Polemik RKUHP : Ray Rangkuti Sebut Ada 4 Pasal Berpotensi Lahirkan Kesewenang-wenangan

Editor: Wawan Perdana
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengamat dari Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti

Penjelasan Menkumham

Sementara menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menilai, pasal penghinaan presiden perlu dimasukkan ke dalam rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) agar demokrasi di Indonesia tidak terlalu liberal.

Yasonna mengatakan, kebebasan soal berpendapat tetap harus dibatasi agar tidak menimbulkan anarki.

"Kalau kebebasan itu yang sebebas-bebasnya, bukan kebebasan Pak, itu anarki Pak. Saya kira kita tidak harus sampai lah pada banyak (yang) mengkritik demokrasi liberal, memang arah kita mau ke sana?" kata Yasonna dalam rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (6/9/2021).

Yasonna menjelaskan, pasal penghinaan presiden dalam RKUHP pun memiliki delik aduan.

Ia memastikan, pasal penghinaan presiden tidak mengurangi hak masyarakat untuk mengkritik kebijakan presiden dan pemerintah.

"Kritik kebijakannya, apanya, sehebat-hebatnya kritik, enggak apa-apa. Bila perlu, tidak puas, mekanisme konstitusional juga ada kok," ujar dia.

Namun, aturan tersebut dibuat agar kritik atau pendapat yang disampaikan tidak bersifat menyerang harkat dan martabat seseorang, termasuk presiden.

"Saya selalu mengatakan, kalau saya dikritik 'Menkumham tak becus, lapas, imigrasi,' its fine with me, tapi kalau sekali menyerang harkat martabat saya, misalnya saya dikatakan anak haram jadah, itu di kampung saya enggak bisa itu," ujar Yasonna.

Yasonna melanjutkan, sejumlah negara lain pun memiliki peraturan mengenai ancaman hukuman bagi orang-orang yang menghina kepala negara mereka.

"Saya kira kita menjadi sangat liberal kalau kita membiarkan. Tadi dikatakan Pak Arsul di beberapa negara, kalau di Thailand lebih parah Pak, jangan coba-coba menghina raja, itu urusannya berat," kata dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dan Kompas.TV

Berita Terkini