PAGARALAM, TRIBUNSUMSEL.COM - "Kring.... kring...kring...!" Nada dering ponsel itu mendadak memecah keheningan pagi di posko induk pemenangan calon Walikota dan Wakil Walikota Pagaralam, pertengahan Maret tadi.
Ponsel itu milik Ketua Tim Pemenangan pasangan calon (paslon) yang bertarung di Pemilihan Kepala Daerah Pagaralam. Sesaat kemudian, ia langsung menerima panggilan. Menggunakan bahasa lokal, pria parub baya itu berbincang singkat dengan seorang pria di ujung ponsel.
"Iyo jatah kamu nian hari ini, kami libur dulu, lajulah," kata dia, mengakhiri pembicaraan.
Kepada Tribun Sumsel, lelaki paruh Ia mengaku, baru mendapat telepon dari tim pemenangan kandidat lain yang hendak berkampanye di suatu tempat.
"Dari tim lain, masih saudara aku," katanya singkat.
Obrolan dan komunikasi antar tim kandidat merupakan hal biasa di Pilkada Pagaralam. Satu sama lain saling menyapa, bukan hanya saat bertemu langsung, tapi silaturahmi terjalin melalui sambungan telepon.
Sebanyak enam kandidat bertarung pada pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Pagaralam. Jumlah peserta ini menurun dibandingkan 2013 lalu yang mencapai sembilan pasangan calon.
Enam pasangan yang bertarung sekarang adalah Hermanto-Musabaqoh, Alpian Maskoni-Muhammad Fadli, Ida Fitriati Basjuni-Armansyah, Novirzah Djazuli-Suharindi, Ludi Oliansyah-A Fachri dan Gunawan-Febrianto.
Menariknya, hampir semua kandidat memiliki ikatan kekerabatan. Baik itu langsung dengan pasangan atau dari suami atau istri kandidat. Masih satu rumpun suku Besemah.
Seperti apa hubungan itu? Lantas kalau mereka masih keluarga, mengapa Pilka Pagaralam masuk empat besar Pilkada paling rawan di Indonesia? Analisa selengkapnya baca di koran Tribun Sumsel, edisi Senin (26/3/2018).