TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Pandemi Covid-19 saat ini menjadi ujian berat bagi AN.
Bukan karena ia menjadi orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), atau bahkan pasien positif Covid-19. Pemuda 19 tahun asal Ogan Ilir ini mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) ditempat dia bekerja.
AN, alumnus sebuah perguruan tinggi negeri di Palembang, mengaku baru tiga bulan kerja di sebuah grosir pakaian.
"Mulai kerja sejak Januari sampai pertengahan April lalu. Kerja jaga toko pakaian," kata AN, Kamis (7/5).
Ia menceritakan, sejak lulus dan wisuda pada September 2019, melamar pekerjaan ke berbagai perusahaan di Palembang.
Hingga akhirnya air diterima di sebuah toko pakaian yang membuka tenant di salah satu pusat perbelanjaan.
Diakui AN, semangat ia mencari nafkah membumbung tinggi karena sebagai alumnus suatu perguruan tinggi, saat ini menurutnya cukup sulit mencari pekerjaan.
"Tiga bulan setelah wisuda, saya diterima kerja. Tentu sangat senang saat itu," ungkap AN.
Namun semangat AN tersebut berubah menjadi kekhawatiran setelah hampir dua bulan bekerja, tepatnya pada akhir Maret lalu.
Pandemi Covid-19 yang menjalar ke Indonesia membuat ia dan rekan-rekan sesama karyawan mulai merasakan was-was.
Hal ini dipicu karena berkurangnya pengunjung yang berbelanja ke grosir tempat AN bekerja.
"Jujur saya ketika itu yang terpikir (kekhawatiran) adalah orang-orang makin sedikit yang berkunjung (berbelanja). Malahan soal dampak kesehatan akibat Corona ini tidak terlalu khawatir," ujar AN sambil tertawa.
Tawa AN seolah menunjukkan topeng di balik kesedihan. Ia pun melanjutkan cerita mengenai pengalamannya sebelum di-PHK.
Seiring berkurangnya jumlah pengunjung yang berbelanja, kata AN, pihak toko pakaian juga mulai mengharuskan karyawan mengenakan masker saat bekerja.
"Waktu itu saya pikir 'oh berarti Corona ini ancaman serius juga'. Saya lihat orang-orang di tenant lain banyak yang pakai masker juga," ungkap AN.
Pada pertengahan April lalu, AN diberitahu rekannya bahwa ia dan beberapa rekannya akan di-PHK dan toko pakaian akan tutup sementara.
Namun AN mengaku tidak percaya begitu saja. Hingga akhirnya pada 17 April lalu, pengelola toko pakaian memberitahunya bahwa untuk sementara toko berhenti beroperasi.
"Saya dikasih tahu pengelola, toko tutup dulu. Saya disarankan cari tempat kerja lain saja," ujar AN dengan nada bicara yang mulai tak lantang lagi.
Setelah di-PHK dengan sedikit 'sangu' dari pengelola toko pakaian, AN akhirnya memilih kembali ke kampung halaman di Ogan Ilir.
AN pun kini memilih membantu kedua orang tua yang bekerja menjadi petani karet.
"Saya pikir, lebih baik pulang saja bantu orang tua nyadap karet di kampung. Kalau pun ke depan ada lowongan kerja dan situasi ini membaik, mungkin saya kembali lagi ke Palembang. Entahlah," kata AN.
Tak berbeda jauh dengan AN, cerita PHK juga dialami HA, seorang perempuan asal Palembang.
Wanita berusia 29 tahun warga Alang Alang Lebar itu di-PHK di penghujung April lalu.
HA yang merupakan karyawan sebuah hotel melati di wilayah Sukarami, sempat diberi 'janji surga' bahwa ia hanya dirumahkan.
"Saat itu manajer bilang ke saya untuk istirahat dulu. Nanti dipanggil lagi (kembali bekerja)," ujar HA kepada Tribun.
Namun hingga kini, komunikasi dengan manajemen hotel tempat ia bekerja terputus sama sekali. Namun HA mengaku tak tahu mengapa.
"Sampai sekarang juga saya tidak dikabari bagaimana kelanjutannya ini. Apakah saya bisa kerja lagi atau tidak. Atau minimal, kapan kira-kira saya bisa dapat kabar," ujar HA yang telah tujuh tahun bekerja di hotel melati tersebut.
