TRIBUNSUMSEL.COM, MUSIRAWAS - Kalau menyebut nama Syamsul Bahrun, mungkin dianggap nama biasa saja bagi kebanyakan orang.
Tapi kalau menyebut nama "Syam Ayam", hampir dipastikan sebagian masyarakat Musi Rawas dan Lubuklinggau tahu dengan nama itu. Dia dikenal sebagai salah seorang pengusaha yang tergolong sukses menggeluti bisnis ayam.
Maka lebih dikenal dengan sebutan "Syam Ayam". Bagaimana kisah sukses Syamsul Bahrun menggeluti bisnis ayam hingga kini beromzet miliaran rupiah.
Berikut petikan wawancara wartawan Sriwijaya Post Ahmad Farozi dengan Syamsul Bahrun, dikediamannya Jalan Mangga Besar RT3 No37 Kelurahan Kenanga Kecamatan Lubuklinggau Utara II Kota Lubuklinggau.
Bisa ceritakan perjalanan karier anda berbisnis ayam hingga berkembang seperti sekarang?
Sebelum berkecimpung di bisnis penjualan ayam Kalau mau diceritakan, ceritanya cukup panjang dan awalnya memang lebih banyak dukanya dibandingkan suka.
Bagaimana ceritanya?
Dulu sekitar tahun 1996/1997, saya pernah kerja di PT Xylo di Muara Beliti, Musi Rawas, tapi hanya sebentar. Dan di tahun yang sama saya berhenti, kemudian saya mencari kerja ke Palembang, dan sempat bekerja di stand penjualan jam di International Plaza (IP) di Palembang.
Tapi juga tidak lama. Kemudian saya kerja ikut mamang (Paman) jualan nasi goreng di Simpang Empat Kertapati, sekitar tahun 1997/1998, nasi goreng Belando namanya.
Berapa lama anda jualan nasi goreng?
Juga tidak terlalu lama, karena sekitar pertengahan tahun 1998 saya pergi ke Kabupaten Lahat, ikut bekerja sebagai pemanen kopi disana, tepatnya di Desa Tiga Serangkai, Pelajaran Nanti Giri, Pamasalak, Kecamatan jarai. Sampai musim panen berlalu, saya berhenti sebagai pemanen kopi.
Setelah itu kemana?
Setelah itu saya pulang ke desa saya Desa Air Satan Kecamatan Muara Beliti Kabupaten Musi Rawas dan sempat tidak ada kerjaan di rumah selama lebih kurang sekitar tiga bulan.
Kemudian nyoba kerja di perkebunan PT Lonsum diwilayah Lake (Desa Rantau Jaya Kecamatan Karang Jaya Kabupaten Muratara), penawarannya kerja jadi mandor.
Tapi training dulu selama dua bulan jadi Buruh Harian Lepas (BHL) dengan upah Rp5100 per hari. Saya hanya bertahan sekitar dua bulan jadi BHL, karena kehabisan bekal.
Sewaktu akan meminjam uang koperasi untuk biaya makan, tapi tidak dibolehkan, maka saya berhenti dan pulang lagi ke desa.
Berhenti jadi buruh perkebunan anda kemudian nganggur lagi, lantas apa langkah anda selanjutnya?
Saya kemudian mencoba jualan pisang goreng di Pasar Becek (Pasar Inpres Lubuklinggau) belakang penggilingan bakso sambil bekuli jadi pengangkut sayur.
Disela jualan pisang goreng, saya nyoba melamar kerja jadi sales disalah satu perusahaan penjualan kasur di Lubuklinggau, tapi hanya bertahan satu bulan, lalu saya kembali lagi jualan pisang goreng di Pasar Becek.
Seiring perjalanan waktu, berangkat pukul 04.00 dinihari pulang sore jualan di pasar, maka suatu waktu saya ketemu dengan salah seorang karyawan H Fen (H Effendi, pengusaha ayam terkenal di Lubuklinggau pada saat itu-red).
Kemudian saya diajak kerja ditempat H Fen, kerjanya tukang ngantar ayam. Karena dapat kerjaan baru jadi tukang ngantar ayam, maka jualan pisang goreng saya tinggalkan.
Kurang lebih sekitar satu tahun saya kerja ditempat H Fen. Dan sekitar tahun 1999 akhir, saya coba beranikan diri menghadap H Fen, saya bilang sama beliau, kalau boleh saya mau jualan ayam di pasar.
Apa tanggapan H Fen sewaktu anda menyatakan ingin berjualan ayam?
Alhamdulillah permintaan saya dikabulkan. Pertama saya dapat jatah lima ekor ayam kingkong, kalau ditimbang sekitar 20-an kilo untuk jualan di pasar.
Ternyata hasilnya cukup lumayan bagi saya pada waktu itu. Karena jualan di pasar itu tidak ada batasan, artinya begini, kadang ada konsumen yang pesan untuk hajatan misalnya, maka dia pesan dalam jumlah banyak.
Maka saya tetap bertahan jualan ayam di pasar sampai tahun 2000-an jualan saya sudah agak mapan.
Dan pada bulan Juni 2001, saya menikah dengan isteri saya yang saat itu bekerja sebagai karyawan toko baju.
Setelah menikah apakah anda masih terus jualan ayam di pasar?
Ya, saya terus jualan sampai tahun 2005. Ilmu yang saya dapat dari H Fen saya kolaborasi, hingga akhirnya dapat modal.
Maka tahun 2005 saya kemudian mencoba ekspansi jadi broker atau penyuplai ayam di pasar.
Modal awalnya saya pinjam bank Rp40 juta ditambahi dengan menjual emas (perhiasan) isteri saya, sehingga saya dapat menyuplai ayam untuk jatah dua truk ayam. Satu truk itu modalnya kisaran Rp25 juta-an.
