Pasutri Sahir dan Enam Anak Tinggal di Gubuk Reot, Pilu Lihat Mereka Cari Makan

Penulis: Eko Hepronis
Editor: Prawira Maulana
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Yusmara dan anaknya saat berdiri di gubuk mereka di Kelurahan Kali Serayu, Kecamatan Lubuklinggau Utara II, Selasa (18/12).

"Tribun Sumsel/ Tribunsumsel.com menyajikan informasi Kota Palembang dan berita Kota Palembang dan Sumatera Selatan. Kami juga menyajikan berita-berita artis ternama tanah air yang sedang naik daun."

Kunjungi selalu: tribunsumsel.com

Laporan wartawan Tribun sumsel.com, Eko Hepronis.

TRIBUNSUMSEL.COM, LUBUKLINGGAU - Jeratan kemiskinan membuat Sairin Agus Salim (61) dan Yusmara (55) terpaksa hidup dalam sebuah gubuk reot di Kelurahan Kali Serayu, Kecamatan Lubuklinggau Utara II.

Sepasang suami istri itu tinggal berhimpit-himpitan di dalam gubuk berukuran 4 x 4 meter persegi bersama enam anaknya yakni Aan, Zul, Ujang, Doni, Ridho, dan Anis.

Lokasi gubuk mereka jauh dari permukiman warga, karena berada di ujung pemakamam etnis Tionghoa. Tanah yang mereka diami saat ini pun hanya sebatas menumpang.

Atap rumah yang mereka tempati hanya terpal dan berdindingkan triplek dan kardus bekas. Sementara ruang masak dan tempat tidurnya pun hanya dibatasi oleh dinding kardus.

Bahkan akibat kemiskinan itu membuat mereka lupa bagaimana mengurus rumah. Sebab pakaian sehari-sehari dan perabotan rumah terlihat berantakan dimana-mana.

Kondisi gubuk mereka di Kelurahan Kali Serayu, Kecamatan Lubuklinggau Utara II, Selasa (18/12). (EKO HEPRONIS/TRIBUNSUMSEL.COM)

Yusmara mengaku sudah tiga tahun menempati gubuk reot tersebut. Awalnya ia bersama suami dan anak-anaknya mengontrak rumah di daerah Megang.

"Saya asalnya dari Sorolangun Jambi, bapaknya ini (Sairin) orang Linggau, dulu awalnya kami tinggal di Megang Ujung ngontrak," kata Yusmara saat dibincangi Tribunsumsel.com, Selasa (18/12).

Namun karena tak mampu membayar rumah kontrakan, akhirnya mereka sekeluarga pindah. Kemudian ada warga yang kasihan mengizinkan mereka membangun gubuk di tempat itu.

"Sejak saat itu kami tinggal disini sembari nyadap karet yang punya kebun. Hasilnya kita bagi dua dengan yang punya," tuturnya.

Dalam sepekan, Yusmara dan Suaminya mampu menghasilkan 10 Kg getah karet siap jual.

Namun uang hasil jual karet harus dibagi dua dengan pemilik tanah.

Yusmara dan anaknya saat berdiri di gubuk mereka di Kelurahan Kali Serayu, Kecamatan Lubuklinggau Utara II, Selasa (18/12). (EKO HEPRONIS/TRIBUNSUMSEL.COM)

Sudah pasti uang hasil jual karet tidak cukup, karena beban mereka cukup berat.

Halaman
12

Berita Terkini