TRIBUNSUMSEL.COM, SUKOHARJO-Plakat bertuliskan "Tanah Bangunan Ini Dalam Pengawasan ..." membuat sebuah masjid di Sukojarjo, menjadi viral.
Plakat itu sempat dipasang di Masjid Riyadhul Jannah, di Dukuh Bangsri Cilik RT 03/RW 01, Kelurahan Kriwen, Sukoharjo.
Tulisan itu viral di media sosial sehingga ramai orang berdatangan ke masjid itu.
Tidak lama kemudian, plakat itu hilang. Tidak diketahui siapa yang melepaskannya.
Masjid Riyadhul Jannah merupakan milik seorang pengusaha bus asal Sukoharjo, alm Hj Yatimin Suyitno Diharjo.
Menurut pengelola masjid, Mulyono, plakat tersebut dipasang pada Senin (28/10/2019).
"Baru kemarin dipasang, tapi ini sudah tidak ada."
"Tidak tau siapa yang mencabutnya," katanya saat berbincang dengan TribunSolo.com (grup Tribun), Selasa (29/10/2019).
Hingga Senin (28/10/2019) malam banyak orang yang mendatangi masjid tersebut.
"Gara-gara sempat viral dan banyak orang tahunya masjid ini mau dilelang untuk bayar utang, jadi banyak orang yang ke sini dari Senin malam," imbuhnya.
Dia menjelaskan, tanah masjid itu memang ada sengketa dengan sebuah bank, karena sertifikatnya diagunkan.
"Mulai 1998, sertifikat tanah ini sempat diagunkan, itu jauh sebelum masjid ini berdiri," terangnya.
Pinjaman itu berjalan lancar, hingga agunan terakhir pada 2011 yang bermasalah hingga saat ini.
"Sebelum pemilik tanah mendirikan masjid, sertifikatnya diagunkan oleh anaknya sebesar Rp 400 juta, saat itu lahan tersebut berupa bangunan rumah," jelasnya.
Namun saat masjid diresmikan, pihak bank terkejut karena sertifikat tersebut beralih fungsi menjadi tempat ibadah.
"Pihak bank tahunya saat peresmian masjid, selebihnya saya kurang tahu karena itu urusan keluarga pemilik tanah," terangnya.
Sekitar satu bulan yang lalu, pihak bank mendatangi kembali masjid tersebut, hingga akhirnya pada Senin memasang sebuah plakat.
Mulyono mengaku, keluarga pemilik tanah dan warga sekitar mengaku pasrah.
Namun banyak berbagai elemen masyarakat islam yang ingin membantu menyelesaikan masalah ini.
Sejarah Masjid
Menurut pengelola masjid, Mulyono, Alm Yatimin tidak mau dibantu dalam pembangunan masjid ini.
"Masjid ini merupakan impian Alm Yatimin, yang ingin membangun masjid selama dia masih hidup."
"Saat pembangunannya pada tahun 2011 lalu, dia tidak mau menerima bantuan, jadi masjid ini seluruhnya dibangun dengan biaya sendiri," katanya saat berbincang dengan TribunSolo.com, Selasa (29/10/2019).
Bangunan masjid seluas sekitar 300 meter persegi itu dibangun diatas tanah seluas 1000 meter persegi.
Jika seluruh lahan masjid digunakan, Masjid Riyadhul Jannah mampu menampung sekitar dua ribu jemaah.
"Dulunya masjid ini merupakan rumah Alm Yatimin sebelum dia pindah ke Sukoharjo Kota."
"Sebelum sungai Bengawan Solo diubah jalurnya, sini kan sering banjir, jadi Pak Yatiman pindah," jelasnya.
Setelah itu, rumah tersebut digunakan untuk tempat bengkel dan parkir bus Wahyu Putro milik Yatimin.
Namun sebelum masjid itu dibangun, anak Alm. Yatimin menggadaikan sertifikat lahan tersebut sebesar Rp 400 juta.
Karena kredit macet, anggunan tersebut saat ini sudah mencapai sekitar Rp 600 juta, dan terancam dilelang oleh bank.
Meski dalam sengketa, namun Mulyono mengatakan kegiatan masjid masih berjalan seperti biasa.
"Hingga saat ini kegiatan masjid masih terus berjalan, masih sering digunakan untuk salat lima waktu maupun salat sunnah."
"Untuk selawatan, pengajian, dan belajar Alquran," pungkasnya.
Wakil Bupati (Wabup) Sukoharjo, Purwadi, menyayangkan adanya sengketa lahan pada Masjid Riyadhul Jannah yang terletak di Dukuh Bangsri Cilik RT 03/RW 01, Kelurahan Kriwen, Sukoharjo.
Sertifikat tanah masjid itu diagunkan ke sebuah bank sebesar Rp 400 juta sebelum masjid tersebut berdiri pada 2011 lalu.
Karena kredit macet, pihak bank sempat memasang sebuah plakat di depan masjid.
"Sangat menyangkan jika masjid disegel bank," kata Purwadi seusai meninjau Masjid, Selasa (29/10/2019).
"Mudah-mudahan bisa dapat mukjizat dari Allah, agar bisa bisa diselesaikan oleh umat islam dan lainnya," lanjutnya.
Dia mengaku ingin mendiskusikan masalah ini dengan organisasi maupun elemen masyarakat Islam untuk mencari solusi atas masalah ini.
"Saya mau menghubungi teman-teman, supaya ada jalan untuk menyelesaikan ini."
"Karena ini sifatnya tempat ibadah, bukan fasilitas pemerintah, maka akan kita coba diselesaikan dengan nonpemerintahan," jelasnya.
Namun Purwadi ingin lebih mengetahui terlebih dahulu akar masalah tersebut, agar bisa diselesaikan dengan cara terbaik.
Dalam kesempatan itu, Purwadi juga mengajak para umat Islam, khususnya yang berada di Kabupaten Sukoharjo untuk saling sengkuyung menyelesaikan masalah ini.
Selain itu, ia mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tidak melakukan hal-hal yang sifatnya anarkisme.
"Saya mengimbau agar masyarakat tidak anarkis, mari diselesaikan dengan cara baik-baik," pungkasnya
Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com