sebaliknya.
Dikatakannya, kerugian materiil yang dimaksud diantaranya yakni meminta pengembalian seluruh biaya yang telah diberikan kepada ponpes.
"Klien kami meminta untuk dikembalikan seluruh biaya pendidikannya, baik biaya wajib selama anak klien kami menjadi santri maupun biaya non wajib seperti uang donatur dan sumbangan," beber pengacara advocate and legal consultant prasaja law firm ini.
Selain itu, biaya yang timbul dalam mengurus laporan, dan oleh karena anak kliennya menderita traumatik psikologis yang mendalam.
Dikhawatirkan akan mempengaruhi fisik dan mental anak dikemudian hari, maka klien kami akan membawa anaknya ke dokter psikolog untuk memeriksakan kejiwaan anak.
"Kami memberikan waktu satu minggu terhitung kemarin bagi ponpes agar mempertanggungjawabkan baik secara moril maupun materil kalau tidak ada jawaban maka kami akan melakukan upaya hukum yang dilakukan pimpinan ponpes di Pengadilan Negeri Kayuagung dengan tuntutan meminta kerugian yang dialami keluarga kliennya," katanya didampingi Miftahul Huda dan Subrata.
Sejauh ini mereka sangat menyesalkan sejak kejadian hingga kini tidak ada itikad baik dari pada pengurus pendidikan maupun juga dalam bidang sosial untuk meminta maaf kepada keluarga korban.
"Tentunya ini kekecewaan berat bagi korban dan keluarga besar karena keluarga korban mengkhawatirkan masih ada 19 santri lainnya yang menjadi korban dan masih bersekolah di sana," ujarnya, informasi ini didapat dari korban sendiri.
Bahkan yang lebih parahnya lagi ada santri diduga kuat yang sudah melakukan hubungan sesama jenis karena tertular penyakit dari pelaku.
"Semuanya ini sudah sangat memperhatikan dan perlu adanya teguran tegas untuk para pengurus pondok pesantren tersebut," tegasnya.
Pelaku Duda Cerai
Sebelumnya, kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur kembali terungkap di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Bahkan kali ini korbannya adalah dua orang yang masih terbilang dibawah umur.
Pelaku pencabulan adalah AM (38) warga Desa Tugu Jaya, Kecamatan Lempuing dan korbannya sebut saja Mawar dan Melati bukan nama sebenarnya berasal dari Lempuing.
Saat dikonfirmasi AM menyebut kelakuan tersebut tersebut dilakukan lantaran nafsu. Karena telah lama menjadi duda.
"Saya melakukan itu karena nafsu, akibat sudah lama cerai dari istri," ujarnya dihadapan awak media Selasa (16/5/2023) sore.
Masih kata AM, guna melancarkan aksinya pelaku terlebih dahulu mendekati korbannya dan merayu mereka untuk menjadi lebih sehat dan kuat harus melakukan hubungan terlarang tersebut.
"Saya iming-imingi korban dengan melakukan hubungan (layaknya suami istri) bisa membuat daya tubuh menjadi kuat (sehat)," ujarnya
"Setelah melakukan hubungan intim, saya cuma bilang ke mereka jangan sampai bilang ke siapa-siapa," tambahnya,
Saat disinggung telah berapa kali melakukan aksinya, pelaku enggan menyebut detailnya. Namun yang pasti kedua korban dicabuli ditempat yang berbeda-beda.
"Salah satu korban ada yang 5 kali dan ada yang lebih dari itu," tuturnya
Ditegaskan Kapolres OKI, AKBP Dili Yanto melalui Kasat Reskrim, AKP Jatrat Tunggal RWP bahwa pihaknya sebelumnya telah menerima laporan dari pihak keluarga korban pada Rabu (5/5) mengenai adanya peristiwa pencabulan tersebut.
"Setelah kami selidiki, akhirnya kemarin anggota mendapati keberadaan dari pelaku. Kemudian kami berkomunikasi dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat di sekitar rumah pelaku,"
"Saat itu pelaku AM yang tengah berada dirumahnya kami amankan tanpa perlawanan dan saat ini telah kita amankan di polres OKI," jelas Jatrat.
Dijelaskan dia, untuk kejadian pencabulan yang dilaporkan terjadi pada Sabtu (15/4) silam yang dilakukan dirumah pelaku di Desa Tugu Jaya.
"Jadi kronologisnya malam sebelumnya korban dan pelaku sempat melakukan buka bersama ditempat lain. Kemudian pada saat perjalanan pulang dari kegiatan itu pelaku mengiming-imingi dan merayu korban untuk tidur dirumahnya,"
"Kebetulan rumah yang bersangkutan satu arah dan sewaktu menginap dirumah pelaku itulah terjadinya aksi pencabulan tersebut," paparnya, didampingi Kanit PPA Polres OKI, Iptu Ginting.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan pasal 82 ayat 1 dan ayat 2 Jo pasal 76 ayat E UU perlindungan anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
"Sedangkan barang bukti yang kita amankan yaitu 2 botol handbody, satu helai kaos putih, sehalai celana dan sarung milik tersangka dan korban," pungkasnya.
Baca berita lainnya langsung dari google news
Silakan gabung di Grup WA TribunSumsel