Rizieq Shihab Tak Permasalahkan Sandang 2 Status Tersangka, Beri Syarat Soal Kasus Kematian 6 Laskar

Editor: Weni Wahyuny
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rizieq Shihab ditahan di Rutan Polda Metro selama 20 hari ke depan, hingga 31 Desember 2020.

TRIBUNSUMSELCOM, JAKARTA - Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab kini menyandang 2 status dugaan kasus yang sama yakni kerumunan namun tempat berbeda.

Sebelumnya Rizieq Shihab ditetapkan sebagai tersangka dugaan kerumunan di Petamburan, kini ia kembali ditetapkan sebagai tersangka terkait kerumunan di Megamendung Bogor, Jawa Barat.

Kini menyandang status tersangka di dua kasus, Rizieq Shihab merasa tak keberatan.

Hal tersebut disampaikan oleh Kuasa hukum FPI Aziz Yanuar.

Menurutnya, Habib Rizieq Shihab tak mempermasalahkan penetapannya sebagai tersangka tunggal kasus kerumunan massa di Megamendung Bogor.

Baca juga: Cinta Terlarang Kakak Nikahi Adik Terbongkar, Awalnya Gelapkan Motor, Kehabisan Ongkos di Palembang

Bahkan jika perlu, Habib Rizieq Shihab juga meminta setiap daerah melaporkannya ke pihak berwajib.

Dia akan menghadapi semuanya.

"Kalau perlu setiap daerah melaporkan terkait beliau. Beliau tidak masalah. Lapor sebanyak-banyaknya, lapor sesukanya. Dan akan dihadapi secara hukum juga," kata Aziz.

Habib Rizieq, lanjut Aziz, akan secara sukarela menghadapi dan memenuhi semua proses hukumnya.

Tapi, Rizieq Shihab mensyaratkan, kasus dugaan pelanggaran HAM berat pembantaian terhadap enam anggota Laskar FPI juga diproses secara hukum.

"Pesan dari beliau adalah rela dan mau untuk memenuhi semua proses ini akan tetapi beliau juga meminta bahwa kasus dugaan pelanggaran HAM berat, dugaan pembantaian terhadap enam laskar FPI juga diproses secara hukum, secara adil, dan juga secara konstitusi harus semuanya itu diproses sampai otak pelakunya," jelas Azis.

Baca juga: Fakta Sebenarnya Video Viral Mobil Kuning Terseret Banjir di Bandung, Tak Seperti yang Dibayangkan

Penegakan keadilan ini, lanjut Aziz, bisa dilakukan dengan menuntaskan penyidikan atas insiden penembakan enam anggota laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek beberapa waktu lalu.

FPI meminta agar pelaku penembakan segera bertanggung jawab.

"HRS tidak masalah ditahan kasus kerumunan model apa pun juga asalkan keadilan ditegakkan dengan proses tangkap dan hukum pembunuh enam anggota laskar FPI yang dibunuh secara keji. Para pelakunya, hingga lubang semut pun akan tetap kami kejar untuk tanggung jawab," ujarnya.

"IB HRS menuntut tanggung jawab mereka kelak atas kekejian mereka. Kelak jahanam jadi tempat mereka jika tak bertaubat," sambungnya.

Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi menyatakan telah menetapkan Habib Rizieq Shihab sebagai tersangka kasus kerumunan di Megamendung, Bogor, Jawa Barat.

"Sudah keluar (status) tersangka (kerumunan) Megamendung. RS tersangkanya, Rizieq," kata Andi di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (23/12/2020).

Menurut Andi, saat ini Rizieq Shihab masih sebagai tersangka tunggal dalam kasus tersebut.

Sebab berbeda dengan kerumunan di Petamburan, kegiatan di Megamendung tidak ada kepanitiaan.

Dalam kasus ini, Rizieq diduga melanggar Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Pasal 216 KUHP.

Jawaban FPI Soal Pernyataan Mahfud MD

Front Pembela Islam (FPI) menjawab tudingan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang menyebutkan penegakan hukum terhadap Habib Rizieq Shihab bukan sebagai bentuk kriminalisasi ulama.

Sekretaris Bantuan Hukum FPI Aziz Yanuar menyatakan penegakan hukum tersebut dinilai jelas sebagai bentuk kriminalisasi ulama. Sebab, banyak kasus kerumunan serupa tak ditindak tegas oleh negara.

"Kerumunan di Solo, Surabaya, Indramayu, Minahasa dan lain-lain terkait antar calon pemimpin daerah tidak ada diproses secara pidana maupun administrasi denda. Kerumunan di Banyumas pawai merah putih, marathon race Magelang, Dinkes Banjarmasin dan lain lain," kata Aziz saat dikonfirmasi, Jumat (25/12/2020).