Kini, HA mengaku mencari nafkah dengan berjualan takjil di bulan suci Ramadan saat ini.
HA mengaku belum tahu apa yang harus dilakukan ke depannya, terutama setelah hari raya Idul Fitri.
"Soal mencari nafkah, saya masih diskusi dengan keluarga. Entah mau buka warung makan, atau jualan nasi uduk setelah lebaran nanti. Masih kami pikirkan," ujar HA.
Di-PHK dan Dirumahkan
Dampak dari adanya pandemi Covid-19 di Sumatera Selatan (Sumsel) ribuan pekerja/buruh di PHK dan di rumahkan.
Sedikitnya ada 7.698 pekerja/buruh yang di PHK dan di rumahkan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumsel Drs. H. Koimudin, SH, MM mengatakan, berdasarkan data pengaduan yang diterima oleh posko pekerja/buruh yang ter PHK atau di rumahkan karena dampak Covid-19 di wilayah Provinsi Sumsel sampai 30 April sebanyak 7.698.
"Dengan rincian 612 di PHK dan 7086 di rumahkan. Sebanyak 7.698 pekerja/buruh ini tersebut tersebar di 12 Kabupaten/Kota yang ada di Sumsel," kata Koimudin saat dikonfirmasi, Rabu (6/5/2020).
Lebih lanjut ia menjelaskan, pekerja/buruh yang terdampak di 12 Kabupaten/Kota yang ada di Sumsel seperti di Palembang, Banyuasin, Musi Banyuasin (Muba), Ogan Ilir (OI), Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Komering Ulu (OKU), OKU Timur, Muara Enim, Prabumulih, Lahat, Lubuk Linggau dan Musi Rawas Utara.
Berikut rincian pekerjaan/buruh yang di PHK dan di rumahkan. Jumlah pekerja/buruh yang di PHK hanya ada di tiga Kabupaten/Kota yaitu Palembang sebanyak 471, Banyuasin sebanyak tiga orang dan Muba sebanyak 138 orang.
Sedangkan untuk yang di rumahkan tersebar di 11 Kabupaten/Kota yaitu Palembang sebanyak 5.396 orang.
Lalu Muba 420 orang, OI sebanyak 20 orang, OKI sebanyak 55 orang, OKU sebanyak 81, OKU Timur sebanyak 90 orang, Muara Enim sebanyak 417, Prabumulih sebanyak 66 orang, Lahat sebanyak 105 orang, Lubuk Linggau sebanyak 335 orang, dan Musi Rawas Utara sebanyak 81 orang.
Para pekerja/buruh tersebut di PHK dan di rumahkan dari beberapa perusahaan seperti untuk yang di PHK ada dari PT Mandiangin Batubara.
Kemudian untuk pekerja/buruh yang di rumahkan juga ada dari PT. Mandiangin Batubara yang ada di Muba, dan lima perusahaan di Prabumulih seperti PT Duta Dharma Prabu, PT Nusa Sarana Citra Bakti, PT. Indotirta Sriwijaya Perkasa, Astra Internasional Daihatsu, dan Hotel Grand Nikita.
Pekerja/buruh yang di PHK dan di rumahkan juga ada dari perusahaan jasa, perhotelan, wisata dan lain-lain.
"Kami ingatkan perusahaan yang melakukan PHK untuk memberikan hak-hak pesangon kepada karyawan. Sampai hari ini kita belum menerima laporan resmi teman-teman yang kena PHK bahwa perusahaannya tidak membayar pesangon," katanya.
Ia pun berharap pekerja/buruh yang di PHK dapat memanfaatkan program kartu Prakerja sehingga disituasi saat ini mereka bisa menambah skill lain untuk mencari pekerjaan, setelah menerima sertifikat.
"Namun kita tidak tahu apakah yang terdampak ini sudah daftar atau belum, karena itu daftarnya masing-masing online. Harapan kita mereka sudah daftar. Sebab berdasarkan data terakhir ada 84 ribu yang daftar Kartu pra kerja di Sumsel," katanya.
Sementara itu terkait berapa yang diterima, menurutnya ia pun sampai saat ini belum dapat datanya. Sebab semua itu yang menentukan pusat, terlebih kalaupun yang daftar diterima maka pusat langsung yang menghubungi masing-masing peserta. (Agung/Linda)