“Saya bertekad untuk mengubah segalanya. Saya shalat lima kali sehari dan tidak melewatkan nasihat yang diberikan kepada saya, yang membuat 36 tahun terakhir di sini terasa seperti 36 bulan. Ketika saya melihat ke cermin, saya melihat bahwa rambut saya beruban. Ketika saya masuk penjara saya gemuk, tapi sekarang saya kurus,” katanya.
Dia pun berterima kasih kepada Sultan Ibrahim dan seluruh staf Penjara Taiping.
Direktur Penjara Taiping SAC Nazri Mohamad mengatakan, Jamil dikirim ke Penjara Johor Bahru pada Februari 1983 setelah dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan diberi enam pukulan tongkat di bawah Pasal 5 Undang-Undang Senjata Api (Peningkatan Hukuman) 1971 (UU 37) oleh Pengadilan Sesi Johor Bahru. Jamil kemudian dipindahkan ke Penjara Taiping pada tahun 1986 untuk menjalani hukumannya.
Menurut Nazri, pada 22 Maret, Jamil menerima pengampunan kerajaan setelah pertemuan Dewan Pengampunan Negara Bagian Johor dengan syarat dia harus dideportasi ke Indonesia dan berjanji untuk tidak kembali ke negara itu lagi.
Nazri juga menggambarkan Pak Jamil, panggilan akrab Jamil sebagai napi saleh yang rajin dalam segala hal yang digeluti.
Menurut dia, Jamil juga disukai banyak napi lain. “Dia aktif dalam kegiatan keagamaan dan menjadi imam serta mengajar narapidana lain membaca Al-Qur'an.
Sebut saja 'Jamil Hayat' (sebutan akrabnya di penjara) dan semua orang akan mengatakan bahwa mereka mengagumi dan menghormatinya karena karakter, kepemimpinan, dan pengetahuannya,” tambah Nazri.
(*)
Baca berita lainnya di Google News.