Menurutnya, kasus kerumunan itu tak ada yang diproses seperti halnya kasus kerumunan Petamburan dan Megamendung.

"Tidak ada yang diproses. Jutaan orang menjemput HRS di Soetta karena dipersilakan seorang pejabat negara tidak diproses hukum maupun denda administrasi. HRS adakan acara pribadi di Megamendung dipidana, HRS undang maulid di Petamburan dipidana dan denda sanksi," ungkapnya.

Ia menuturkan hal itu menjadi salah satu bukti adanya diskriminasi hukum kepada Habib Rizieq Shihab.

"HRS seorang dipidana dan disanksi apa itu bukti terang benderang? masih kurang jelas dugaan kriminalisasi terhadap HRS? diskriminasi hukum luar biasa telak seakan akan hukum hanya untuk HRS," tukasnya.

Baca juga: Habib Rizieq Tersangka Kasus Kerumunan Megamendung, FPI: Kita Siap Hadapi

Diberitakan sebelumnya, Pekan lalu Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengaku bertanya beberapa aktivis termasuk keponakannya yang mengaku simpatisan Rizieq Shihab dan FPI, meski bukan anggota FPI, serta gerakan perjuangan yang katanya perjuangan Islam.

Mahfud mengaku menanyakan hal tersebut karena gerah dengan narasi di Indonesia ada Islamofobia dan karenanya terjadi "kriminalisasi terhadap ulama".

Ketika dikonfirmasi Tribunnews.com pada Kamis (24/12/2020) Mahfud membenarkan cerita tentang pertanyaan tersebut ia unggah pertama kali di grup Whats App "Globalized NU".

"Kapan terjadi kriminalisasi ulama? Coba sebutkan satu saja ulama yang dikriminalisasi," lanjut Mahfud.

Baca juga: Kabareskrim Ungkap Alasan Ambil Alih Berkas Perkara Dugaan Pelanggaran Prokes Rizieq Shihab

Namun ketika itu, kata Mahfud, tidak ada yang menjawab.

"Ayo sebutkan satu saja, siapa ulama yang dikriminalisasi sekarang ini. Sebagai Menko Polhukam akan saya usahakan untuk saya bebaskan secepatnya jika ada ulama yang dikriminalisasi," tanya Mahfud lagi.

Namun lagi-lagi, kata Mahfud, tetap tak ada yang menjawab.

Oleh karena itu Mahfud kemudian menyebut beberapa orang yang punya masalah hukum dan sering disebut sebagai ulama.

"Abu Bakar Baasyir? Itu terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat terrorisme. Dia itu dijatuhi hukuman ketika ketua Mahkamah Agung dikenal sebagai tokoh Islam yakni Bagir Manan. Tak mungkin Pak Bagir membiarkan kriminalisasi ulama, jika tak ada bukti terlibat terorisme," kata Mahfud.

Mahfud kemudian menyebut Bahar bin Smith.

Mahfud melanjutkan, Bahar, dihukum buka karema menghina Presiden atau mengolok-olok pemerintah.

Apalagi, lanjut dia, karena berdakwah.

Mahfud menegaskan Bahar dihukum karena melakukan penganiayaan berat yang korbannya jelas.

"Rizieq Shihab? Dia tak pernah dihukum atau ditersangkakan karena politik atau kehabibannya tetapi karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana umum," kata Mahfud.

Mahfud pun melanjutkan dengan nama Nur Sugik atau Gus Nur.

Mahfud kemudian menyebut Nur telah melakukan ujaran kebencian secara terbuka dan "bukan ulama".

"Ayo, sebut satu saja kalau ada ulama yang dikriminalisasi. Ketahuilah, mereka yang dihukum itu karena tindak pidana, bukan karena ulama. Masa' melakukan kejahatan tidak dihukum?" kata Mafud.

Di Indonesia, kata Mahfud, tidak ada Islamofobia.

Pejabat politik, pemerintahan, pembuat kebijakan, petinggi dan anggota TNI/Polri, kata Mahfud, sebagian besar adalah orang-orang Islam yang tidak mungkin bisa menjadi pemimpin jika ada Islamofobia di sini.

Sekarang ini, lanjut dia, banyak petinggi-petinggi TNI/Polri yang pandai mengaji bahkan menjadikan markas TNI dan Polri sebagai tempat pengajian dan sema'an Qur'an.

"Tak ada kriminalisasi ulama di Indonesia sebab selain ikut mendirikan Indonesia dulu, saat ini para ulama-lah yang banyak mengatur, memimpin, dan ikut mengarahkan kebijakan di Indonesia," kata Mahfud.

Berita ini sudah tayang di kompas.tv dengan judul Pesan Habib Rizieq Shihab Usai Ditetapkan Tersangka Kasus Megamendung Bogor

Berita Terkini