Adapun syukur yang sunnah adalah mengucapkan dengan lisan pujian yang menunjukkan bahwa Allah-lah Sang Pemberi nikmat dan yang menganugerahkannya kepada para hamba-Nya, semisal dengan ucapan alhamdulillah.
Pemberian nikmat kepada hamba adalah murni anugerah dan karunia dari Allah, bukan kewajiban bagi-Nya. Karena memang tidak ada sesuatu pun yang wajib bagi-Nya.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا بِكُمْ مِّنْ نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ثُمَّ اِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَاِلَيْهِ تَجْـَٔرُوْنَۚ (النحل: ٥٣)
Maknanya: “Dan nikmat apa pun yang ada pada kalian adalah dari Allah. Kemudian jika kalian terkena mara bahaya, maka hanya kepada-Nya-lah hendaknya kalian memohon” (QS an-Nahl: 53).
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Sebagian orang sama sekali tidak bersyukur. Dan sebagian yang lain bersyukur tetapi tidak secara sempurna.
Orang-orang yang sama sekali tidak bersyukur kepada Allah adalah mereka yang takabur sehingga tidak mau menerima kebenaran yang dibawa oleh para Nabi.
Mereka tidak mau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para utusan-Nya dan juga hari akhir. Mereka meyakini kekufuran dan menolak tauhid.
Mereka ini tidak bersyukur kepada Allah ta’ala sama sekali. Karena mereka telah meninggalkan kewajiban yang paling dasar dan paling utama, yaitu iman yang Allah jadikan sebagai syarat diterimanya amal kebaikan.
Mereka ini termasuk yang dimaksud dengan firman Allah ta’ala:
وَقَدِمْنَآ اِلٰى مَا عَمِلُوْا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنٰهُ هَبَاۤءً مَّنْثُوْرًا (الفرقان: ٢٣)
Maknanya: “Dan Kami (Allah) menghukumi amal (yang mereka anggap baik) yang mereka lakukan (dalam keadaan tidak beriman), maka Kami jadikan amal mereka seperti debu yang bertebaran (tidak berguna dan tidak diterima)” (QS al Furqan: 23).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Allah telah memuji Nabi Ibrahim dalam firman-Nya: