Disuruh Berkaca Pada Pengalaman Sendiri Oleh Ridwan Kamil, Ini Pernyataan Sandiaga Uno

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sandiaga Uno dan Ridwan Kamil

TRIBUNSUMSEL.COM, BANDUNG - Disuruh Berkaca Pada Pengalaman Sendiri Oleh Ridwan Kamil, Ini Pernyataan Sandiaga Uno

Bakal calon Wakil Presiden RI Sandiaga Salahudin Uno meminta maaf kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil terkait pernyataannya.

Sandiaga meminta kepala daerah di seluruh Indonesia diharapkan tidak ikut-ikutan mendukung salah satu pasangan capres- cawapres di ajang Pilpres 2019.

“Terkait pernyataan sahabat saya pak Ridwan Kamil, saya ucapkan terima kasih dan saya tidak bermaksud saling menjatuhkan. Saya mohon maaf apabila beliau merasa (komentar) itu ditujukan untuk beliau,” ujar Sandi saat ditemui di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (13/9/2018).

Pria yang akrab disapa Sandi ini mengatakan, pernyataannya ditujukan kepada kepala daerah yang mendukung calon tertentu.

Pria yang akrab disapa Sandi ini mengatakan, pernyataannya ditujukan kepada kepala daerah yang masuk dalam koalisi partai pendukung Prabowo-Sandiaga.

“Saya ingin menegaskan bahwa pernyataan saya khusus buat koalisi Prabowo-Sandi. Jadi kebijakan kami adalah kami tidak ingin kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih tersangkut atau tertarik ke putaran pilpres,” tuturnya.

Sandi menjelaskan, kepala daerah yang ada di dalam koalisi Partai Gerindra, PKS, PAN, dan Partai Demokrat diharapkan tidak memikirkan pemenangan Pilpres 2019.

“Mereka baru menghadapi pilkada yang melelahkan. Kami sudah kami bicarakan dengan Pak Prabowo dan Pak Prabowo sepakat. Kepala daerah fokus membangun daerahnya,” tuturnya.

Sandi memastikan, tim pemenangan dan tim kampanye pasangan capres - cawapres Prabowo - Sandi sudah diisi oleh para profesional sehingga tidak perlu lagi membuat repot kepala daerah.

Dikritik Karena Dukung Jokowi, Ridwan Kamil Minta Sandiaga Berkaca Sebelum Ngomong

TRIBUN-MEDAN.com-Sejumlah kepala daerah menyampaikan dukungan terhadap pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019 beberapa waktu lalu.

Sejumlah politikus pendukung Prabowo-Sandiaga pun berang dan meminta agar kepala daerah bersikap netral.

Bahkan Sandiaga Uno, Calon Wakil Presiden pendamping Prabowo Subianto turut mengutarakan koalisinya tak akan melibatkan kepala daerah dari partai pengusung untuk memenangkan mereka di Pilpres 2019.

Hal itu disampaikan Sandiaga menanggapi Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat sekaligus Gubernur Papua, Lukas Enembe, yang mendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Padahal, Demokrat bersama Gerindra, PKS, dan PAN telah mengusung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pilpres 2019.

"Kami, di koalisi Prabowo-Sandiaga, sudah perintahkan gubernur maupun kepala daerah, untuk fokus membangun wilayahnya, mereka punya tugas bangun ekonomi, pastikan harga terjangkau," kata Sandiaga Selasa (11/9/2018) dikutip dari Kompas.com.

"Pak Anies (Baswedan) dapat perintah yang sama, dan ada beberapa gubernur, yang dapat pesan yang sama," lanjut dia.

Dia menambahkan, para kepala daerah telah melalui proses pilkada yang melelahkan karena itu tak perlu diperpanjang hingga Pilpres 2019.

Menurut Sandiaga, setelah para kepala daerah melewati proses pilkada yang panjang dan melelahkan, semestinya mereka langsung fokus membenahi daerahnya, bukan ikut membantu pemenangan pilpres.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil turut angkat suara soal pernyataan Sandiaga Uno yang meminta gubernur tidak fokus dalam Pemilihan Presiden 2019.

Pria yang akrab disapa Emil itu mengatakan, Sandi semestinya berkaca pada pengalaman pribadinya yang pernah terjun langsung mendukung sejumlah pasangan dalam Pilkada Serentak 2018.

Padahal, saat itu status Sandi saat itu masih menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta.

"Pak Sandiaga Uno yang terhormat tolong sebelum memberikan statement, berkaca pada pengalaman pribadi," ucap Emil saat ditemui di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Rabu (12/9/2018).

