Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNSUMSEL.COM - Setelah kubu Ferdy Sambo, kini giliran kubu Kuat Maruf yang menyinggung status justice collaborator (JC) Richard Eliezer alias Bharada E dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Singgungan itu dilontarkan oleh kuasa hukum Kuat Maruf dengan bertanya ke ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Muhammad Arif Setiawan dalam sidang lanjutan yang digelar, Senin (2/1/2022).
Arif dihadirkan sebagai saksi ahli meringankan dalam sidang dengan terdakwa Kuat Maruf dan Ricky Rizal.
Baca juga: 7 Film Bioskop Tayang Bulan Januari 2023, Ada Film Alena, Anak Ratu Iblis, Hidayah Hingga Shazam 2
Kuasa hukum Kuat Maruf mempertanyakan tentang aturan tentang justice collaborator Kuat Maruf dalam Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Jenis pidana apa saja yang bisa memungkinkan untuk menjadi justice collaborator,?" tanya kuasa hukum Kuat Maruf.
Muhammad Arif Setiawan menjelaskan, kalau JC dipahami sebagai seorang saksi menjadi bagian dari pelaku perbuatan pidana,tapi dia mau bersaksi dengan membuka tindak piadan itu.
Dikatakan, dalam UU PSK dibatasi secara limimatif jeis-jenis tindak pidana apa saja yang bisa diberikan status JC.
"Memang di bagian akhir itu, ada bagian yang limitatif kemudian dibuka,
Tindak pidana sudah ditentukan. Ada tindak pidana korupsi, terorisme, narkotika, perdagangan orang dan kejahatan-kejahatan yang terorganisir," terang Arif.
Tetapi, lanjut Arif, UU PSK itu juga membuat peluang LPSK untuk menetapkan justice collaborator di luar pidana yang dibatasi tersebut.
Hanya, persoalannya selain jenis tindak piidana, menurut Arif, status justice collaborat juga dibatasi bahwa dia bukan pelaku utama dari pidana yang dilakukan.
"Bukan pelaku utama, itu ketentuannya dimana?," tanya kuasa hukum KUat Maruf.
"Ada di Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban," terang Arif.
Kuasa hukum Kuat Maruf juga mempertanyakan apada di Surat Edaran Mahkamah Agung juga memberikan batasan terjadap justice collaborator.