TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Netralitas ASN sudah diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, jika hal itu bukanlah hal yang aneh, dan masih sering terjadi di hampir daerah di Indonesia khususnya oleh calon kepala daerah petahana.
Termasuk tidak menutup kemungkinan terjadi di dalam penyelenggaraan Pilkada 2020.
"Salah satu masalah klasik pilkada kita adalah ASN yang tidak netral, dan makin berbahaya itu jika yang tidak netral adalah ASN, yang memiliki posisi-posisi strategis di pemerintahan daerah.
Sebab mereka bisa melakukan tekanan pada jajaran ASN di bawahnya, untuk mendukung kandidat yang dikehendakinya," kata Titi, Rabu (15/9/2020).
Menurut mantan Direktur Eksekutif Perludem ini, ketidaknetralan ASN adalah refleksi belum berjalannya reformasi birokrasi dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia.
Sehingga loyalitas yang mestinya diberikan kepada negara, malah berbelok menjadi loyalitas pada atasan.
"Belum lagi ada relasi kuasa yang tidak setara dan profesional, yang masih banyak terjadi antara atasan dan bawahan dalam lingkup kerja ASN.
Itu lah yang menyebabkan adanya pejabat ASN yang memobilisasi ASN lain, untuk berpihak mendukung kandidat tertentu," bebernya.
Ia mengungkapkan, banyak modus yang digunakan pejabat ASN, mulai dari memobilisasi dukungan jajaran ASN menggunakan pendekatan kekuasaan antara atasan dan bawahan.
Lalu, menggunakan fasilitas dan kewenangan jabatan, untuk memuluskan dukungan pemenangan pada kandidat tertentu.
"Sampai secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, memolitisasi pelayanan publik, agar warga masyarakat yang menggunakan pelayanan publik mau mendukung kandidat yang dikehendaki si oknum ASN.
Biasanya, kalau ASN pada posisi bawahan dari si oknum pejabat ASN punya pilihan politik berbeda, atau tidak mau mendukung jagoan yang dikehendaki atasannya, maka ada ancaman akan dimutasi atau dipersulit dalam pekerjaannya," terang wanita asal Sumsel ini.
Ditambahkan Titi, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selaku wasit dalam pesta demokrasi Pilkada khususnya, harus bisa bertindak tegas jika ada ASN yang terbukti berpolitik praktis, agar jadi efek jera kedepannya.
"Memang harus ada ketegasan dari Bawaslu, dengan bersinergi bersama Komisi Aparatur Sipil Negara, untuk berani memproses pelanggaran setiap pejabat oknum ASN beserta jajarannya yang tidak netral ini secara tegas, terbuka, dan transparan.
Publik harus dibuat percaya, bahwa setiap pelanggaran benar-benar akan diproses sesuai prosedur yang ada tanpa ditutup-tutupi," pungkasnya.