 

"Pada 2018, dia datang ke Jawa Tengah menjadi jurkam Sudirman Said, datang ke Priangan jadi jurkam pasangan Asyik. (Saat itu), Beliau dalam kapasitas Wakil Gubernur, dalam kapasitas wakil publik," tambah Ridwan Kamil.

Menurut Emil, pejabat daerah punya hak sama dalam mendukung pasangan Capres dan Cawapres manapun selama tak melanggar hukum.

"Jadi ya yang penting enggak melanggar aturan, enggak melanggar hukum, kemudian jangan bawa nama institusi dan jabatan. Tolong melihat pada pengalaman pribadi," tegasnya.

"Kalau tidak melanggar aturan kan tidak masalah, yang tidak boleh itu bawa-bawa institusi, semisal bawa gubernur dan sejenisnya," kata Emil.

Ditanya soal akan terlibat di tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin, ia belum memutuskan. "Teknisnya belum tahu," kata Emil.

Selain Ridwan Kamil penolakan pejabat daerah menjadi tim sukses calon presiden dipertanyakan oleh partai-partai pendukung Jokowi.

Politikus Partai Nasional Demokrat (Nasdem), I Gusti Putu Artha mengatakan, Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu menyebutkan pejabat negara tidak dilarang terlibat menjadi tim sukses salah-satu calon presiden.

"Dari perspektif regulasi tidak ada masalah, para kepala daerah dibolehkan berkampanye, asalkan cuti," kata I Gusti Putu Artha kepada BBC News Indonesia, Minggu (11/09/2019) malam.

"Artinya, ketika berkampanye saja mereka diberikan izin, maka logikanya sikap politiknya menjadi terang benderang. Tidak ada masalah," tambahnya.

Ditanya bagaimana memilah antara tugasnya sebagai pelayan publik dan organ partai politik, Putu Artha mengatakan hal itu sudah diatur, yaitu selama Senin-Jumat, pejabat tersebut hanya dizinkan sekali untuk berkampanye.

"Artinya apa, lima hari dia harus melayani publik," kata Putu Artha.

"Nah, ketika dia berbaju kepala daerah, dia melayani publik, silakan publik menilai, apakah dia kemudian menguntungkan salah-satu calon atau tidak menguntungkan salah-satu calon," paparnya.

Menyinggung latar belakang di balik aturan yang membolehkan kepala daerah dapat menjadi anggota tim sukses, Putu Artha mengatakan: "Mungkin argumentasinya, karena kepala daerah juga adalah kader politik."

Menurutnya, aturan yang baru ini berbeda dengan regulasi yang diberlakukan lima tahun lalu.

"Kalau lima tahun lalu memang tidak boleh menjadi anggota tim kampanye dan juru kampanye. Sekarang dibolehkan, bahkan menteri pun diizinkan berkampanye asal cuti," jelasnya.

KPU: 'Tidak boleh menjadi ketua tim sukses'

Anggota Komisi Pemilihan Umum, KPU, Wahyu Setiawan mengatakan, sesuai aturan, kepala daerah tidak dilarang berpihak secara politik. Hanya saja, menurutnya, ada batasan yang harus ditaati.

"Yang tidak boleh, kepala daerah menjadi ketua tim kampanye, karena apabila dia menjadi ketuanya dikhawatirkan tugas-tugas pemerintahannya menjadi terganggu," kata Wahyu kepada BBC News Indonesia, Selasa (11/09) sore.

"Tentu saja, sepanjang berkampanye, harus mentaati ketentuan yang berlaku, terutama tidak menggunakan fasilitas yang melekat pada jabatannya sebagai kepala daerah," jelas Wahyu.

Walaupun tidak ada larangan pejabat berpolitik praktis, ahli masalah birokrasi dan Guru Besar Ilmu Administrasi Negara, Universitas Gadjah Mada, Miftah Thoha, mengingatkan bahwa fungsi utama pejabat negara adalah melayani masyarakat.

"Bupati dan gubernur itu melayani rakyat, dia bukan penguasa rakyat. Jadi, janganlah dinamika kekuasaan itu memisahkannya dengan rakyatnya," kata Miftah Thoha kepada BBC News Indonesia, Selasa (11/09) siang.

Para kepala daerah yang diusung partai politik dan kemudian terpilih, menurut Miftah Thoha, seharusnya menanggalkan kepentingan partainya.

"Kalau dia sudah memihak pada salah-satu partai, bagaimana dia melayani rakyatnya. Di sinilah salah-satu etika pemerintahan yang harus terus didengungkan," tegas Miftah Thoha. (kompas.com/bbc)


Berita Terkini