Video Frame

VIDEO FRAME: Palembang, Venesia dari Timur yang Hilang

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

VIDEO FRAME: Palembang, Venisia dari Timur yang Hilang

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Venesia dari Timur membawa imajinasi tentang keindahan sebuah kota air bernuansa tropis dengan kanal-kanalnya.

Imajinasi itu luntur saat menyusuri jalanan di Kota Palembang yang dulu pernah menyandang sebutan itu.

Palembang masih punya Sungai Musi yang eksotis dengan kehidupan tepian sungai. Jembatan Ampera juga masih tegak anggun menghubungkan bagian hulu dan hilir kota Palembang. 

Di pelosok kota pun masih tersisa petak-petak rawa dengan hamparan bunga teratai nan memikat, tersembunyi di balik gedung-gedung megahnya. 

Baca: Mundur dari Cherrybelle, Kabar Artis Cantik ini Sungguh Mengejutkan, Kabarnya Jadi Dosen

Namun, sebutan Venice of the East atau Venisia dari Timur yang pernah disematkan penjajah Belanda pada ibu kota Sumatera Selatan itu begitu berkebalikan dengan kondisi sekarang. 

Proses daratanisasi atau alih fungsi rawa dan anak sungai menjadi daratan berlangsung di berbagai penjuru kota.

Di era penjajahan Belanda, Palembang merupakan kota di atas rawa dengan ratusan anak sungai yang bermuara ke Sungai Musi. Kehidupan masyarakat pun berjalan dengan pola sosial dan budaya sungai yang khas.

Saat ini, wajah Palembang sulit dibedakan dari kota-kota besar Indonesia lainnya.

Baca: 3 Pekan Jadi DPO, Pelaku Begal Sadis di OKU Selatan Ini Akhirnya Berhasil Diciduk Polisi

Sebuah kota metropolitan berlabel internasional padat dengan gedung-gedung megah, pusat perbelanjaan, perumahan, dan jalan-jalan yang padat merayap pada jam-jam sibuk.

Daratanisasi di Palembang begitu masif selama dua dekade terakhir. Hamparan rawa-rawa diuruk dan beralih rupa menjadi bangunan perbelanjaan, kantor, dan kompleks perumahan.

Masyarakat Palembang yang telah puluhan tahun bermukim di Palembang hanya bisa mengenang anak-anak sungai yang kini hilang.

Baca: PSHT Palembang Sabet 7 Emas dan 1 Perak di Kejuaran Pencak silat National Championsip II

Menurut berbagai sumber, tahun 1970-an, Palembang tercatat mempunyai 280 anak sungai.

Tahun 2000, jumlahnya tinggal sekitar 108, dan terus menyusut hingga saat ini tertinggal 32 anak sungai.

TRIBUN mencoba mengorek keterangan orang-orang yang pernah merasakan dan mengetahui bagaimana keindahan Palembang di masa lalu dengan sungai-sungainya yang kini tak seindah dahulu.

Adalah Musa Assegaf, pria berusia 83 tahun ini merupakan satu dari beberapa saksi hidup yang pernah merasakan indahnya alam ciptaan Tuhan di kota Palembang, yakni Sungai Musi.

Baca: Ingat Leny Jebolan KDI 4? Tak Pernah Nongol di TV, Kabar Tragis Dibawanya, Terancam Kurungan Penjara

Warga Kampung Almunawar, Jalan K.H. Azhari, Kelurahan 13 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu 2 ini mengaku hampir setiap hari menyusuri sungai Musi kala ia remaja, yakni pada pertengahan tahun 1950-an.

Menurut Musa, puluhan dekade lalu, Sungai Musi merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat kota Palembang.

"Sungai (khususnya Musi) bersih, jernih. Dulu banyak ikan Baung, Belida, Toman. Udang juga tidak sulit ditemukan, dijaring dari pinggir sungai pun bisa," terang Musa kepada TRIBUN belum lama ini.

Keindahan dan manfaat yang sangat banyak dari Sungai Musi inilah yang menjadi berkah bagi Musa dan warga kota Palembang lainnya kala itu.

Baca: Alamak! 4 Seleb Cantik Ini Kompak Mau Punya Suami Seperti Raffi Ahmad

"Orang-orang mandi, mencuci, ada juga yang minum langsung air sungai yang mengalir, karena bersih itu tadi. Saya juga sering minum (air sungai)," ujar Musa seraya tertawa 

Musa yang sejak remaja ikut berdagang bersama orang tua di Pasar 16 Ilir, mengaku setiap hari menyebrangi Sungai Musi dari Seberang Ulu ke Seberang Ilir, maupun sebaliknya.

