TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -Briptu Suci Darma melalui kuasa hukumnya, Titis Rachmawati SH MH resmi melayangkan somasi kepada Bupati Kabupaten OKI, Iskandar, Senin (20/6/2022).
Somasi itu diberikan karena orang nomor satu di lingkup Pemkab OKI tersebut dinilai tak kunjung memberi kejelasan terkait rekomendasi pemecatan yang diajukan Briptu Suci Darma terhadap suaminya, Damsir Khalik dan WAG.
Kasus Briptu Suci Darma menyeruak bak Layangan Putus versi ASN, usai sang Suami Damsir Khalik yang pernah menjabat Kasubbag Protokol Pemkab OKI diduga sudah berselingkuh hingga memiliki seorang anak bersama WAG yang tak lain stafnya sesama ASN.
"Sebelum mengajukan somasi, kami sudah lebih dulu mengirim surat untuk mengajak berdiskusi atau mediasi. Tapi tidak ada balasan. Sampai akhirnya kami mengirimkan somasi kemarin," ujar Titis Rachmawati, Selasa (21/6/2022).
Dalam somasi tersebut, Bupati OKI, Iskandar diberi waktu 10 hari untuk memberikan informasi terkait proses pemecatan sebagai ASN terhadap Damsir Khalik dan WAG.
Bila tidak direspon sampai waktu yang kami berikan, maka mereka akan mengajukan keberatan sebagaimana diatur dalam pasal 35 jo pasal 36 undang-undang No 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
Briptu Suci Darma dan kuasa hukumnya merasa, kebijakan menonaktifkan Damsir Khalik dan WAG yang telah diambil Bupati Iskandar tidaklah cukup untuk menyikapi persoalan ini.
Sebab menurut mereka, berbagai bukti kuat menyatakan kedua ASN tersebut melakukan perselingkuhan.
"Kenapa harus dinonaktifkan, apakah jabatan mereka sangat penting sehingga mereka harus dinonaktifkan dan sayapun sampai sekarang tidak menerima dasar hukum penonaktifan. Disini kita bicara soal moral. Jangan mentang-mentang mereka ASN jadi perbuatan mereka dianggap biasa saja," kata Titis.
Menurutnya, selaku Bupati, Iskandar tidak perlu menunggu keputusan berkekuatan hukum tetap (incrah) untuk memecat Damsir Khalik dan WAG.
Sebab berdasarkan undang-undang tentang Aparat Sipil Negara, tindak perselingkuhan sudah termasuk dalam pelanggaran berat yang bisa mendapat sanksi salah satunya pemecatan.
"Dipecat itu dalam arti bisa dua. Bisa PDH atau Pemberhentian Dengan Hormat atas permintaan sendiri atau atas kebijakan pimpinan sendiri. Sedangkan untuk PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat), memang harus ada keputusan incrah dulu," katanya.
"Tapi menurut saya, persoalan ini menyangkut moral seorang ASN. Harusnya Bupati tidak perlu menunggu waktu dan incrah tadi karena itu sudah beda. Harusnya pak Bupati selaku atasan langsung dari pelaku yakni Damsir dan WAG segera melakukan tindakan tega. PDH-kan mereka, kenapa sih harus menunggu lagi," ucapnya.
Selain mengajukan surat disusul dengan somasi langsung kepada Bupati OKI, Briptu Suci Darma melalui kuasa hukumnya juga sudah mengirim surat aduan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Titis mengungkapkan, aduan tersebut tidak menunggu waktu lama sebab dalam tiga hari sudah mendapat balasan.
Respon yang menurut mereka sangat jauh dari apa yang dilakukan Bupati OKI.
"Disini ada suci yang merasa sakit sekali, dia tertipu. Kalaupun memang ini dianggap suatu perkara yang biasa, bagi kami ini bukan suatu yang biasa. Suci merasa tertipu, stres, dan sedang dalam kondisi hamil Bagaimana seseorang dalam kondisi hamil secara kejiwaan harus menghadapi semua ini. Harusnya bupati berfikir melihat situasi itu," ujarnya.
Bupati OKI Tanggapi Kasus ASN OKI
Bupati Ogan Komering Ilir, H. Iskandar SE menjelaskan perkembangan yang telah dijalankan Pemerintah Kabupaten OKI.
"Jadi ini suatu perbuatan yang diluar norma kita, pemerintah kabupaten kita (Ogan Komering Ilir) sudah memprosesnya. Sebelum nantinya mereka ini ditetapkan bersalah atau tidak setelah inkrah," jelasnya dihadapan awak media, Senin (20/6/2022) siang.
Lebih lanjut disampaikan, bahwa saat ini pemerintah sudah membebastugaskan keduanya dari jabatannya.
"Dikarenakan delik pengaduannya sudah masuk ke Polda dan kalau sudah masuk kesana kita tinggal menunggu proses hukumnya,"
"Kalaupun proses hukumnya sudah inkrah ya kita akan mengevaluasi sesuai ketentuan. Tentunya kita tidak bisa sekonyong-konyong kita memenuhi permintaan dari pada tuntutan untuk memberhentikan yang bersangkutan," ungkapnya.
Menurutnya untuk mengambil keputusan tentunya harus sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku.
"Disini kan ada tatacara dan aturan pasal berapa diberhentikannya, akibat apa. Karena disini yang seperti kalian semua ketahui bahwa perbuatan ini sebelum yang bersangkutan melakukan pernikahan rumah tangganya," tutupnya.