TRIBUNSUMSEL.COM -- Menkopolhukam Mahfud MD angkat bicara soal sikap suka pamer harta para pejabat kerap jadi sorotan publik.
Mahfud MD menyebut tindakan gaya hidup mewah atau flexing tersebut tidak termasuk dalam pelanggaran hukum.
"Tapi praktik flexing itu justru merupakan bentuk pelanggaran terhadap moral, kepantasan, dan budaya di Indonesia," ujar Mahfud MD di podcast youtube Sekretariat Negara tayang pada senin kemarin (29/5/2023)
Lebih jauh Mahfud MD mengatakan, sikap flexing itu tidak melanggar hukum asal barang yang dipakai halal.
Namun, sikap tersebut melanggar moral, melanggar kepantasan dan melanggar budaya juga kalau di Indonesia
"Kalau flexing itu tidak melanggar hukum asal barangnya halal, tetapi dia melanggar moral, melanggar kepantasan, melanggar budaya juga kalau di Indonesia," kata Mahfud.
Mahfud menambahkan, hukum adalah sebuah norma yang mengatur bahwa tindakan tertentu dapat dinyatakan melanggar hukum dan dijatuhi hukuman.
Namun, masih ada norma-norma lain di atas hukum, yakni moral, agama, dan etik.
Menurutnya, orang yang hanya takut pada hukum bisa saja bertindak sesukanya, sedangkan orang yang tertib adalah orang yang takut pada hukum dan moral sekaligus.
Pejabat Bekingi Mafia
Menteri kordinator bidang politik hukum dan keamanan (Menpolhukam) Mahfud MD menguak tantangan besar dalam mengemban jabatan strategis tersebut.
Salah satunya dalam menangani permasalahan mafia yang memiliki bekingan para pejabat.
Hal tersebut diceritakan Mahfud MD saat muncul di podcast youtube Sekretariat Kabinet yang diunggah senin kemarin, (29/5/2023).
Mahfud MD menyebut mulai dari mafia hukum, mafia peradilan hingga mafia kekayaan alam tambang jadi fokus masalah harus ditanganinya.
"Terkadang di kasus mafia tambang sulit ditangani, karena terkadang bercampur antara orang ingin berusaha baik-baik, orang yang ingin berusaha secara ilegal, bercampur dengan preman, bercampur dengan back up dari pejabat," ucap Mahfud MD.
Dikatakan Mahfud MD, dirinya tak takut menyelesaikan masalah yang mengaku ada bekingan pejabat, namun lebih tidak enak.
"Kalau saya harus bilang, wong sangat penting jangan back up gitu dong, bilang ke atasannya dan seterusnya," tutur Mahfud MD.
Hal tersebut dinilai Mahfud MD menjadi masalah yang agar rumit untuk menyelesaikannya sehingga membuat dirinya memilih untuk bicara terbuka atau speak up ke publik.
"Itulah sebabnya daripada bicara berbisik, lebih baik bicara terbuka agar orang tidak bisa menghindar lagi, pak Mahfud sudah ngomong gitu loh," sambung Mahfud MD.
Diakui Mahfud MD, dirinya memang tidak enakan saat meneriakan kasus seseorang ke publik namun hal tersebut harus dilakukan untuk membongkarnya.
"Banyak tuh kasus tersembunyi, misalnya di Bengkulu ada nenek dihajar anak SMP, beberapa hari saya lihat ndak ada beritanya, saya kirim lewat medsos minta polisi cari, sore sudah ketangkep," tuturnya.
Selain itu, dikatakan Mahfud MD kasus Rafael Alun ketika anaknya viral aniaya orang, dirinya langsung memerintahkan untuk menyelidiki.
"Kok orang itu jahat banget sombong anaknya siapa, tau anak Rafael itu pejabat eselon coba lihat kekayaannya, lihat transaksi ditemukan ada masalah sejak tahun 2012, kekayana tidak wajar kok ini diam, bapaknya dilaporkan, lalu kita buka dan diselidiki hartanya," tuturnya.
"Kalau saya ndak teriak, nggak kebuka," sambungnya.
Begitu juga dengan kasus Sambo, banyak pihak mengatakan kasus ini merupakan persoalan tembak menembak antara pelaku dan korban.
Pada akhirnya mengerucut kalau kasus ini adalah pembunuhan.
“Bukan saya ingin sombong, tapi ketika saya berbicara, dukungan publik itu mengalir, kalau dukungan publik mengalir dia tidak bisa mengelak,” tandasnya.
(*)