TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -Terungkap fakta bahwa MI (34) tersangka penusukan Bripka Ridho Oktanarno pernah menjalani perawatan di rumah sakit jiwa.
Hal ini diungkap Dir Reskrimum Polda Sumsel, Kombes Pol. Hisar Siallagan SIK didampingi Kasubdit III Jatanras Polda Sumsel, Kompol Christopher Panjaitan saat dikonfirmasi.
"Kita menemukan hasil dari introgasi ibu pelaku bahwa yang bersangkutan pernah dirawat tahun 2009 - 2011 di rumah sakit jiwa Ernaldi Bahar Palembang," ujarnya, Sabtu (5/6/2021).
Meski begitu, polisi masih terus mendalami pengakuan MI sebagai anggota teroris.
Akan tetapi, hingga saat ini belum ditemukan adanya keterkaitan antara MI dengan jaringan teroris manapun.
"Dia mungkin ingin menjadi teroris. Tapi setelah kita baca, kita lihat pergaulannya, kemudian kita buka di kegiatan medsosnya, kemudian hubungan dia dengan lingkungan sekitarnya, sejauh ini kita belum lihat ada mata rantai dia dengan jaringan yang ada (teroris)," ujarnya.
Polisi juga sudah memeriksa rumah dan tempat kos MI untuk mengamankan barang bukti.
"Hasilnya kita mengamankan 3 pisau di TKP. Kemudian kita geledah rumah dan kos-kosannya ada lebih dari 20 pisau. Sudah kita tanyakan untuk apa dan dijawabnya untuk aksi. Selain itu juga ada 1 handphone dan 2 laptop yang kita sita dari rumah orang tuanya," kata dia.
Dikatakan Hisar, hingga saat ini pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan jiwa dari MI.
Namun sejauh ini, MI masih bisa memberi keterangan jelas kepada penyidik.
"Sebelum keluar hasil pemeriksaan kejiwaan, kita tetap akan menganggap dia bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dan sejauh ini dalam pemeriksaan dia cukup lancar dalam menjawab pertanyaan dari penyidik layaknya orang normal," ujarnya.
Bila hasil pemeriksaan kejiwaan menunjukkan MI secara sadar ketika melakukan penusukan, maka ancaman pasal 351 ayat (2) sudah menunggunya.
"Ancaman hukumannya 7 tahun penjara," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya
MI (34) kini berurusan dengan hukum karena nekat menusuk Bripka Ridho Oktonardo, anggota Satlantas yang saat kejadian sedang bertugas di Pos Lantas 418 Angkatan 66 Palembang, Jumat (4/6/2021).
Saat itu MI juga membuat pengakuan mengejutkan dengan menyebut dirinya sebagai teroris.
Hal tersebut sontak makin mengagetkan orang-orang yang berada di lokasi kejadian.
Namun MI yang sudah berhasil diamankan dan kini berada di Mapolda Sumsel, justru menyampaikan pernyataan yang berubah-ubah.
"Iya, saya ngaku teroris. Biar orang-orang lari, maksud saya begitu. Cuma mau nakut-nakuti saja," ujar MI, Sabtu (5/6/2021).
Meski begitu, MI mengaku sangat tertarik untuk menjadi seorang teroris setelah terinspirasi dari internet.
Bahkan dikatakannya, aksi penusukan yang ia lakukan bertujuan untuk merebut pistol polisi sebagai alat untuk melindungi diri dalam aksi terorisme.
"Saya belum ada jaringan, belum juga punya teman teroris. Baru mau rencana bikin jaringan.
Pistol itu untuk jaga-jaga kalau ada aksi (teroris)," ujarnya.
Saat beraksi menusuk Bripka Ridho, MI menggunakan pisau yang sengaja ia beli dari kawasan Kenten Palembang.
MI juga mengaku pernah dipenjara tahun 2013 yang dikatakannya karena difitnah sebagai teroris.
"Pernah dipenjara, tapi itu karena saya difitnah teroris. Waktu itu saya ditahan Di mako brimob selama 2 minggu, terus di Nusa Kambangan selama 3 bulan," ujarnya.
Sementara itu, Dir Reskrimum Polda Sumsel, Kombes Pol. Hisar Siallagan SIK dengan tegas membantah pernyataan MI yang mengaku pernah dipenjara karena terlibat kasus terorisme.
"Dari hasil pemeriksaan, sampai saat ini catatan kriminal tersangka belum ada," ujarnya.
Hisar mengatakan, polisi juga sudah meminta keterangan ibu MI.
Didapatlah hasil bahwa MI ternyata pernah menjalani perawatan jiwa di RS Ernaldi Bahar Palembang.
"Kita menemukan bahwa hasil dari introgasi ibu MI bahwa yang bersangkutan pernah dirawat tahun 2009 - 2011 di rumah sakit Ernaldi Bahar RSJ (rumah sakit jiwa) Palembang," ujarnya.
Namun polisi tetap akan mendalami pengakuan MI.
"Intinya setiap pengakuan tersangka akan kita uji dan cek kebenarannya. Dan selanjutnya kita akan tes lagi apakah pada saat MI melakukan tindakan itu, l dia bisa mempertanggung jawabkannya atau tidak. Tentunya dengan pemeriksaan psikolog untuk memeriksa kondisi mental yang bersangkutan," ujarnya.