TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG- Sesekali Umi menyeka air matanya yang hampir jatuh dari matanya saat mengingat peristiwa mencekam pada Jumat (28/9) malam di Palu, Sulawesi Tengah.
Gadis dengan nama lengkap Umiyilamri ini merupakan salah satu korban selamat gempa bumi di Palu yang telah menelan banyak korban.
Umi sendiri baru tiba di Palembang pada Minggu (30/9) malam di Palembang setelah putus komunikasi dengan keluarganya selama satu hari setelah kejadian
Didatangi di kediamannya di kawasan Tanjung Api Api Palembang, Umi masih terlihat sedih.
Ia duduk bersama dengan ibunya Rusmianah dan adik lelakinya Khoiril Amri di ruangan tamu.
Baca: Kominfo Sebut Gerak Cepat FPI Bantu Korban Gempa Tsunami di Palu Hoaks, FPI Langsung Buktikan
Rasa tak percaya masih dirasakan oleh Umi bisa selamat dari musibah tersebut.
Apalagi Umi sendiri merasakan guncangan hebat gempa bumi dengan kekuatan hingga 7 SR lebih saat berada di dalam kamar kosnya.
Umi mengatakan bahwa kejadian tersebut terjadi usai azan magrib sekitar pukul 18.00 WITA.
Saat itu Umi baru saja selesai mandi dan ingin berganti pakaian.
Umi kaget tiba-tiba ada guncangan hebat yang membuat dirinya terpontang-panting-panting di dalam kamar kosnya.
"Pas itu saya lagi pilih-pilih pakaian mau pakai baju karena posisi saat itu saya masih pakai handuk. Terus tiba-tiba ada guncangan, guncangannya itu vertikal horizontal dan kita sempat terpontang-panting," katanya kepada Tribunsumsel.com, Senin (1/10).
Baca: Kemenkominfo Rilis 8 Hoaks Gempa dan Tsunami Palu, Sebut FPI sampai Kabar Mayat Minta Gempa
Pada saat kejadian itu, sambung Umi, ia melihat langsung dinding kosan yang ada di sebelahnya runtuh, lemari Umi jatuh dan ia mulai berjalan ke depan mencari pintu keluar dengan keadaan yang terpontang-panting selama 30 detik.
Begitu terkejutnya Umi saat sudah membuka pintu dan keluar melihat jalan yang sudah retak.
"Pas kejadian saya tetap pegang handuk saya. Mau keluar tapi saya masih pakai handuk tapi kalau saya tetap di dalam, saya mati di situ, jadi mau nggak mau saya keluar dan teman-teman se perantauan juga melihat saya seperti itu (pakai handuk), dia langsung balik lagi ke kosannya dan mengambil selimutnya dia. Untungnya selimut dia ada didekat pintu jadi dia tarik dan langsung kasih ke saya," ungkap wanita 24 tahun ini.
Keluar dari kosan, sambung Umi, Ia dan teman-teman satu kos bahkan satu Komplek langsung mencari tempat pengungsian.
Baca: Adelia Pasha Ungkap Kondisi Terkini Kota Palu, Rakyat Kelaparan dan Kehausan, Kasihan Suamiku
Di pengungsian dengan kondisi lapangan terbuka, suasana sangat gelap dan sudah ramai.
Ia dan temannya berjalan hanya meraba-raba mencari tiang, pohon karena ditakutkannya ada gempa susulan lagi.
Keluar dari kosan, tak satupun barang dibawa oleh Umi, termasuk handphone dan dompet yang sama sekali tak terpikirkan olehnya untuk dibawa.
"Jadi selama satu malam itu saya cuma pakai selimut, untungnya saya sudah pakai dalaman dan kita mengungsi di tengah lapangan. Jalan sudah retak semua, dinding sudah runtuh sama ada tetangga kosan saya kakinya sudah hancur dan dibopong ke lokasi pengungsian dengan kondisi dataran tinggi," terangnya.
Sepanjang jalan dengan gempa yang terus dirasakan membuat Umi dan para temannya selalu mengingat Tuhan, sepanjang jalan hanya air mata yang keluar dengan pikiran selalu ke keluarga.
Baca: Gempa dan Tsunami di Palu-Donggala, Aktor Ben Joshua Curhat Sedih Tentang Masa Kecilnya
Di dalam benaknya ia selalu berpikir "tidak ada siapa-siapa disini" dan mau-tak mau Umi bertekad harus keluar dari daerah tersebut.
"Capek, padahal sehari itu saya belum sempat makan nasi. Jadi kalau mau dibilang badan loyo, loyo. Tapi alhamdulillah nggak berasa gara-gara paniknya itu dan alhamdulillah sampai ke atas (tempat pengungsian) malam itu," bebernya.
"Sebenarnya sudah pasrah tapi masih ada kekuatan mau keluar (dari kosan). Pas di pengungsian semalaman itu masih terus guncangan nggak berhenti," timpalnya.
Meski tak membawa handphone, Umi berusaha untuk menghubungi keluarga meskipun dengan handphone temannya.
Baru saat berada di pengungsian barulah ia dan temannya menghubungi keluarga secara bergantian.
"Saya pertama hubungi ayah karena ibu pasti masih cemas. Disitu saya nangis-nangis, itulah kalau saya Telpon ke mama takutnya kepikiran. Kebetulan ayah juga lagi di Sulawesi kemarin dan dia berasa juga gempa ya. Jadi ayah yang hubungi ke mama biar mama tenang," jelas Umi.
Baca: McGregor vs Khabib Nurmagomedov : Ayahnya Dihina McGregor, Reaksi Khabib ini Tak Terduga
Guncangan gempa terus dirasakan oleh Umi.
Terlebih saat di pengungsian yang sangat dirasakannya.
Suara gemuruh dari bawah tanah sangat terdengar. Sesekali ia memejamkan mata namun tetap terbangun saat gempa datang.
"Jadi kami cuma duduk saja, nggak berani untuk tidur. Tapi untuk jaga fisik dan kondisi tetap baik jadi seperti tidur ayam itu," ungkap putri dari pasangan Amriadi dan Rusmianah ini.
Sabtu pagi Umi dan temannya memberanikan diri untuk kembali ke kosan dan mencari-cari apa yang bisa diambil dan bermanfaat untuk sementara seperti dompet, berkas-berkas seadanya.
"Pas itu saya langsung berpakaian dan keluar ambil selimut, bantal, karpet dibawa ke atas (pengungsian) dan berpindah ke tempat evakuasi di lapangan RRI Palu yang lebih aman dan listrik juga ada dan juga informasi yang lengkap,"
"Pada saat kita tenang dan duduk disitu mau istirahat, ada dari bawah segerombolan motor langsung naik ke atas dan bilang bahwa ada air naik ke atas, jadi kita langsung pergi lagi ke atas," imbuhnya.
Umi sendiri tercatat sebagai salah satu staf di Dinas Perhubungan Provinsi Sulteng.
Ia sudah dua tahun terakhir tinggal di Palu dan satu bulan belakang tercatat sebagai PNS Dishub Sulteng.
Dengan kejadian ini sangat membekas bagi Umi.
Jika dibolehkan, ia tak ingin kembali ke Palu.
"Rasanya tidak mau kembali kesana. Saya mau lihat kondisi dulu dan tunggu keadaaan kondusif," ucapnya.