TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Ketua DPRD Musi Banyuasin (Muba) Abusari mengungkap alasan mengapa puluhan ribu warga Muba menambang minyak ilegal (illegal drilling).
Abusari menyebut kehadiran perusahan minyak dan gas di Muba selama ini tidak memberikan manfaat langsung bagi warga sekitar.
Dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang seharusnya bermanfaat untuk warga di sekitar perusahaan juga tidak dirasakan warga.
Hanya ada momen khitanan saja yang biasa dilakukan sekali satu tahun dengan jumlah anak yang dikhitan beberapa orang saja.
Padahal dampak kerusakan lingkungan sangat besar.
• Pastikan Pasokan BBM dan LPG Aman, Pertamina Bentuk Tim Satuan Tugas Ramadhan dan Idul Fitri
Dampak itu mulai dari jalan rusak, lingkungan rusak karena dibor, tidak adanya penyerapan tenaga kerja dan warga hanya menjadi penonton saja di desanya sendiri.
Belum lagi ratusan hektare sawah terbengkalai karena tercemar rembesan kimia dampak pengeboran minyak sehingga lahan pertanian tidak bisa kelola.
Hal ini tentu membuat warga tidak memiliki mata pencaharian lagi.
"Inilah alasan puluhan ribu warga membuka tambang ilegal sendiri karena tidak merasakan manfaatnya tapi justru jadi penonton dan jalan rusak parah."
"Ini terjadi di desa tempat tinggal saya sendiri," ujarnya di sela diskusi hulu migas dengan tema membagi hasil minyak dan gas bumi untuk daerah di Wyndham Hotel Palembang, Selasa (30/4/2019).
• Godok Jargas Satu Harga, BPH Migas Siapkan Formulanya
"Dana Bagi hasil untuk daerah penghasil migas hanya enam persen itu sangat tidak adil karena imbas perusahaan migas yang masuk daerah hanya memberikan peluang membuka tenaga kerja jaga malam maksimal 15 orang saja."
"Padahal pekerja lainnya justru berasal dari luar Muba dan tidak ada peluang kerja dan dampak lainnya bagi Muba," tambahnya.
Abusari semakin geram karena hampir Rp 500 miliar uang bagi hasil migas belum dibayar sejak 2017 lalu.
Ratusan kali ditagih belum membuahkan hasil.
Terlalu sering menagih hingga Gubernur Sumsel diberi surat dengan isi bahwa daerah tidak boleh menagih langsung dana bagi hasil tanpa rekomendasi gubernur.
Sementara itu, Ardiansyah Kasubdit DBH Dirjen Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan, mengakui memang ada dana bagi hasil yang belum dibayar ke daerah tapi bukan hanya Muba yakni di seluruh Indonesia.
Dana itu yakni tahun 2017 lalu. Tahun ini piutang itu akan diupayakan dilunasi seluruhnya di seluruh daerah di tanah air.
"Tahun ini kita upayakan selesai sebab itu hanya piutang 2017, selain itu dana bagi hasil rutin dibayar setiap bulan, padahal seharusnya per tiga bulan sekali dibayar tapi demi kelancaran cash flow daerah kita bayarkan setiap bulan," ujarnya.
• Dana Pembangunan Politeknik Energi dan Mineral Akamigas Prabumulih Rp 150 Miliar, Dibuka 3 Program
Disinggung soal keluhan dana bagi hasil yang anggap terlalu kecil, dijabarkannya bahwa dana bagi hasil 15 persen yang dibagi untuk daerah lokasi dan provinsi, sisanya disetor ke pusat.
Kemudian di pusat pendapatan negara bukan pajak dikumpulkan jadi satu dan kembali dialokasikan untuk daerah berupa dana alokasi khusus (DAK), DAU dan pembagian dana lainnya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagsel Adiyanto Agus Handoyo mengatakan jangan hanya melihat dana bagi hasil saja tapi juga lihat multi efek manfaatnya.
Sebab seperti di Prabumulih akan dibangun sekolah AK Migas yang memberikan dampak meningkatkan sumber daya manusia bagi warga lokasi eksplorasi migas.