Darimana anda dapat pasokan ayam?
Waktu itu, saya ambil ayam dari suplier di Medan (Sumut). Setelah berjalan dan dapat kepercayaan dari mereka, tak serta merta saya memanfaatkan kepercayaan orang, tapi saya sesuai kemampuan saja, karena menurut saya, sekali salah melangkah, akan fatal akibatnya, maka step by step saja.
Dan alhamdulillah, seiring waktu usaha saya sebagai broker ayam semakin berkembang.
Kemana saja pasokan ayam yang didapat dijual?
Lokasi penjualan cukup variatif. Selain untuk pasaran lokal, saya kirim ayam ke Palembang, Jambi, Muaro Bungo, Padang, bahkan di Medan sendiri.
Untuk di Sumsel, hampir sebagian di kabupaten kotanya juga kita kirim, termasuk ke Lampung juga, dan ke Jakarta. Proses ini terus berlanjut sampai tahun 2012 dengan omzet waktu itu kalau lihat dari laporan pajak, sekitar Rp3-4 miliar.
Dan pada tahun 2012 itu, saya coba mengembangkan sayap ke Jakarta, karena saya lihat pasaran Jakarta cukup potensial.
Maka saya buka 10 cabang pangkalan di Jakarta. Melayani baik di pasar tradisional maupun di pasar modern.
Apakah bisnis anda hanya ayam?
Saya pernah coba buka bisnis selain ayam, yaitu kuliner Pondok Steak sekitar tahun 2016-2018.
Tapi kurang menjanjikan, terkendala SDM, akhirnya tutup hanya bertahan sekitar tiga tahun.
Kemudian saya coba buka show room mobil, dari tahun 2017 - 2000, namanya Maju Mandiri Mobilindo.
Tapi karena pandemi, maka pasaran sepi. Kemudian faktor BI Cheking juga mempengaruhi bisnis show room ini, susah pencairan karena faktor BI cheking konsumen.
Selain itu, saya juga buka biro jasa. Dan dari tahun 2012 sampai sekarang, saya juga coba buka kebun sawit, ada sekitar 100 hektar.
Kemudian juga membangun mitra phokphand peternakan semi modern kapasitas 300 ribu ekor ayam di Bukit Beton (dekat perbatasan Musi Rawas - Muratara), Jukung (Lubuklinggau) dan Rantau Bingin (Musi Rawas).
Selama menggeluti bisnis ayam ini apakah bisnis anda mulus-mulus saja?
Namanya usaha, pasti ada pasang surutnya. Tepatnya tahun 2015, itu tahun susah bagi saya. Usaha ayam saya agak goyang, antara lain karena persaingan bisnis dari kesalahan saya dalam mengambil keputusan dan kebijakan.
Namun alhamdulillah, saya bisa lepas dari kendala yang dialami waktu itu dan tetap bisa survive dan bangkit lagi sampai sekarang.
Belajar dari pengalaman waktu itu membuat saya lebih hati-hati dalam melangkah. Karena tahun 2015 itu sangat berkesan bagi perjalanan pasang surut bisnis saya, maka didepan rumah saya, saya bangun tugu berbentuk lingkaran naik dan turun sebagai simbol bahwa dalam hidup ini ada kalanya naik dan ada kalanya turun, itu tugu filosofi kehidupan.
Dan setelah lingkaran naik turun itu, tugunya mengarah naik keatas, itu merupakan simbol harapan.
Ditengah perputaran bisnis beromzet miliaran rupiah yang membuat anda cukup diperhitungkan diwilayah Lubuklinggau, Musi Rawas dan sekitarnya ini, bagaimana anda memaknai hidup?
Bagi saya memaknai hidup itu yang paling penting dalam menjalani sebuah usaha adalah kejujuran, itu merupakan tolak ukurnya.
Pengembangannya adalah komitmen, kerja keras dan yang paling penting adalah doa kedua orang tua dan keluarga.
Tanpa mereka, kita tidak ada apa-apanya. Kemudian, hidup itu harus banyak melihat keatas dan kebawah.
Kita melihat keatas supaya termotivasi atas keberhasilan banyak orang. Kemudian kenapa harus melihat kebawah, supaya kita jangan sampai lupa daratan.
Keberhasilan kita juga atas peran banyak orang, dan banyak orang juga butuh uluran tangan kita.
Sebagian dari apa yang kita miliki merupakan hak orang lain, maka wajib kita keluarkan zakatnya.
Mohon maaf, ini bukan untuk pamer ya. Menurut saya, salah satu resep kesuksesan itu rajin zakat, sesuai hitungan nisabnya.
Yang terbaik deposito zakat, belum sampai nisab, kita keluarkan, belum setahun sudah kita keluarkan.
Maka tiap hari Jumat saya keluarkan zakat dan ada sasaran yang jadi prioritas, langsung ke penerima.
Berbagi itu suatu kepuasan batin, ketenangan, kalau sudah dikeluarkan plong hidup itu.
Sejak kapan anda rajin berzakat?
Awalnya begini, pada tahun 2013, kita punya banyak uang, tapi sering juga dapat musibah yang tak disangka.
Maka kemudian saya konsultasi dengan Kyai.
Disitu saya dapat pencerahan, jangan kita kufur nikmat, diberi rezeki berlimpah tapi tak menunaikan kewajiban. Janji Allah, kalau kita bersyukur atas nikmatnya, maka nikmat akan bertambah.
Ini bukan kita mengharapkan, bukan kita minta berlipat-lipat, tapi biarlah Allah yang menentukan. Tugas kita hanyalah menunaikan kewajiban dan mengulurkan tangan untuk orang-orang disekeliling kita. (SP/ahmad farozi)