Berita Pilpres 2024

Pemilu 2024 : Jusuf Kalla Sampaikan Kriteria Pemimpin yang Layak Dipilih di Pilpres 2024, Sosoknya

Editor: Slamet Teguh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jusuf Kalla Sampaikan Kriteria Pemimpin yang Layak Dipilih di Pilpres 2024, Sosoknya

TRIBUNSUMSEL.COM - Jusuf Kalla menyampaikan kriteria calon pemimpin pada Pilpres 2024 mendatang.

Jusuf Kalla menyebutkan ada empat kriteria utama pemimpin yang layak dipiliha pada Pilpres 2024.

Meski menyebutkan Kriterianya, namun Jusuf Kalla tak menyebutkan sosok pemimpin yang layak dipilih di Pilpres 2024.

Mantan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla (JK) memberikan tanggapannya terkait kriteria pemimpin yang layak untuk dipilih dalam gelaran Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.

Menurut Jusuf Kalla, terdapat empat kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih pemimpin Indonesia.

Agar nantinya pemimpin tersebut bisa membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih maju.

Terlebih, pemilihan pemimpin ini akan menyangkut 270 juta jiwa penduduk Indonesia, sehingga kita tidak boleh main-main dalam memilihnya.

"Dari tujuan besar itu baru kita tetapkan kriteria. Ini tidak boleh main-main karena menyangkut 270 juta jiwa penduduk Indonesia," kata JK dilansir Kompas.com, Sabtu (29/10/2022).

Kriteria yang pertama menurut JK adalah kemampuan kepemimpinan yang kuat.

Kemudian calon pemimpin yang dipilih nantinya juga harus mempunyai pengalaman.

Karena jika tanpa pengalaman, pemimpin tersebut akan sulit untuk memimpin Indonesia.

"Karena tanpa pengalaman juga nanti susah," ucap JK.

Selanjutnya kriteria ketiga yakni sosok yang memiliki tingkat kecerdasan dan kemampuan intelektual yang cukup baik.

Kriteria terakhir adalah pemimpin tersebut harus mempunya rekam jejak yang baik.

"Itu saja dulu empat. Boleh ditambah tapi tujuan utama kita yang bisa membawa bangsa ini lebih baik," ungkap JK.

Meski telah mengungkap empat kriteria tersebut, JK enggan mengungkapkan siapa tokoh yang menurutnya mendekati kriteria tersebut.

JK pun ingin membiarkan masyarakat saja untuk menilai siapa tokoh yang sesuai dengan kriteria itu.

Politikus Partai Golkar ini pun menambahkan kriteria ini semestinya menjadi perhatian utama masyarakat sebelum meributkan soal nama yang akan dipilih pada Pilpres 2024.

Menurut dia, masyarakat juga mesti menilai dengan objektif soal kriteria dan nama calon presiden Indonesia pada 2024.

"Jangan dahulu anti ini anti itu. Kriterianya mana dahulu?" pungkasnya.

Baca juga: Pemilu 2024 : Prabowo Disebut Berpeluang Jadi Suksesor Jokowi di Pilpres 2024 Usai Sering Bertemu

Baca juga: AHY Berpeluang Cawapres Anies di Pilpres 2024, Begini Reaksi Demokrat Sumsel

Pengamat Nilai Turunnya Elektabilitas Parpol KIB karena 3 Faktor, Salah Satunya Belum Umumkan Capres

Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Survei Litbang Kompas menunjukkan perolehan suara partai anggota Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) mengalami penurunan jika pemilu dilakukan saat ini.

KIB merupakan koalisi yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Dalam survei tersebut, Golkar keluar dari tiga besar papan atas dengan hanya memperoleh 7,9 persen suara.

Padahal pada survei yang sama Juni 2022 lalu, Golkar mendapat suara 10,3 persen.

Posisi Golkar digeser oleh Partai Demokrat dengan elektabilitas 14 persen.

Sedangkan PAN yang memperoleh 3,6 persen pada survei Juni juga mengalami penurunan suara menjadi 3,1 persen. PPP hanya memperoleh 1,7 persen suara.

Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa menilai penurunan itu disebabkan oleh beberapa faktor.

Pertama, KIB hingga saat ini belum memajang nama calon presiden (capres) dan cawapres yang bakal didukung pada Pilpres 2024.

Sehingga partai anggota koalisi tidak mendapat keuntungan dari efek ekor jas (coat-tail effect).

"Pertama tentu sampai hari ini KIB belum menentukan siapa figur untuk dapat layak dicalonkan capres atau cawapres. Apa implikasinya? implikasinya adalah terhadap coat-tail effect."

"Ini tidak bisa didapatkan oleh KIB karena notabenenya mereka belum punya calon," kata Herry, kepada wartawan, Jumat (28/10/2022).

Faktor berikutnya adalah kemiripan ceruk elektoral. Herry menjelaskan ketiga partai anggota KIB berbagai suara di ceruk yang sama yakni segmen pendukung pemerintah.

"Kedua ceruk elektoral dari ketiga parpol ini hampir mirip di segmen masyarakat pendukung pemerintah."

"Namun di sisi lain, mereka harus mengerti ceruk elektoral itu tidak hanya kelompok masyarakat atau segmen masyarakat yang pro pemerintah. Ada segmen masyarakat yang justru kontra dengan pemerintah," ucapnya.

Golkar, PAN, dan PPP juga dinilai belum berupaya maksimal untuk menggarap ceruk elektoral yang kontra pemerintah.

"Dan sampai saat ini, ketiga parpol ini belum ada upaya untuk mencoba menarik ceruk ini ke dalam elektabilitas mereka," ujarnya.

Selain itu, KIB juga tidak tampak mempunyai terobosan dan inovasi yang mampu menarik perhatian publik.

"Ketiga sampai hari ini, menurut saya, tidak ada gebrakan atau inovasi tertentu yang membuat publik tertarik atau simpati untuk memilih salah satu misalnya di antara mereka terbagi secara proporsional terdistribusi suara atau ceruk elektoral itu," ujarnya.

Menurut Herry, KIB harus mampu mengatasi tiga persoalan tersebut jika ingin membalikkan keadaan.

"Jelas (harus diselesaikan)," tandasnya.


(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/chaerul umam)(Kompas.com/Ardito Ramadhan)

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Berita Terkini