Tidak hanya di Sungai Musi, sungai-sungai kecil lainnya di kota Palembang pun dahulu sangat terjaga kebersihannya.

"Dari sini (Kampung Almunawar) ke Ilir, ke Tengkuruk (sekarang Jalan Jenderal Sudirman) masih bisa (lewat sungai).

Baca: Dulu Dibuang Orangtua di Jalanan, Siapa Sangka Ketika Dewasa Pria ini Jadi Miliuner

Ke Simpang Sekip dulu pernah, tapi sampai sebatas di situ saja," kenang kakek yang memiliki 10 orang cucu ini.

Terang saja kata Musa, sekitar 60 tahun lalu, wilayah Palembang merupakan hutan dengan pepohonan tinggi yang tumbuh dan dialiri sungai kecil di sekitarnya, seperti Sungai Kedukan, Bendung, Kebangkan dan Sungai Aur yang semuanya bermuara ke Sungai Musi.

Sungai-sungai tersebut menurut Musa, dahulu sangat bersih, jernih, mengalir di antara pepohonan rindang yang masih mendominasi wilayah Palembang.

Namun sekarang, keindahan Palembang dengan sungai-sungainya berbanding terbalik dengan kondisi puluhan tahun lalu.

Baca: Tajir Melintir, Inilah 5 Mobil Mewah Sarita Abdul Mukti dan Faisal Harris

"Sungai-sungai sekarang keruh, kotor, tidak enak baunya, banyak sampah. Pas hujan deras, langsung banjir," tutur pria keturunan Arab ini.

Bagi masyarakat yang ingin memancing ikan di sungai, sekarang tidak bisa berharap banyak karena Sungai Musi tidak seperti dulu lagi, di mana masyarakat dapat dengan mudah menangkap ikan bahkan dari pinggir sungai sekalipun.

Musa berpendapat bahwa pesatnya pembangunan, terutama pemukiman di Palembang berdampak pada kualitas air sungai karena banyaknya sampah rumah tangga.

"Kalau dulu (Palembang) masih banyak hutan. Sekarang sudah banyak rumah. Banyak sungai ditimbun, dibangun gedung, sungai tidak bagus lagi," tandasnya.

Baca: Live Streaming Liga 1 Hari Ini : PSIS vs Bali United, Sriwijaya FC vs Persib Bandung

Akademisi sekaligus praktisi yang menekuni bidang sejarah di kota Palembang, Kemas A.R. Panji, S.Pd., M.Si mengungkapkan, beberapa dekade lalu Palembang dikenal sebagai kota sungai karena terdapat banyak sungai dengan Sungai Musi sebagai sungai utama.

"Kota Palembang dikenal dengan Sungai Musi dan sungai-sungai yang bermuara ke Sungai Musi atau disebut juga Sungai Batang Hari Sembilan," jelas Kemas.

Tak heran, kondisi geografis Palembang dengan sungai-sungainya yang mirip kota Venice di Italia membuat ibukota Provinsi Sumsel dahulu dijuluki Venesia dari Timur pada zaman penjajahan Belanda.

Baca: 6 Skandal Asmara Selebriti Tanah Air yang Paling Heboh, No 5 Gempar

"Bukti bahwa Palembang kota sungai karena dahulu sungai merupakan sarana transportasi utama.

Bahkan aktivitas perdagangan pun dilakuan lewat sungai," terang Kemas A.R. Panji yang merupakan Sekretaris Umum Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Sumsel.

Namun seiring berjalannya waktu dan pembangunan yang pesat di Palembang, julukan tersebut perlahan mulai hilang karena pembangunan pesat yang harus mengorbankan area sungai di Palembang.

Sungai sebagai jalur transportasi utama mulai ditinggalkan dan masyarakat beralih ke transportasi darat.

Baca: 15 Tahun Jadi ART Syahrini, Wanita ini Simpan Rahasia Mengejutkan, Asetnya Saja Segede ini

"Dahulu Sungai Musi merupakan halaman depan rumah, sekarang menjadi halaman belakang rumah, tempat (pembuangan) sampah dapur," tutur Kemas menggambarkan peran Sungai Musi sebagai sumber kehidupan yang mulai ditinggalkan.

Dilanjutkan dosen program studi sejarah di Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Raden Fatah Palembang ini, dari segi ukuran, Sungai Musi dan sungai-sungai kecil lainnya mengecil karena penimbunan sungai yang masif untuk pengembangan kota.

"Maka saat ini sebutan Venesia dari Timur menjadi tidak pas karena banyak hilangnya anak-anak sungai di Palembang," tegasnya.

Baca: Masih Ingat Siti KDI? Lama Tak Terdengar, Begini Kabarnya Sekarang Mengejutkan

Berikut ini videonya:

Berita Terkini